Para tenaga ahli dan analisis Microsoft mengungkapkan agen-agen intelijen China menggunakan teknologi artificial intelligence (AI) generatif atau kecerdasan buatan
untuk menciptakan konten-konten viral di media sosial guna memecah-belah pemilih Amerika Serikat (AS).
"Kami meminta masyarakat tetap waspada terhadap ancaman digital yang semakin canggih dari China dan Korea Utara," kata Clint Watts (Manajer Umum dari Microsoft Threat Analysis Center).
Agen mata-mata China telah menyebarkan konten-konten foto berbasis AI untuk mengecoh pemilih AS dan memicu pertikaian di antara mereka. Microsoft juga mengungkapkan akun-akun media sosial yang berhubungan erat dengan Partai Komunis China mulai mengunggah gambar-gambar AI seperti poster yang terkait dengan gerakan Black Lives Matter.
Clint Watts mengatakan China telah memanfaatkan media visual yang dihasilkan AI dalam kampanye yang luas. "Propaganda China ini fokus pada isu-isu politik yang kontroversial, seperti kekerasan senjata, serta mencemarkan nama tokoh-tokoh dan simbol-simbol politik AS," ujarnya seperti dikutip Business Insider.
Microsoft juga memberikan contoh penggunaan gambar poster yang menggambarkan Patung Liberty yang memegang senapan serbu dengan teks "Dewi Kekerasan".
"Kami memperkirakan China akan terus mengembangkan teknologi ini seiring berjalannya waktu. Meskipun kita masih harus melihat bagaimana dan kapan China akan menerapkannya dalam skala besar," katanya.
Juru bicara Kedutaan Besar China di Washington DC, Liu Pengyu, membantah tuduhan tersebut. Ia mengatakan bahwa beberapa media barat dan lembaga pemikir telah menuduh China menggunakan AI menciptakan media sosial palsu dalam upaya untuk campur tangan dalam politik AS.
"Tuduhan ini adalah prasangka dan spekulasi yang tidak benar serta bertentangan dengan pemerintah China," ujarnya.
Firma riset keamanan siber Mandiant juga mengungkapkan bahwa agen intelijen China juga membayar individu di Washington DC untuk melakukan protes terhadap larangan pemerintah AS terhadap produk-produk yang berasal dari wilayah Xinjiang.
"Video protes ini diperkuat melalui akun media sosial yang digunakan oleh para pelaku," ujarnya.
Pada 29 Agustus, perusahaan media sosial Meta juga memberikan peringatan terkait kampanye pengaruh China yang menyebarluaskan informasi palsu melalui lebih dari 7.700 akun Facebook, 950 halaman Facebook, 15 grup Facebook, dan 15 akun Instagram. Akhirnya, Meta menghapus semua akun-akun tersebut.
Baca Juga: Google Minta Pengiklan Politik Transparan Jika Kontennya Buatan AI
Baca Juga: Mozilla Sindir Microsoft Latih AI Pakai Data Pribadi Pengguna
Source | : | Business Insider |
Penulis | : | Adam Rizal |
Editor | : | Adam Rizal |
KOMENTAR