Menteri Komunikasi dan Informatika, Budi Arie Setiadi, menyatakan pemanfaatan teknologi seperti AI (artificial intelligence) memiliki potensi besar untuk peningkatan layanan di sektor kesehatan.
“Inovasi teknologi seperti AI dan data analytics mampu meningkatkan efisiensi diagnosis dan rekomendasi medis kepada pasien dengan cepat dan aksesibel, membantu tenaga kesehatan melakukan tindakan medis hingga meningkatkan kualitas layanan kesehatan,” ungkapnya beberapa waktu lalu.
Menkominfo menjelaskan adopsi teknologi digital dalam patologi anatomi telah mentransformasi proses histopatologi.
Dulu memerlukan penggunaan mikroskop secara manual, kini menjadi sistem patologi digital.
Menurutnya, sistem patologi digital seperti pencitraan digital, mikroskop virtual, hingga Whole Slide Imaging (WSI) juga telah memungkinkan para patolog bekerja dengan gambar resolusi tinggi dari sampel jaringan secara elektronik.
“Sistem patologi digital turut memberikan kemudahan dalam memfasilitasi konsultasi jarak jauh, kolaborasi antara ahli dan penyimpanan data yang lebih efisien,” tuturnya.
Pandemi Covid-19 juga telah membuka luas adopsi teknologi digital di bidang kesehatan. Menteri Budi Arie menyatakan hal itu dapat dilihat dari kebutuhan layanan kesehatan yang cepat dan akurat telah mendorong berbagai inovasi teknologi.
“Namun, di balik beragam manfaat tersebut, pemanfaatan AI pada dunia kesehatan juga dihadapkan pada beberapa tantangan,” ujarnya.
Menurut Menkominfo ada lima dampak penyalahgunaan teknologi AI, pertama, munculnya potensi pelanggaran prinsip pelindungan data pribadi pasien akibat ketidaksiapan infrastruktur dan tata kelola data.
Kedua, biaya yang relatif tinggi dalam proses adopsi AI. Dan ketiga mengakibatkan adanya potensi miskonsepsi penggunaan artificial intelligence dengan anggapan AI lebih kredibel dan efisien konsultasi medis tanpa penegakan diagnosis dari tenaga kesehatan.
“Potensi pelanggaran berikutnya yang akan muncul yaitu terdapat bias dalam sistem AI apabila data yang digunakan untuk machine learning tidak representative terhadap semua populasi, sehingga bisa merugikan kelompok marginal. Terakhir, belum adanya regulasi dan aturan hukum tentang pemanfaatan teknologi AI di bidang kesehatan,” pungkasnya.
Baca Juga: Siap-siap! Bakal Banyak Korban PHK Akibat Adopsi AI Tahun Depan
Baca Juga: Perusahaan AI China ini Mampu 'Hidupkan' Kembali Orang Meninggal
Penulis | : | Rafki Fachrizal |
Editor | : | Rafki Fachrizal |
KOMENTAR