Mal Ambasador dikenal sebagai salah satu pusat perbelanjaan perangkat gadget seperti smartphone (ponsel pintar), laptop, kamera serta aksesoris lainnya di Jakarta.
Namun pamor Mal Ambasador kian redup lantaran kepadatan pembeli tak lagi terlihat di pusat perbelanjaan tersebut.
Berdasarkan pemantauan, meskipun pembeli terlihat cukup ramai di lantai dasar, namun di lantai yang lebih tinggi jumlah pengunjung bisa dihitung jari.
Bahkan, beberapa toko ditutup atau dipasangi spanduk disewakan. Sepinya mal Ambassador pun dirasakan oleh salah satu karyawan toko di lantai 2 Mal Ambasador, Roni.
Dia mengatakan, dalam sehari hanya 1-3 smartphone saja yang mampu dia jual. Meski dirinya tak memungkiri, terkadang ada pula pembeli yang langsung bertransaksi dalam jumlah besar.
"Kalau pengunjung ya paling 5-6 pengunjung, tapi kalau yang beli smartphone paling satu sampai tiga ya, kalau pas ada borongan ya mungkin bisa besar," ujarnya.
Menurutnya, penjualan di akhir pekan ataupun hari biasa tak jauh berbeda. Roni yang sudah bekerja dua tahun di Mal Ambasador membandingkan dengan pusat perbelanjaan yang berada tepat di sebelahnya, yaitu ITC Kuningan. Menurut dia, ITC Kuningan lebih ramai pembeli.
"Selain karena mungkin orang kenalnya di sana jualan baju, juga mungkin karena gangnya lebih sempit-sempit dibanding di sini," ujarnya.
Baca Juga: Raih Pendanaan US$8,5 Juta, Ritase Siap Kembangkan Ekosistem Truk
Hal tersebut juga dirasakan oleh Fatia, yang merupakan karyawan di salah satu toko di lantai 3.
Dia mengatakan sudah terbiasa dengan suasana sepi di kawasan Mal Ambasador. Bahkan dalam satu hari tokonya bisa tak menjual smartphone sama sekali saking sepinya pusat perbelanjaan tersebut.
"Kalau pas nggak ada yang beli smartphone ya kami nggak jual, paling jual aksesoris, jadi pembeli paling belinya ya itu," ujarnya.
Dia mengatakan, dalam sehari paling banyak dia bisa mendapatkan Rp3 juta ketika penjualan sedang ramai. Sedangkan ketika sepi, setidaknya tokonya bisa mengantongi Rp500.000.
Tentunya, dengan pendapatan yang tak begitu besar cukup memberatkan lantaran biaya sewa toko yang cukup mahal.
"Kata bos saya di sini Rp150 juta per tahun, makin ke depan ya makin mahal, ini aja udah banyak yang tutup kan," ujarnya sembari menunjuk dua toko di samping dan di depan tokonya.
Baca Juga: MSI Prestige Dukung Content Creator Indonesia Menembus Panggung Dunia