Situasi Terbalik
Akan tetapi, Intel ternyata tidak mampu memanfaatkan keunggulan tersebut. Ada banyak penyebabnya. Salah satunya adalah turunnya pasar PC yang digerus kepopuleran smartphone. Fenomena ini coba dijawab Intel dengan masuk ke segmen mobile devices.
Intel sebenarnya bisa cepat masuk ke segmen mobile ini jika mau membuat prosesor berbasis mikroarsitektur ARM (yang cocok dengan segmen mobile karena lebih irit daya). Akan tetapi, Intel lebih memilih masuk ke segmen mobile devices dengan tetap menggunakan mikroarsitektur x86 milik mereka. Meski telah melakukan berbagai optimasi, desain x86 tetap tidak mampu menurunkan konsumsi dayanya. Intel pun akhirnya menarik dari segmen mobile di tahun 2016.
Karena fokus masuk ke segmen smartphone, Intel lalai mempertahankan keunggulan di sisi fabrikasi. Selama ini, Intel berhasil menjadi yang terdepan di teknologi fabrikasi mulai era 90nm, 45nm, sampai 14nm (Sebagai informasi, angka nanometer menunjukkan jarak antar chip di dalam prosesor. Semakin kecil fabrikasi, semakin banyak chip yang bisa dimampatkan dalam ruang yang sama, yang berarti prosesor yang lebih cepat atau lebih banyak fitur).
Akan tetapi Intel kesulitan menembus angka era 10nm, yang membuatnya terkejar oleh pabrikan lain seperti Samsung, TSMC, dan Global Foundries. Hal ini pun membuka peluang bagi AMD untuk “menggoyang” dominasi Intel. Tanda-tandanya bisa dilihat dari kemunculan prosesor AMD Ryzen pada April 2018 kemarin.
Menggunakan desain mikroarsitektur baru Zen dan fabrikasi 12nm, Ryzen berhasil menunjukkan performa yang bersaing dengan prosesor Intel. Prosesor Intel memang unggul dari sisi performa clock-per-clock, namun AMD Ryzen menawarkan jumlah core yang lebih tinggi—salah satunya karena fabrikasi 12nm itu.
Prospek Intel ke depan pun bisa dibilang tak menggembirakan. Intel baru saja mengonfirmasi, prosesor berbasis 10nm mereka kembali ditunda dan baru akan muncul di tahun 2019. Sementara pada pagelaran Computex tersebut, AMD mengumumkan akan merilis prosesor berbasis 7nm di awal 2019 ini.
Prosesor berbasis 7nm ini awalnya akan muncul di lini prosesor AMD EPYC yang ditujukan untuk segmen data center. Hal ini tentu saja menambah kekhawatiran Intel mengingat segmen enterprise selama ini menjadi andalan mereka.
Di tengah kesulitan itu, Intel kembali didera masalah menyusul mundurnya sang CEO, Brian Krzanich. Mundurnya Krzanich disebabkan pelanggaran kode etik akibat terlibat kasus asmara. Akan tetapi, mundurnya Krzanich mungkin menjadi berkah tersendiri bagi Intel. Di bawah kepemimpinan CEO baru, siapa tahu Intel kembali merebut tampuk kepemimpinan di dunia prosesor.
Artikel ini adalah bagian dari isi Majalah InfoKomputer edisi Juli 2018. Ingin membaca artikel berkelas lainnya dari InfoKomputer? Silakan berlangganan di sini.
Penulis | : | Wisnu Nugroho |
Editor | : | Wisnu Nugroho |
KOMENTAR