Bayangkan situasi ketika aliran listrik tiba-tiba padam di pelosok Irian Barat. Tidak berapa lama kemudian, sebuah drone akan terbang melayang di atas jaringan listrik yang bermasalah. Drone itu akan memotret menara dan kabel tegangan tinggi dan mengirim fotonya ke pusat kontrol terdekat untuk melacak gangguan dan membantu perbaikan dengan cepat.
Ilustrasi seperti ini memang belum terjadi di Indonesia. Namun di belahan dunia lain, penggunaan drone untuk hal tersebut mulai dilakukan. Penggunaan pesawat nirawak alias drone untuk kepentingan pemeliharaan dan perbaikan jaringan ini memungkinkan pelacakan gangguan dapat dilakukan secara cepat dengan biaya yang lebih murah.
Pertanyaannya, mengapa menggunakan drone? Seperti diketahui, pemeliharaan jaringan listrik yang mengandalkan tenaga manusia saat ini sangat memakan waktu, berbiaya mahal, dan tentu saja memiliki risiko yang sangat tinggi. Belum lagi jika kondisi medan bermasalah karena gempa atau banjir atau lokasi wilayah gangguan yang cukup terpencil dan sulit dijangkau. Penggunaan drone dengan demikian merupakan solusi yang cukup dan efisien untuk mengatasi aneka hal tersebut.
Penggunaan drone untuk membantu pemeliharaan jaringan utilitas (khususnya listrik) ini biasanya menggunakan metode Beyond Visual Line of Sight (BVLOS). Dengan metode ini, drone dapat diterbangkan dalam jarak yang jauh, di luar jangkauan pandangan sang pilot yang berada di darat. Metode ini memungkinkan drone diterbangkan sampai ke wilayah yang sulit dijangkau dan terpencil.
Dengan menggunakan pengendalian berbasis First Person View (FPV), pilot seolah berada di dalam drone dan bisa melihat bagian jaringan yang membutuhkan perbaikan segera.
Berbasis Komputasi Awan
Di Amerika Serikat, General Electric (GE) telah mulai memanfaatkan drone untuk melakukan pemeliharaan jaringan listriknya. Drone ini akan diterbangkan sejauh 24 km sebelum kembali ke lokasi awal penerbangannya. Saat terbang, drone akan memotret kondisi kabel jaringan listrik, misalnya memotret pepohonan yang hampir mencapai kabel tegangan tinggi atau memotret kerusakan menara SUTET (Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi) yang tidak terlihat dari bawah.
Drone yang dioperasikan GE ini terhubung ke layanan komputasi awan yang disediakan Airware. Layanan yang diletakkan di Amazon Web Services ini memungkinkan pilot drone menentukan tujuan penerbangan, menentukan titik-titik mana saja yang akan dilewati drone, dan menerima data yang dikirim oleh drone tersebut secara real time.
Berdasarkan data yang dikirim drone ini, GE bisa melakukan aneka langkah antisipasi untuk mencegah timbulnya masalah. Mereka juga bisa melakukan perbaikan dengan cepat setelah mendapatkan foto-foto jaringan listrik secara akurat dari berbagai posisi yang selama ini sulit dilakukan oleh tenaga manusia.
Karena data yang masuk ini tersimpan di AWS, GE bisa menggunakan data ini untuk melakukan analisis tentang tren gangguan dan kerusakan jaringan listrik selama periode tertentu. Dengan demikian, di masa depan, hasil analisis ini akan sangat berguna untuk merancang struktur jaringan listrik yang lebih andal, menentukan kontur dan geografi wilayah yang relatif “aman” untuk mendirikan menara distribusi tenaga listrik, serta menetapkan kondisi-kondisi apa yang berpotensi menimbulkan gangguan.
Implementasi Lain
Di Eropa, berbagai perusahaan utilitas seperti gas dan listrik juga telah mulai merintis penggunaan drone untuk membantu pemeliharaan jaringannya. Snam (perusahaan penyedia gas Italia), melakukan proyek uji coba untuk memantau kondisi jaringan pipa gasnya. Menggunakan drone berbasis BVLOS, drone ini diterbangkan sejauh 20 km di perbukitan Apennine yang berada di wilayah Genoa.
Kondisi pipa yang berada di daerah perbukitan selama ini memang menyulitkan pemantauan. Dengan drone, kesulitan itu kini akan bisa diatasi sehingga Snam bisa mendeteksi gangguan dan melakukan perbaikan segera sebelum masalah timbul.
Sementara di Prancis, RTE (Réseau de Transport d'Électricité) sebuah perusahaan transmisi daya listrik, juga telah menggunakan drone untuk memantau dan memeriksa jaringan listriknya. Drone ini diterbangkan sejauh 50 km dan mengirim aneka data yang didapat ke pusat kontrolnya. RTE dilaporkan mengucurkan dana sekitar Rp81 triliun untuk mengembangkan teknologi drone demi memudahkan pemantauan dan pemeliharaan jaringan.
Lebih Akurat
Menurut para analis dan pengamat, drone kini merupakan produk pendobrak yang mengubah keadaan di industri utilitas. Drone diklaim mampu terbang ke tujuan secara lebih akurat dibandingkan helikopter. Dengan perangkat kecerdasan buatan yang nanti disertakan di dalamnya, drone diharapkan akan bisa mendeteksi sendiri kerusakan dan mencoba memperbaikinya tanpa campur tangan manusia lagi.
Menurut lembaga riset utilitas Navigant Research, pangsa pasar total robot dan drone di sektor distribusi daya listrik, minyak, dan gas, diperkirakan akan mencapai nilai USD13,2 miliar di tahun 2026. Besarnya dana yang ditanamkan penyedia layanan di sektor ini diperkirakan juga bertambah. Hal ini sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan jaringan transmisi daya listrik dan penambahan armada drone yang dibutuhkan untuk memantau jaringan tersebut.
Melihat meningkatnya kecenderungan penggunaan drone di sektor utilitas ini, Badan Pengawas Penerbangan Amerika Serikat (Federal Aviation Administration atau FAA) sedang berupaya mengajukan rancangan regulasi yang mengatur penggunaan drone.
Regulasi ini diharapkan bisa menyederhanakan kebijakan penggunaan drone saat ini yang dianggap terlalu ketat dan kaku. Dengan regulasi baru ini, industri utilitas nantinya bisa memiliki dan mengoperasikan drone secara legal untuk membantu kelancaran penyediaan layanannya ke masyarakat luas.
Penulis | : | Wisnu Nugroho |
Editor | : | Wisnu Nugroho |
KOMENTAR