Find Us On Social Media :

Fintech Harus Bisa Menjaga Keamanan Data Pribadi Para Penggunanya

By Rafki Fachrizal, Jumat, 9 Agustus 2019 | 18:30 WIB

Ilustrasi Pengguna Platform Fintech atau Pinjaman Online

Perusahaan fintech (financial technology) di indonesia terus mengalami pertumbuhan yang begitu pesat.

Buktinya, saat ini OJK (Otoritas Jasa Keuangan) mencatat bahwa sudah ada 113 perusahaan fintech yang terdaftar dan berizin.

Ditambah lagi, jumlah masyarakat yang paham tentang fintech pun mengalami kenaikan yang signifikan dari 26,34% pada 2016 menjadi 70,63% pada 2018 (Fintech Report 2018).

Tingginya perkembangan dan penetrasi fintech sayangnya juga menimbulkan tantangan baru, baik bagi masyarakat, pelaku industri, dan pemerintah.

Tantangan ini sendiri yaitu terkait dengan kekhawatiran pengguna fintech terhadap perlindungan data pribadi.

Survey Global Ipsos-Centre for International Governance Innovation (GICI) mencatat sebanyak 8 dari 10 pengguna internet global sudah mengkhawatirkan keamanan privasi mereka lebih banyak dibandingkan tahun lalu.

Kekhawatiran itu terutama muncul pada pengguna internet di negara berkembang, di mana Indonesia menempati posisi ketujuh dengan jumlah pengguna internet yang khawatir terkait keamanan sebesar 86%.

Baca Juga: Jangan Salah Beli! Ini Empat Cara Bedakan Ponsel Resmi dan BM

Pentingnya Data Bagi Fintech

Alie Tan selaku CTO & Co-Founder Kredivo, mengatakan bahwa data dalam industri fintech memiliki peranan penting guna menghadirkan layanan inovatif bagi masyarakat.

Menurut Alie, analisis terhadap data membantu para pelaku di industri fintech untuk mampu memahami konsumen, memberikan layanan serta produk terbaik.

“Di Kredivo, data science membantu kami dalam proses mengenal nasabah secara virtual atau electronic Know Your Customer (e-KYC) serta dalam menentukan nilai kemampuan kredit pengguna sehingga pemberian kredit diberikan secara tepat sasaran,” pungkas Alie.

Namun di sisi lain, perlindungan data pribadi pengguna juga menjadi hak para pengguna dan kewajiban pelaku industri untuk turut berkomitmen atas hal tersebut.

Lebih lanjut, sebagai seorang CTO, Alie tentu dituntut untuk paham akan keamanan data pribadi para pengguna sesuai dengan regulasi yang diatur OJK.

“Kategori dan batasan data pribadi itu sangat luas. Misalnya mulai dari data kependudukan, hingga jejak pesan singkat dan riwayat belanja online seseorang di ponselnya, itu berbeda-beda pengkategoriannya, ada yang mengkategorikannya sebagai data pribadi, ada yang tidak,” ungkap Alie.

“Kredivo, sebagai layanan keuangan yang diawasi dan terdaftar di OJK tentu selalu merujuk pada regulasi OJK terkait batasan lingkup data pribadi para pengguna, tentang apa yang diperbolehkan untuk diakses, dan apa yang tidak diperbolehkan,” tambah Alie.

Dirinya juga menambahkan bahwa Kredivo sangat membatasi akses data pribadi pengguna mereka secara ketat.

Bahkan pembatasan akses data pribadi pengguna juga berlaku bagi berlaku bagi karyawan internal dan tim engineer Kredivo yang ia nakhodai.

“Di internal perusahaan, kami pun menerapkan akses yang sangat ketat dan terbatas terhadap data pribadi pengguna. Semua data pengguna, kami enkripsi dan tidak dapat diakses oleh pihak luar maupun dalam dengan mudah. Termasuk kami investasi pada teknologi yang melindungi dari serangan hack. Data yang kami analisa pun bukanlah tentang identitas pribadi mereka, melainkan lebih kepada pola perilaku konsumsi pengguna,” jelas Alie.

Baca Juga: Ingin Pinjaman Online yang Aman? Berikut Saran dari KoinWorks

Berkaca dari Uni Eropa

Alie juga memberikan contoh serupa bahwa di negara-negara Uni Eropa, perlindungan data pribadi menjadi hal krusial dan telah diatur dalam GDPR (General Data Protection Regulation), yang merupakan regulasi hukum Uni Eropa dan mengatur secara lebih rinci mengenai praktik penggunaan data pribadi milik warga Uni Eropa beserta dengan sanksi pelanggarannya.

Merumuskan dasar perlindungan data pribadi memang menjadi pekerjaan rumah semua pemangku kepentingan terkait.

Bahkan, Uni Eropa melakukan pembahasan mengenai peraturan tersebut selama 4 tahun lamanya hingga kemudian mulai diberlakukan pada Mei 2018.

Indonesia sebagai salah satu negara dengan pengguna internet aktif terbanyak di dunia pun dapat melakukan hal serupa, guna menciptakan ekosistem digital yang aman dan lebih kondusif. 

Menyikapi tantangan tersebut, masyarakat sebagai pengguna layanan dan jasa fintech atau aplikasi berbasis teknologi lainnya tentunya dituntut untuk semakin cerdas dan bijaksana dalam mengelola serta melindungi data pribadinya.

Baca Juga: LinkAja Buka Ratusan Lowongan Kerja, Inilah Tips Untuk Diterima

Empat Tips Utama

Nah, untuk mencegah agar data pribadi Anda tidak jatuh ke perusahaan fintech yang tidak jelas atau bahkan ilegal, berikut ini ada beberapa tips yang perlu Anda perhatikan ketika hendak membagikan data pribadi dengan platform fintech. Silahkan disimak!

1. Pastikan termasuk dalam daftar resmi OJK

Masyarakat harus mencari informasi lebih lanjut mengenai layanan atau platform pinjaman yang akan digunakan dalam bertransaksi. Perhatikan kembali apakah perusahaan tersebut sudah masuk di dalam daftar resmi OJK.

2. Teliti kembali izin akses aplikasi

Masyarakat juga perlu dengan seksama seluruh persetujuan dan data apa saja yang hendak diakses aplikasi dari smartphone, jangan terlalu cepat mengklik “allow” sebelum menggunakan aplikasi tersebut, karena pihak yang tidak bertanggung jawab bisa dengan mudah mengakses seluruh data pribadi yang ada dalam smartphone.

3. Aktifkan fitur keamanan di platform

Setiap platform pinjaman yang sudah secara resmi terdaftar di OJK pasti memiliki fitur keamanan yang berfungsi memberikan rasa aman kepada para penggunanya, baik berupa blokir akun, verifikasi, gembok akun dan mode privasi. Pastikan Anda telah mengaktifkan fitur tersebut sebelum melakukan transaksi lebih lanjut.

4. Unduh aplikasi dari sumber resmi

Pastikan Anda mengunduh aplikasi pinjaman hanya dari dari Play Store dan App Store, karena jika aplikasi yang diunduh berasal dari sumber tidak resmi akan berpotensi memberikan akses pada pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk mengambil data pribadi Anda melalui berbagai malware dan adware.

“Pada dasarnya, kesadaran dan kebijaksanaan semua pihak dalam menginformasikan atau menggunakan data pribadi menjadi kunci dalam membangun digital society. Bagi para pelaku industri, sudah selayaknya untuk tidak selalu berorientasi pada keuntungan pribadi, namun lebih kepada kontribusi untuk turut menciptakan ekosistem digital yang aman dan lebih kondusif di Indonesia,” pungkas Alie.

Baca Juga: Coocaa Luncurkan 5 Smart TV dan Bluetooth Speaker. Berapa Harganya?