Di sisi lain, solusi berbasis LLM seperti ChatGPT dapat dijadikan pondasi dalam mengembangkan AI yang lebih kontekstual. “Teknologi LLM ini boleh dibilang knowledge base yang membawa seluruh isi internet,” tambah Irzan. Namun agar memahami konteks sesuai kebutuhan perusahaan, teknologi LLM ini bisa dipadukan dengan data internal perusahaan (seperti data industri, target industri, performa bisnis, dan lain sebagainya). Dengan begitu, akan tercipta AI yang memahami konteks bisnis.
Implementasi hal tersebut bisa dilihat dari chatbot salah satu perusahaan kosmetik. Chatbot ini memiliki kemampuan memahami bahasa percakapan sehari-sehari sekaligus seluruh lini produk perusahaan kosmetik tersebut.
Dengan begitu, chatbot ini bisa melayani konsultasi dengan pelanggan menggunakan bahasa sehari-hari. Karena paham seluruh lini produk kosmetik, ini dapat memberikan informasi dan rekomendasi produk yang sesuai. “Chatbot ini bisa menanggapi pertanyaan, merespon balik, bahkan bisa menjawab harga setiap produk,” ungkap Irzan.
Mempersiapkan Data untuk Implementasi AI
Sementara menurut Herman Santoso (Senior Sales Engineer, Snowflake), implementasi AI sebenarnya adalah hasil formulasi dari tiga komponen utama, yaitu infrastruktur, data, serta algoritma. Infrastruktur ini adalah hardware yang digunakan untuk memproses data, sementara data adalah kumpulan informasi yang kita miliki. “Dari infrastruktur dan data, kita sebenarnya sudah bisa melakukan analisis, namun sifatnya historical analysis,” ungkap Herman.
Agar data menjadi prediksi, dibutuhkan algoritma yang menggunakan persamaan matematika untuk mengkonversi data yang ada. “Jadi AI memungkinkan kita membuat prediksi, seperti berapa kira-kira proyeksi penjualan ke depan, atau apakah sebuah transaksi itu fraud atau tidak,” ungkap Herman.
Jika melihat tiga komponen tersebut, faktor terbesar yang membedakan tiap organisasi adalah data. “Infra dan algoritma relatif tidak jauh berbeda, hanya data yang membuat kita unik,” tambah Herman. Karena itu, penting bagi setiap organisasi untuk mengelola data dengan baik.
Solusi Snowflake sendiri akan memudahkan perusahaan mengorganisir data serta mengimplementasikan AI. Salah satunya adalah mengatasi masalah data silo (atau data yang tersebar di banyak tempat) yang umum dialami organisasi. Data perusahaan dari berbagai sumber dan berbagai format (termasuk unstructured data), dapat dikonsolidasi dalam satu platform. “Snowflake menyediakan platform untuk mengintegrasikan dan mengkonsolidasikan semua tipe data yang bervariasi, sehingga tercipta single source of truth,” ungkap Herman.
Ketika data sudah terintegrasi, berbagai aksi pun bisa dilakukan di atasnya. Kelebihan solusi Snowflake adalah data dapat dimanfaatkan tanpa harus menduplikasi data tersebut. Contohnya untuk membagi insight dengan pemangku kepentingan lain, data bisa langsung diakses tanpa melalui proses ETL (Extract, Transform, Load). Jika tim aplikasi ingin membangun aplikasi berbasis AI, mereka juga bisa melakukan di atas data yang sama tanpa harus memindahkan data itu keluar dari platform Snowflake.
Hal lain yang unik, Snowflake juga menggunakan AI di dalam platformnya untuk memudahkan bagian non-teknis dalam memanfaatkan data. Menggunakan API dari OpenAI, karyawan non-teknis bisa menggunakan bahasa sehari-hari untuk mendapatkan insight dari data. Seperti didemonstrasikan Herman, kita bisa mengetikkan “Institusi mana yang menghasilkan revenue paling tinggi di tahun 2020?”, dan platform Snowflake akan menjawab berdasarkan dataset yang ada.
Penulis | : | Wisnu Nugroho |
Editor | : | Wisnu Nugroho |
KOMENTAR