Banyak pihak yang mengasosiasikan teknologi blockchain dengan bitcoin. Maklum, bitcoin
memang lahir dari teknologi blockchain. Namun jika ditilik lebih dalam, blockchain sebenarnya
bisa dimanfaatkan di banyak hal selain bitcoin.
Untuk mengetahui alasannya, mari kita belajar sedikit mengenai teknologi blockchain.
Secara sederhana, blockchain adalah database yang mencatat setiap transaksi atau
kejadian. Namun berbeda dengan database konvensional, blockchain dibangun dengan
dasar desentralisasi. Artinya, data yang dicatat jaringan blockchain tersebar di banyak titik (atau
biasa disebut node) sehingga tidak mungkin hilang atau down.
Dibanding database biasa, blockchain juga memiliki kelebihan di sisi akurasi data. Pasalnya,
setiap terjadi transaksi baru, sistem blockchain akan mengecek keabsahan transaksi baru
tersebut di semua node yang ada. Jika transaksi baru ini sudah sesuai sesuai persyaratan
(seperti dilakukan oleh pihak yang berhak), transaksi tersebut menjadi sebuah blok yang
kemudian disatukan dengan transaksi sebelumnya.
Deretan blok transaksi ini kemudian sambung-menyambung membentuk rantai transaksi (yang
menjelaskan mengapa disebut blockchain). Setiap blok transaksi sendiri tersambung oleh
sistem algoritma yang rumit dan saling mempengaruhi. Contohnya ketika seseorang ingin
mengubah nilai transaksi di blok C, ia harus juga mengubah nilai transaksi di blok B. Padahal,
nilai transaksi di blok B juga tergantung nilai transaksi blok A.
Dengan begitu, akan sangat sulit bagi satu pihak untuk mengubah data yang sudah masuk sistem blockchain.
Berikut infografik yang menggambarkan cara kerja blockchain.
Implementasi di Walmart
Karena masih terbilang baru, implementasi teknologi blockchain di dunia bisnis nyata memang masih jarang. Namun salah satu yang bisa menjadi referensi adalah implementasi di Walmart, salah satu perusahaan retail terbesar di AS. Seperti diungkapkan Frank Yiannis (VP of Food Safety Walmart) kepada Computerworld, Walmart menggunakan blockchain untuk mengelola sistem distribusi produk pangan yang berasal dari petani dan supplier, utamanya dikaitkan dengan kesehatan produk tersebut.
Frank mengungkap, selama ini dokumentasi perjalanan sebuah produk dari supplier ke Walmart masih menggunakan kertas. Kalau pun sudah ada usaha untuk digitalisasi, sistem yang digunakan tiap supplier berbeda sehingga menyulitkan integrasi. “Sehingga sulit bagi Walmart, pengawas kesehatan, dan juga konsumen, untuk mengetahui asal dan perjalanan sebuah produk dari perkebunan sampai ke Walmart” ungkap Frank.
Dibantu IBM, Walmart mulai melakukan proof of concept untuk sistem blockchain sejak dua tahun lalu. Setelah terbukti efektivitasnya, Walmart mulai menggandeng supplier yang berminat memanfaatkannya. Kini telah ada 10 supplier yang bersedia bergabung dengan melibatkan 25 jenis produk (Stock Keeping Unit).
Efektivitas solusi blockchain bisa dilihat dari waktu yang dibutuhkan untuk mengetahui asal sebuah produk. Saat menggunakan database biasa, waktu yang dibutuhkan mencapai tujuh hari. Namun setelah menggunakan blockchain, Walmart bisa melakukannya hanya dalam 2,2 detik.
Menurut Frank, kecepatan ini menjadi krusial jika terjadi insiden keracunan makanan. “Jika terjadi kasus keracunan makanan, kami bisa menelusuri sumber masalah dengan cepat sehingga bisa mengambil langkah yang diperlukan” ungkap Frank menggambarkan efektivitas blockchain.
Pendekatan blockchain juga meningkatkan transparansi sehingga pihak terkait dalam distribusi akan lebih serius dalam memastikan kesehatan makanan. “Hal ini akan berefek signifikan terhadap kualitas makanan dan kesehatan publik” tambah Frank.
Mengapa Blockchain
Sebenarnya, pencatatan asal-muasal produk yang dikirim supplier bisa dilakukan dengan database biasa. Namun menurut Frank Yiannis, relational database masih memadai untuk mengelola ratusan SKU. Ketika berhadapan dengan 50-70 ribu SKU seperti Walmart, teknologi blockchain memiliki skalabilitas yang lebih bisa diandalkan.
Blockchain juga memudahkan input data dari supplier yang harus terintegrasi dengan sistem Walmart. “Jika menggunakan linear database, supplier harus mengintegrasikan data mereka ke sistem Walmart. Jika mereka menyuplai toko lain, mereka harus mengintegrasikan ke sistem yang lain. Jadi banyak pekerjaan berulang yang harus dilakukan supplier” jelas Frank.
Ketika ditanya tips bagi perusahaan yang ingin mengimplementasikan blockchain, Frank menyebut pentingnya memahami tantangan bisnis yang ingin diselesaikan. “Fokus kami adalah menyelesaikan masalah bisnis yang dihadapi Walmart, bukan menggunakan blockchain” ungkap Frank.
Karena itu, pemanfaatan blockchain harus menjadi inisiatif berbasis bisnis dan bukan sekadar inisiatif divisi TI.
Penulis | : | Wisnu Nugroho |
Editor | : | Wisnu Nugroho |
KOMENTAR