Kehadiran teknologi Artificial Intelligence sering dianggap sebagai ancaman. Dengan semakin pintarnya AI, semakin banyak pekerjaan manusia yang potensial untuk digantikan.
Namun jangan salah, teknologi AI sebenarnya juga membuka lapangan pekerjaan baru. Laporan The World Economic Forum memprediksi, lapangan pekerjaan seputar AI akan meroket dalam beberapa tahun ke depan. Sampai tahun 2027, kebutuhan talenta di sektor teknologi AI akan tumbuh 40%, atau tertinggi dibanding sektor lain. Sebagai perbandingan, peringkat kedua adalah pekerjaan seputar sustainability.
Dari terminologi besar AI, secara spesifik area machine learning akan mendominasi jika dilihat dari nilai pasar. Nilai pasar machine learning diprediksi mencapai US$354,6 miliar di tahun 2027, atau 69,35% dari total pasar AI keseluruhan. Sisanya terbilang merata, mulai dari Natural Language Processing (NLP), Autonomous and sensor, computer vision, dan AI robotic.
Meroketnya kebutuhan talenta di bidang AI tidak lepas dari semakin tingginya pemanfaatan AI di dunia bisnis. Tahun 2024 ini saja, diprediksi 314 juta pengguna akan menggunakan layanan berbasis AI. Di tahun 2027, angkanya bisa mencapai 500 juta pengguna di seluruh dunia. Karena itu, otomatis kebutuhan talenta di bidang AI juga akan meningkat.
Ancaman AI terhadap Lapangan Pekerjaan
Akan tetapi, dampak negatif AI terhadap lapangan pekerjaan memang nyata. Studi McKinsey Global Institute memprediksi, setidaknya 14% karyawan di seluruh dunia harus siap-siap ganti profesi akibat digantikan teknologi AI. Customer Service, resepsionis, atau salespeople menjadi profesi yang rentan digantikan oleh teknologi AI. Sementara Forbes memprediksi, di tahun 2025, dua juta pekerja pabrik juga berpotensi kehilangan pekerjaan akibat kemajuan teknologi AI.
Yang mengkhawatirkan dari fenomena ini adalah, teknologi AI akan berdampak besar ke lapangan pekerjaan di area low skills. Padahal, pekerja di area ini relatif lebih sulit untuk beralih ke skills lain. Apalagi, pekerjaan yang tersedia membutuhkan tingkat keahlian yang lebih tinggi dibanding sebelumnya. Hal ini berpotensi menciptakan ketidakmerataan kesempatan kerja yang lebih masif di masa depan.
Lalu, apa yang harus kita lakukan untuk mempersiapkan diri di era AI? Nexford University memiliki beberapa saran. Yang utama adalah selalu siap belajar ilmu baru (lifelong learning). Merujuk data di atas, keahlian seputar AI akan terus meningkat di masa depan. Jadi bersiaplah untuk memperdalam keahlian seputar AI.
Saran lainnya adalah meningkatkan soft skills seputar emosi dan kreativitas. Sepintar-pintarnya AI, teknologi ini tidak akan (atau belum akan) dapat menggantikan sisi humanis. Saran lain adalah menjadi spesialis di bidang yang spesifik, sehingga kita bisa memiliki nilai lebih di industri.
Nah, siap untuk bersaing di era AI?
Penulis | : | Wisnu Nugroho |
Editor | : | Wisnu Nugroho |
KOMENTAR