Kasus penipuan yang dilakukan robocall di Amerika Serikat (AS) meningkat drastis, menyusul kemajuan teknologi artificiaI intelligence (AI) atau kecerdasan buatan yang mampu mengkloning suara, bahkan suara Presiden AS Joe Biden.
“Voting this Tuesday only enables the Republicans in their quest to elect Donald Trump again. Your vote makes a difference in November, not this Tuesday,” begitu yang didengar korban via telepon.
Baru-baru ini oknum yang tidak bertanggungjawab melancarkan kampanye penipuan yang menyasar pemilih dengan pesan rekaman palsu yang mengaku sebagai Presiden Biden. Suara kloningan AI itu menekankan pentingnya memberikan suara dalam pemilihan pendahuluan.
Kampanye fiktif itu memberikan peringatan bahwa teknologi AI sangat berbahaya dan dapat dengan mudah mengelabui masyarakat umum. Apalagi teknologi AI sangat mudah disalahgunakan oleh penipu. Data menunjukkan lonjakan panggilan robocall dan robotext di AS, mencapai 78 miliar panggilan dan 225 miliar pesan teks robot per tahun, meningkat lebih dari 50 persen dari tahun sebelumnya.
Modusnya, penipu menggunakan robocall dan mengaku-ngaku berasal dari lembaga pemerintah dan memintah nomor keamanan sosial, pajak, atau Medicare untuk mengecoh korban. Dengan kemajuan AI, penipu dapat mengkloning suara seseorang untuk melakukan penipuan lebih efektif.
“Risikonya nyata, peretas potensial dapat mencuri identitas Anda, mengakses akun pribadi mulai dari media sosial hingga perbankan, dan melarang Anda mengakses informasi pribadi Anda sendiri,” kata Sarah McConomy, chief operating officer SellCell.com, yang melakukan penelitian.
Kerugian akibat penipuan telepon mencapai 65 miliar dolar AS pada tahun 2021, dengan perkiraan hampir 200 dolar AS per warga Amerika. Texas menjadi negara bagian paling banyak menerima robocall, diikuti oleh Georgia, Ohio, North Carolina, dan Illinois.
Untuk melawan penipuan ini, Federal Communications Commission (FCC) telah mengambil langkah-langkah untuk mengidentifikasi dan menindak pelaku penipuan robocall. Pengguna ponsel juga diminta untuk mengambil langkah-langkah pencegahan, termasuk mendaftarkan nomor mereka di daftar Nasional Do Not Call untuk mengurangi panggilan dan teks yang tidak diinginkan.
Warga AS juga menerima 78 miliar robotext dan 31 miliar robocall antara Januari dan Juni tahun lalu, menurut laporan SellCell. Laporan itu juga memproyeksikan bahwa hingga akhir 2023, warga Amerika dapat kehilangan hingga 90 miliar dolar AS (Rp 1.425 triliun) akibat penipuan telepon, tetapi mengonfirmasi bahwa robocall menyumbang 65 miliar dolar AS dalam kerugian keuangan.
“Jika para penelepon terus melakukan panggilan ilegal yang menargetkan konsumen, kami siap menggunakan setiap alat di kotak peralatan kami untuk menonaktifkannya dan menuntut para pelanggar ini bertanggung jawab,” kata Chairwoman FCC, Jessica Rosenworcel.
Tim respons robocall FCC telah mengeluarkan sejumlah peringatan berhenti dan mengatakan pelanggar bisa dihukum hingga satu tahun penjara, dikenakan denda 20.000 dolar AS (Rp316,7 juta) karena memalsukan caller ID, dan hukuman penjara lebih lama bagi pelanggar berulang.
Pengguna ponsel dapat mengalami tanda-tanda bahwa ponsel mereka telah diretas termasuk baterai cepat habis, popup atau aktivitas spam, dan jika ponsel berjalan lebih lambat dari biasanya. Untungnya, ada langkah-langkah yang bisa diambil orang untuk memblokir panggilan dan teks robocall yang tidak diinginkan, menurut FCC yang telah menetapkan daftar Nasional Do Not Call untuk nomor rumah dan nomor seluler.
Baca Juga: Bantu Klien Manfaatkan AI, Alibaba Cloud Luncurkan Solusi Nirserver
Baca Juga: Tak Lagi Medsos, Meta Fokus Kembangkan Teknologi AGI di Masa Depan
Penulis | : | Adam Rizal |
Editor | : | Adam Rizal |
KOMENTAR