Indonesia terus memperkokoh posisinya sebagai pemimpin ekonomi digital di Asia Tenggara. Dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi digital yang diperkirakan mencapai hingga 360 miliar dolar AS pada tahun 2030, negara ini menghadapi tantangan besar dalam menjaga keamanan siber di tengah meningkatnya ancaman digital.
Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) mencatat lebih dari 122,79 juta anomali lalu lintas internet terjadi antara Januari hingga Agustus 2024, dengan 72,77 juta insiden serangan malware. Data ini menegaskan pentingnya strategi pertahanan siber yang lebih kuat guna melindungi bisnis, infrastruktur, dan masyarakat Indonesia dari ancaman yang semakin kompleks.
Ancaman Siber 2025: AI dan Kejahatan Digital Semakin Canggih
Menurut laporan terbaru Fortinet, serangan siber pada tahun 2025 akan semakin berkembang seiring dengan kemajuan teknologi. Edwin Lim, Country Director Fortinet Indonesia, menjelaskan bahwa teknologi kecerdasan buatan (AI) menjadi pedang bermata dua dalam dunia siber.
Edwin Lim, Country Director, Fortinet Indonesia mengungkapkan "AI mempercepat deteksi ancaman dan respons keamanan, namun juga memungkinkan penjahat siber untuk menciptakan serangan yang lebih canggih. Deepfake, phishing berbasis AI, serta malware polimorfik menjadi tantangan utama bagi dunia bisnis dan pemerintah,” ujar Edwin.
Selain AI, peningkatan Cybercrime-as-a-Service (CaaS) turut memperburuk situasi. Para pelaku kejahatan kini dapat membeli layanan peretasan otomatis, termasuk Ransomware-as-a-Service dan DDoS-as-a-Service, yang semakin mempermudah serangan bahkan bagi pelaku non-teknis.
"Kami melihat tren peningkatan konvergensi antara dunia digital dan fisik. Infrastruktur penting seperti rumah sakit dan jaringan listrik semakin menjadi target serangan hybrid yang menggabungkan gangguan fisik dengan sabotase digital,” tambahnya.
Strategi Pertahanan: Empat Pilar Keamanan Siber
Dalam menghadapi tantangan ini, Edwin menekankan pentingnya empat pilar utama untuk memperkuat ketahanan siber Indonesia:
Teknologi: Penggunaan platform keamanan berbasis AI, otomatisasi, dan arsitektur Zero Trust menjadi kunci dalam deteksi serta mitigasi ancaman secara real-time.
Talenta: "Indonesia masih memiliki kesenjangan besar dalam keterampilan keamanan siber. Fortinet telah bermitra dengan universitas seperti UGM, ITS, dan UMN untuk melatih lebih banyak profesional di bidang ini," ujar Edwin. Program ini sejalan dengan target global Fortinet untuk melatih satu juta tenaga ahli siber hingga 2026.
Kerja Sama: Ancaman siber lintas negara memerlukan kolaborasi antara pemerintah, industri, dan komunitas global guna meningkatkan pertukaran intelijen serta respons terhadap serangan.
Kepercayaan: Transparansi dalam praktik keamanan siber dan kepatuhan terhadap standar internasional dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat dan dunia usaha terhadap ekosistem digital nasional.
"Membangun pertahanan siber yang tangguh bukan hanya tentang teknologi, tetapi juga tentang membentuk kolaborasi dan kesiapan sumber daya manusia. Dengan pendekatan ini, Indonesia dapat mempertahankan kepemimpinannya dalam ekonomi digital di kawasan," tutup Edwin.
Dengan strategi yang kuat dan langkah konkret, Indonesia semakin siap menghadapi tantangan keamanan siber 2025 dan memastikan pertumbuhan ekonomi digitalnya tetap aman dan berkelanjutan.
Penulis | : | Adam Rizal |
Editor | : | Adam Rizal |