Berdasarkan penelitian terbaru Kasperky, ditemukan fakta bahwa adopsi cloud di Indonesia tetap berada pada kondisi cukup baik dan terus mengalami peningkatan.
Alasan utamanya, dikarenakan semakin menjamurnya Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dan perusahaan di negara ini yang ingin memulai menggunakan teknologi tersebut.
Seperti diketahui, keuntungan yang ditawarkan dari teknologi ini cloud cukup beragam. Contohnya seperti meningkatnya keandalan layanan perusahaan dan meningkatnya kecepatan dalam memberikan produk dan layanan terbaru.
Namun demikian, penelitian terbaru Kaspersky ini juga mengingatkan bahwa keamanan siber juga harus diperhatikan ketika perusahaan menggunakan layanan cloud.
“Saat memigrasikan data penting ke dunia virtual, perusahaan harus memahami bahwa perhatian terhadap pertahanan keamanan siber mereka juga diperlukan. Ingatlah bahwa dengan konektivitas yang lebih besar akan muncul risiko dan kerentanan yang lebih besar pula,” ujar Yeo Siang Tiong selaku General Manager for South East Asia, Kaspersky, saat konferensi pers di Jakarta.
Lebih lanjut, penelitian Kaspersky ini mengungkapkan bahwa 9 dari 10 Perusahaan di seluruh dunia telah mengalami pelanggaran data yang memengaruhi infrastruktur cloud publik yang mereka gunakan.
Sebagian besar perusahaan mengakui bahwa rekayasa sosial adalah bagian dari serangan tersebut.
Rekayasa sosial sendiri termasuk semacam trik dasar untuk mengelabui pikiran manusia dan menargetkan individu dengan tujuan mencuri informasi, atau sejenisnya.
Beberapa jenis data yang termasuk dalam pelanggaran ini adalah informasi yang dapat mengonfirmasi identitas pelanggan, rincian pembayaran, bahkan kredensial otentikasi pengguna.
Baca Juga: Tangguh dan Ringan, Robot Toshiba ini Bekerja Cepat di Sektor Logistik
Selain itu, para target serangan juga mengalami kerugian operasional, kerugian finansial, pencemaran reputasi, dan hilangnya loyalitas pelanggan yang sudah diperoleh dengan susah payah.
Terlebih lagi, studi yang sama juga menunjukkan bahwa 19,0% insiden di Indonesia yang di-hosting oleh pihak ketiga dan memengaruhi infrastruktur adalah disebabkan oleh phishing, kemudian 20,7% disebabkan oleh rekayasa sosial lainnya, dan 6,9% lainnya disebabkan oleh para penyedia cloud.
"Siapakah pihak yang harus akan menangani keamanan data? Apakah menjadi kewajiban pihak ketiga? Apakah kewajiban staf internal? Ini hanya beberapa dari banyak pertanyaan penting yang harus dijawab oleh Perusahaan dan UKM sebelum mereka memasuki cloud,” terang Yeo.
Berdasarkan penjelasan Yeo, perkiraan angka kerugian pelanggaran data yang berhasil dan berpengaruh pada infrastruktur cloud publik perusahaan bisa mencapai hingga US$2 juta.
“Ini tentunya menjadi biaya yang sangat mahal. Jadi, perusahaan harus memahami perlunya berbagi tanggung jawab dalam mengamankan data di cloud untuk seluruh pihak yang terlibat," pungkas Yeo.
Baca Juga: Kurangnya Kolaborasi Membuat Laju Transformasi Digital Terhambat