Find Us On Social Media :

Gara-gara Diboikot AS, Bisnis Huawei Rugi Rp142 Triliun

By Adam Rizal, Senin, 26 Agustus 2019 | 16:00 WIB

Mengapa Negara-negara di Asia Tenggara Tak Termakan Hasutan Trump untuk Blokir Huawei?

Kebijakan pemerintahan Trump yang memboikot bisnis Huawei di AS memberikan dampak besar terhadap pendapatan perusahaan.

Kerugian Huawei mencapai USD 10 miliar atau sekitar Rp142 triliun lantaran pemerintah AS memasukan Huawei ke dalam daftar hitam perusahaan yang dilarang berbisnis dengan perusahaan AS.

Nilai valuasi bisnis Huawei sendiri mencapai USD100 miliar benar-benar terkena dampak yang besar sejak pertengahan Mei lalu.

Awalnya, pendiri sekaligus CEO Huawei Ren Zhengfei memperkirakan kalau keputusan pemerintah AS itu akan akan mengurangi pemasukan Huawei sebanyak USD 30 miliar.

"Ini sepertinya akan lebih rendah dari itu. Namun anda harus menunggu sampai hasil kami muncul pada Maret," ujar Eric Xu, deputy chairman Huawei dalam sebuah konferensi pers seperti dikutip Reuters.

Baca Juga: Kini Galaxy Note 10 Sudah Punya Fitur 3D Scanner, Ini Cara Pakainya

Divisi perangkat konsumer Huawei termasuk bisnis ponsel langsung mengembangkan sistem operasinya sendiri yaitu OS Hongmeng untuk menyikapi pemblokiran tersebut.

Keputusan pemerintah AS itu membuat Huawei tidak bisa menggunakan OS Android secara penuh.

"Namun pengurangan (penjualan) lebih dari USD 10 miliar bisa terjadi," ujar Xu.

Sebagai perbandingan, divisi perangkat konsumer Huawei sendiri pada 2018 lalu mencatatkan pemasukan 349 miliar yuan, atau USD 49,1 miliar.

Untungnya, pemerintah AS memperpanjang pemblokiran Huawei hingga 90 hari mendatang sehingga ponsel-ponsel Huawei masih bisa menggunakan Google Android.

Baca Juga: Demi Kedamaian, Google Larang Karyawannya Bahas Isu Politik di Kantor

Yang Rugi AS

Ren Zhengfei (Pendiri sekaligus bos Huawei) kembali bicara mengenai sanksi dari pemerintah Amerika Serikat (AS) terhadap perusahannya. Ia merasa sanksi itu malah lebih melukai perusahaan-perusahaan AS ketimbang Huawei.

"(Masuk ke) daftar entity tidak akan membunuh Huawei seperti harapan AS. Ketika daftar entity keluar, AS menduga Huawei akan mati. Hasilnya, Huawei bukan cuma tidak mati tetapi hidup dengan lebih baik," kata Ren Zhengfei seperti dilansir GizChina.com.

"Sebaliknya, daftar entity itu berdampak lebih besar kepada teman-teman Amerika kami karena mereka sudah menyuplai kami miliaran dolar. Tiba-tiba AS tak mengizinkan mereka menyuplai kami dan dalam jangka pendek sektor finansial akan amat terimbas," ujarnya.

Ren Zhengfei menambahkan, potensi perpanjangan sanksi dari AS juga berdampak kecil kepada Huawei dalam konteks 5G dan jaringan inti karena mereka tetap bisa eksis tanpa mengandalkan AS.

Saat ini Huawei sendiri tampaknya lebih fokus pada pemberian izin sistem operasi Android pada perangkat mereka karena OS itu "aktif dalam miliaran perangkat di penjuru dunia".

"Jika sanksi AS kepada kami terus berlanjut, bisa pula ada langkah-langkah alternatif yang harus diambil," tutur Ren Zhengfei.

Baca Juga: Sasar Milenial, Aplikasi Investasi Reksadana Raiz Resmi Meluncur