Industri data center atau pusat data sedang berkembang pesat, seiring strategi digitalisasi yang tengah dijalankan banyak perusahaan di dunia. Namun salah satu tantangan utama yang harus diatasi adalah efisiensi penggunaan energi di pusat data.
Peningkatan data global mendorong perkembangan pesat data center di seluruh dunia, termasuk di Asia Tenggara. Menurut Frost & Sullivan, tujuh negara di Asia mengalami pertumbuhan pendapatan data center yang signifikan, dengan Singapura sebagai pasar data center terbesar di Asia Tenggara, diikuti oleh Malaysia, Thailand, dan Indonesia. Dan khususnya Indonesia memiliki rata-rata pertumbuhan industri tertinggi di kawasan ini.
"Meskipun pasar data center di Indonesia menghadirkan banyak peluang untuk pertumbuhan dan inovasi, penting bagi kita untuk mengatasi tantangan utama yang dihadapi industri ini. Dengan meningkatkan efisiensi energi, memodernisasi praktik konstruksi, serta mengoptimalkan operasi dan pemeliharaan, kita dapat menciptakan ekosistem data center yang lebih berkelanjutan dan efisien yang bermanfaat bagi bisnis dan masyarakat secara keseluruhan," ujar Chu Yanli, Vice President, ZTE Corporation.
Hal tersebut disampaikan Chu Yanli di acara Indonesia Cloud and Data Center Convention 2023 yang digelar di Jakarta (11/5) dan dihadiri oleh lebih dari 1.000 pelaku industri TI dan profesional data center.
Yanli menjelaskan bahwa salah satu tantangan utama penyedia layanan data center adalah Power Usage Effectiveness (PUE).
PUE mengacu pada rasio total daya yang digunakan oleh data center dengan daya yang dikirimkan ke peralatan komputasi. Semakin tinggi PUE, semakin tinggi pula biaya yang dibutuhkan. Kabar baiknya adalah menurut data dari Uptime Institute, rata-rata PUE global telah menurun dari 2,50 pada tahun 2007 menjadi 1,57 pada tahun
Chu Yanli juga menekankan bahwa beberapa negara telah menerapkan kebijakan emisi karbon yang lebih ketat. Di Tiongkok, misalnya, kebijakan netralitas karbon pada tahun 2060 mengharuskan data center baru untuk memiliki PUE kurang dari 1,3 pada tahun 2025. Di Jepang, kebijakan netralitas karbon pada tahun 2050 mengharuskan pengurangan konsumsi energi hingga 30% pada tahun 2030.
Di Indonesia, kebijakan zero-emissions pada tahun 2060 mengharuskan penggunaan data center ramah lingkungan dan teknologi hemat energi. Untuk mematuhi kebijakan tersebut, diperlukan integrasi yang mendalam antara catu daya dan distribusi, koneksi yang disederhanakan, sistem pendingin yang lebih efisien, dan penggunaan Smart Management dengan Sistem AI.
Modernisasi Konstruksi Data center
Tantangan besar lainnya yang disampaikan ZTE adalah implementasi pembangunan data center karena adanya ketidaksesuaian dengan layanan data center modern.
Yanli memaparkan, jenis investasi tradisional yang masih menganut konsep satu kali perencanaan, satu kali investasi, dan penyertaan modal yang besar tidak lagi sesuai untuk saat ini. Hal ini mengingat model pembangunan data center yang saat ini menganut beberapa fase investasi.
Menurut Chu Yanli, dibutuhkan solusi prefabrikasi yang inovatif untuk mewujudkan implementasi solusi dan layanan yang cepat. Hal ini, ia menambahkan, dapat dicapai melalui modularisasi ruang data, modularisasi sistem secara penuh, dan solusi inovatif seperti data center prefabrikasi modular lengkap dan data center kontainer.
Penulis | : | Liana Threestayanti |
Editor | : | Liana Threestayanti |
KOMENTAR