Kementerian Komunikasi dan Informatika secara konsisten menjalankan program literasi digital masyarakat.
Terhitung sejak tahun 2017 hingga 7 November 2023, Program Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) sudah diikuti oleh sebanyak 5.923.983 peserta dari seluruh wilayah Indonesia.
Wamenkominfo (Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika) Nezar Patria menyatakan Kementerian Kominfo terus berupaya meningkatkan pengetahuan dan pemahaman kepada masyarakat tentang perkembangan digitalisasi dan dampaknya, termasuk Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan.
"Dalam program tersebut, literasi penggunaan AI juga menjadi salah satu fokus perhatian Kementerian Kominfo. Jadi, literasi tentang AI termasuk dalam gerakan literasi digital juga," jelasnya dalam Talk Show Revolusi AI: Asisten Virtual di Universitas Binus, Jakarta Barat, yang digelar beberapa waktu lalu.
Menurut Nezar, lewat Program GNLD, Kementerian Kominfo menargetkan agar masyarakat lebih aware mengenai dampak dan potensi dari penggunaan AI.
"Selain itu, terdapat juga Program Digital Talent Scholarship (DTS) hadir untuk memberikan pelatihan keahlian teknologi digital seperti artificial big data analytics dan digital marketing," ungkapnya.
Penggunaan Teknologi AI Perlu Diatur
Nezar juga menekankan kehadiran teknologi AI tidak hanya membawa dampak positif bagi masyarakat global, tetapi juga berdampak negatif.
"Munculnya konten seperti Presiden Jokowi yang berbicara menggunakan bahasa Mandarin yang disunting menggunakan deep fake, misinformasi dan disinformasi, persoalan pelanggaran hak cipta dan masalah diskriminasi merupakan beberapa contoh penggunaan AI yang menimbulkan keresahan publik," ungkapnya.
Oleh karena itu, ia menekankan pemanfaatan teknologi AI perlu diatur agar tidak menimbulkan dampak yang merugikan bagi masyarakat.
"Pengaturan soal AI ini menjadi satu keniscayaan dan melibatkan begitu banyak pihak yang punya konsen yang sama," tandasnya.
Menurut Wamenkominfo, berbagai macam persoalan akibat AI membuat banyak negara memikirkan satu kerangka peraturan agar teknologi baru itu bisa memberikan lebih banyak manfaat dan memitigasi risiko.
Nezar menyatakan pemanfaatan teknologi AI di Indonesia seirama dengan pemakaian AI yang masif secara global baik di bidang kesehatan, transportasi dan lainnya.
"Sikap Indonesia juga demikian. Kita memanfaatkan AI sebesar-besarnya untuk memajukan inovasi-inovasi di bidang teknologi digital tetapi kita juga melakukan sejumlah mitigasi risiko yang diakui sebagai dampak negatif yang muncul dari pemakaian AI yang tidak etis dan tidak bertanggung jawab," tuturnya.
Untuk mengantisipasi berbagai macam risiko dan dampak negatif pemanfaatan AI, Kementerian Kominfo akan mengeluarkan Surat Edaran Pedoman Etik penggunaan AI.
Pedoman itu akan menjadi acuan bagi para pelaku usaha yang menggunakan teknologi AI.
"Kominfo merasa saatnya mengeluarkan surat edaran itu sebelum kita berangkat pada regulatori framework yang lebih lengkap. Karena kita tidak mau membatasi inovasi. Biar terus berjalan. Yang kita lakukan adalah memaksimalkan benefitnya dan meminimalkan risikonya," jelas Wamenkominfo.
Lebih lanjut Nezar menjelaskan surat edaran tersebut bukan merupakan aturan hukum. Namun, Pemerintah mengimbau agar pelaku usaha yang menggunakan teknologi AI selalu merujuk pada aspek inklusifitas, transparansi keamanan, demokrasi dan akuntabilitas.
"Ini penting untuk dirujuk oleh para pelaku usaha yang menggunakan AI. Mudah-mudahan desember ini kita bisa selesaikan kalau beberapa isu di dalam pengaturan etik ini bisa kita rumuskan," tandasnya.
Baca Juga: Lintasarta Pakai Teknologi AI Tingkatkan Kualitas Pelayanan Pelanggan
Baca Juga: Microsoft Upgrade Kemampuan Copilot dengan GPT-4 Turbo dan DALL-E 3
Penulis | : | Rafki Fachrizal |
Editor | : | Rafki Fachrizal |
KOMENTAR