Salah satu cara efektif merayu konsumen di internet adalah dengan menampilkan iklan sesuai sejarah browsing mereka. Contohnya jika Anda baru saja melihat-lihat sepatu di sebuah e-commerce, maka iklan tentang sepatu tersebut akan muncul di situs lain yang Anda kunjungi.
Hal tersebut bisa dilakukan karena pemasang iklan memasang cookies atau software kecil di browser Anda. Cookies ini akan menjadi identitas khusus yang memudahkan pengiklan mengenali siapa Anda. Cookies ini seperti berbicara ke pengiklan "pengguna ini baru saja melihat sepatu di e-commerce ABC, jadi tampilkan iklan sepatu dari e-commerce ABC di setiap situs yang ia kunjungi".
Akan tetapi strategi seperti ini kini tidak efektif untuk pengguna browser Safari milik Apple. Pasalnya sejak awal 2018, Apple telah menambahkan teknologi yang disebut Intelligent Tracking Prevention (ITP) ke dalam Safari.
Melalui teknologi ini, Apple membatasi pengiklan digital menambahkan cookies ke browser Safari. Pembatasan itu berupa pemberian batasan waktu 24 jam bagi cookies tersebut untuk menguntit pengguna Safari. Setelah itu, cookies akan dihapus sehingga pengiklan tidak bisa lagi mengetahui sejarah browsing pengguna.
Apple bahkan semakin sadis di versi kedua dari ITP (ITP 2). Tidak ada lagi keleluasaan 24 jam seperti versi pertama, karena cookies tidak bisa lagi melacak pengguna. Dengan kata lain, pengiklan tidak bisa lagi menarget ulang pengguna Safari.
Teknologi ITP2 ini diimplementasikan sejak Juni 2018, dan efeknya kini sudah terasa. Seperti diungkap perusahaan digital agency Merkle, ITP 2 membuat penggunaan RLSA (remarketing lists for search ads) terus turun. Bahkan di bulan September ini, penggunaan RLSA menyentuh level terendah dalam tujuh bulan terakhir. “ITP 2 pada dasarnya “membunuh” kemungkinan penggunaan RLSA di browser Safari” ungkap Mark Ballard, VP of Research Merkle.
Hal ini tentu saja mengancam penyedia platform iklan digital seperti Google dan Facebook. Selama ini, pengiklan bisa menarget ulang konsumen dengan menyajikan iklan di situs yang menjadi mitra Google atau Facebook. Kini gara-gara ITP 2, pengiklan akan kesulitan menyasar pengguna sehingga nilai ROI (Return of Investment) menjadi lebih susah dihitung.
Menurut data AdAge, nilai iklan digital di tahun 2017 adalah US$88 miliar. Dari jumlah itu, separuhnya mengandalkan RLSA tersebut.
“Untung” bagi Google, efek ITP 2 terbilang minim mengingat Safari hanya digunakan oleh 5,13% pengguna internet. Google bebas menarget pengguna Chrome yang digunakan mayoritas pengguna internet.
Penulis | : | Wisnu Nugroho |
Editor | : | Wisnu Nugroho |
KOMENTAR