Mengambil bagian pada SCSE (Smart City Summit & Expo) 2024, METAEDU Smart Education Expo 2024 telah berlangsung sejak 19 sampai 22 Maret 2024 lalu di Taipei, Taiwan. Merupakan pameran pendidikan pintar, METAEDU Smart Education Expo 2024 juga mengedepankan AI (artificial intelligence — kecerdasan buatan) seperti halnya SCSE 2024. METAEDU Smart Education Expo 2024 menyelenggarakan AI Education Summit dan menghadirkan belasan peserta yang memamerkan berbagai solusi/produk/layanannya. Via Smart Education Expo 2024, METAEDU menegaskan fokusnya dalam menggunakan aneka teknologi baru untuk membentuk masa depan pendidikan serta membentuk suatu pendekatan yang lebih inovatif dalam belajar.
Secara spesifik mengambil tema “AI Education”, sejumlah peserta METAEDU Smart Education Expo 2024 pun mengedepankan AI pada aneka solusi/produk/layanannya — selanjutnya disebut solusi saja. Adapun AI Education Summit membahas bagaimana perkembangan pendidikan perihal AI di beberapa negara di Asia Tenggara. Baik berbagai solusi yang ditawarkan peserta METAEDU Smart Education Expo 2024 maupun informasi dari AI Education Summit, para pengunjung maupun peserta bisa mendapatkan insight untuk memajukan pendidikan. METAEDU yang merupakan program dari ADI (Administration for Digital Industries), memang bertujuan untuk membuat industri edtech (education technology — teknologi pendidikan) Taiwan dikenal dan diakui secara internasional.
Yang Sun – Yi (Section Chief, Administration for Digital Industries) menyebutkan bahwa Pemerintah Taiwan, melalui Ministry of Digital Affairs Taiwan dus ADI — Ministry of Digital Affairs Taiwan membawahi ADI, mengharapkan agar AI tidak hanya berkembang dalam banyak bidang melainkan juga bisa membantu industri edtech. Dengan kata lain, AI diharapkan bisa digunakan memajukan pendidikan dan sejalan dengan itu memajukan industri edtech.
AI Education Summit
Terdapat lima negara Asia Tenggara yang membagikan bagaimana pendidikan perihal AI bisa diterapkan dalam sekolah pada AI Education Summit, yakni Indonesia, Singapura, Filipina, Thailand, dan Malaysia. Sebagian dari perwakilan negera-negara yang dimaksud adalah dari SEAMEO (Southeast Asian Ministers of Education Organization). Indonesia diwakili oleh Dr. Gatot Hari Priowirjanto (Managing Director, SEAMEO Indonesian Centre), Singapura oleh Oliver Tian (Honorary Advisor, Asia Pacific Assistive Robotics Association), Filipina oleh Atty. Ira Paulo Pozon (Chief of Staff and Chief Legal Counsel SEAMEO INNOTECH), Thailand oleh Dr. Kritsachai Somsaman (Director, SEAMEO STEM-ED), dan Malaysia oleh Richard Chung (General Manager, Penang STEM).
Indonesia
Mengambil judul “Metaverse Development & Artificial Intelligence in Indonesia”, Dr. Gatot Hari Priowirjanto membagikan perihal perkembangan metaverse dan AI generatif (generative AI) dalam membantu pendidikan di tanah air. Secara lebih spesifik, Dr. Gatot Hari Priowirjanto menyebutkan metaverse bisa membantu para guru dan murid dari berbagai sekolah untuk berkolaborasi perihal pembelajaran, sedangkan AI generatif bisa membantu siswa dalam belajar.
Perihal AI generatif, yang dibagikan adalah GEMA-GPT. GEMA-GPT adalah aplikasi yang dikembangkan memanfaatkan ChatGPT dengan penambahan basis data dari Dr. Gatot Hari Priowirjanto dan tim. Terdapat sejumlah area yang menjadi andalan GEMA-GPT — sesuai dengan penambahan basis data, antara lain technopreneur, hukum, perikanan, STEM (science, technology, engineering, and mathematics — sains, teknologi, rekayasa, dan matematika), otomotif, serta kakao.
Dengan GEMA-GPT pengajar hukum misalnya bisa bertanya dan mendapatkan informasi terkini mengenai suatu aturan hukum. Begitu pula pengajar dan siswa perikanan contohnya bisa bertanya ke GEMA-GPT dan beroleh informasi mengenai cara mempersiapkan ikan lele dengan biaya yang hemat. Melalui AI generatif, Dr. Gatot Hari Priowirjanto menilai berbagi praktik terbaik (best practices) bisa dilakukan dengan lebih efisien. Bahkan, ia meyakini waktu yang diperlukan untuk lulus sekolah kejuruan plus sekolah tinggi (D4) bisa dipersingkat dengan AI generatif tanpa menurunkan kompetensi: dari 7 tahun (3 tahun + 4 tahun) menjadi 3 sampai 4 tahun.
Sementara, metaverse diyakini bisa menjadi solusi akan kondisi Indonesia yang memiliki sekolah yang tersebar di ribuan pulau. Tentunya tidak mudah untuk mengumpulkan para guru dan murid dari berbagai sekolah yang tersebar itu ke satu tempat untuk berkolaborasi. Dengan metaverse: kumpulan ruang virtual, para guru dan murid dari aneka lokasi bisa berkumpul dengan mudah dan hemat biaya untuk kemudian mendapatkan pembaruan terkini, meningkatkan keahlian, berbagi pengetahuan, mengunjungi pameran yang digelar, melihat fasilitas sekolah, dan lainnya.
Memang melalui konferensi video konvensional pengumpulan seperti yang dimaksud bisa dilakukan, tetapi metaverse menawarkan interaksi yang lebih luas. Metaverse tidak hanya mendukung konferensi melainkan juga berbagai kegiatan lain menyerupai yang dilakukan di dunia nyata. Selain itu, pembelajaran akan metaverse juga membuat para guru dan murid dari berbagai sekolah yang terlibat menjadi memiliki keahlian akan metaverse itu. Apalagi, sekolah-sekolah yang berpartisipasi mengembangkan pula metaverse-nya masing-masing.
Penulis | : | Cakrawala Gintings |
Editor | : | Rafki Fachrizal |
KOMENTAR