Downtime pada data center adalah sebuah masalah serius mengingat peran penting pusat data dalam mendorong transformasi digital dewasa ini. Bagaimana perusahaan dapat mengantisipasi terjadinya downtime ini?
Menurut hasil survei Pusat Data Global 2022 dari Uptime Institute, lebih dari 60% operator pusat data telah melaporkan terjadinya downtime, atau waktu henti, dalam tiga tahun terakhir. Hal ini tentu dapat berdampak besar terhadap berbagai bisnis dengan segala ukuran, mulai dari terganggunya layanan dan kerugian finansial sampai memicu kekecewaan pelanggan.
"Dalam lingkungan yang sangat kompetitif, downtime tidak hanya menyebabkan pengguna merasa jengkel, tetapi juga berpotensi menimbulkan kerugian finansial dan kerusakan reputasi perusahaan. Gangguan pada pusat data dapat mengakibatkan kerugian finansial yang signifikan karena operasional yang terganggu, peluang bisnis yang hilang, dan kekecewaan pelanggan. Selain itu, efek jangka panjang dari downtime dapat mencakup penurunan loyalitas pelanggan, hilangnya pangsa pasar, hingga menurunnya daya saing perusahaan," papar Felix Berndt, Regional Sales Manager of Asia Pacific, Paessler.
Indonesia sendiri merupakan salah satu pasar dengan pertumbuhan data center yang relatif tinggi di Asia Tenggara, dengan estimasi valuasi industri mencapai USD3,43 miliar (setara dengan Rp 51 triliun) pada tahun 2027, menurut laporan Mordor Intelligence.
Dengan pertumbuhan yang cepat dan potensi yang besar ini, operasional pusat data menjadi hal yang perlu mendapat perhatian khusus. Operasional ini tidak hanya mencakup risiko pada jaringan TI dan infrastruktur, tetapi juga seluruh premise.
Menurut studi terbaru dari Paessler, dalam laporan Whitepaper berjudul “Keeping Watch: Monitoring Your Path to Sustainable IT”, transformasi digital (88%) merupakan salah satu dari tiga prioritas bisnis utama bagi perusahaan-perusahaan di Indonesia, diikuti oleh keberlanjutan (75%) dan peningkatan produktivitas/efisiensi (65%).
Seiring dengan maraknya tren transformasi digital ini, dampak dari terputusnya akses pusat pun berpotensi memberikan dampak terhadap perekonomian.
Yang menarik, studi Passler juga mengungkapkan bahwa sebagian besar pemimpin TI (sekitar 82%) di industri teknologi, telekomunikasi, dan pusat data menyatakan bahwa mereka telah memiliki strategi pusat data yang berkelanjutan. Salah satu strategi tersebut adalah menerapkan solusi IT monitoring untuk meminimalkan downtime dan memastikan kelancaran kegiatan operasional.
Solusi monitoring dirancang untuk memantau infrastruktur jaringan pusat data secara real-time dan dapat membantu organisasi mendeteksi potensi kendala pada pusat data sebelum menjadi masalah.
Seiring berjalannya waktu, menurut temuan Paessler, bisnis semakin menyadari manfaat dari solusi pemantauan TI secara real-time (lebih dari 90% bisnis di berbagai sektor), dan 90% bisnis telah menjadikan strategi TI yang berkelanjutan sebagai prioritas utamanya..
Menurut Paessler, beberapa manfaat dari solusi IT monitoring adalah kontrol yang lebih baik, pemantauan terhadap infrastruktur dan proses TI di tempat yang sama, sekaligus mendapatkan insights yang lebih komprehensif terkait jaringan, memungkinkan untuk menghemat waktu dan biaya dalam prosesnya.
Menurut laporan tersebut, masih banyak bisnis di Indonesia yang melihat keberlanjutan dan profitabilitas sebagai sesuatu yang bertentangan. Padahal jika kedua hal tersebut diukur dengan menggunakan solusi monitoring, maka tidak hanya dapat membantu untuk mengukur jumlah sumber daya yang dapat dihemat (95%), tapi organisasi juga dapat mengevaluasi kebutuhan peralatan TI yang tepat (100%), serta mengoptimalkan konsumsi energi (100%).
"Dengan memberikan tinjauan terpusat terhadap seluruh infrastruktur pusat data, solusi monitoring yang menyeluruh dapat mendukung program pemeliharaan preventif dengan memonitor sensor dan perangkat IoT yang menyediakan data secara real-time," tutup Felix Berndt.
Penulis | : | Liana Threestayanti |
Editor | : | Liana Threestayanti |
KOMENTAR