Find Us On Social Media :

Laporan Terbaru McAfee Ungkap Kebangkitan dari Ancaman Ransomware

By Rafki Fachrizal, Kamis, 29 Agustus 2019 | 18:00 WIB

Ilustrasi Serangan Siber

McAfee merilis laporan terbarunya bertajuk “McAfee Labs Threats Report: August 2019” yang mengungkap aktivitas kejahatan dan evolusi ancaman di dunia maya pada kuartal pertama 2019.

McAfee Labs menghitung dalam rata-rata ada 504 ancaman baru setiap menit di kuartal pertama tahun 2019, bersama dengan muncul kembalinya ransomware dan perubahan dalam proses eksekusi dan pemrograman.

Lebih dari 2,2 miliar akun curian tersimpan dan dapat ditemukan di cybercriminal underground selama kuartal ini.

68% dari serangan yang direncanakan ini menggunakan teknik spearphishing untuk mendapatkan akses awal, dan 77% mengandalkan interaksi dengan user untuk proses eksekusi serangan.

Raj Samani selaku Kepala Ilmuwan, McAfee, mengatakan “Sangat penting untuk mengetahui bahwa angka-angka ini, yang menjadi penunjuk peningkatan atau penurunan jenis serangan tertentu, hanya mengungkapkan sebagian kecil dari kenyataan yang terjadi sebenarnya.”

“Setiap infeksi / serangan merupakan sebuah kemungkinan padamnya sebuah bisnis, atau konsumen yang menghadapi penipuan bersifat masif. Kita harus selalu ingat bahwa ada kerugian sumber daya manusia yang terjadi untuk setiap serangan yang berhasil,” tambahnya.

Setiap kuartal, McAfee melakukan penilaian terhadap lanskap ancaman dunia maya berdasarkan penelitian mendalam, analisis investigasi, dan data ancaman yang dikumpulkan oleh McAfee Global Threat Intelligence berbasis cloud dari lebih dari satu miliar sensor di beberapa vektor ancaman di seluruh dunia.

Baca Juga: Meski Adopsi Cloud Meningkat, Resiko Ancamannya Juga Masih Besar

Kebangkitan Ransomware

McAfee Advanced Threat Research (ATR) mengamati inovasi dalam kampanye ransomware, seperti pergeseran dalam vektor akses awal, manajemen kampanye, dan inovasi teknis dalam koding pemrograman mereka.

Spearphishing tetap menjadi teknik yang populer, kemudian serangan ransomware semakin menargetkan titik akses terbuka yang lebih jauh, seperti Remote Desktop Protocol (RDP); kredensial tersebut dapat terpecah melalui brute-force attack atau dibeli di cybercriminal underground.

Kredensial RDP dapat digunakan untuk mendapatkan hak istimewa admin dan memberikan hak penuh untuk mendistribusikan dan mengeksekusi malware dalam jaringan perusahaan.

Peneliti McAfee juga mengamati pelaku-pelaku serangan ransomware yang menggunakan layanan email anonim untuk mengelola kampanye mereka versus pendekatan tradisional, yang menyiapkan server command-and-control (C2).

Pihak berwenang dan mitra swasta sering mencari server C2 untuk mendapatkan kunci dekripsi dan membuat alat penghindaran. Dengan demikian, para pelaku yang melakukan ancaman menganggap layanan email sebagai metode yang lebih anonim untuk melakukan bisnis kriminal.

Baca Juga: Tangguh dan Ringan, Robot Toshiba ini Bekerja Cepat di Sektor Logistik

Diketahui, keluarga ransomware paling aktif dalam kuartal ini tampaknya adalah Dharma (juga dikenal sebagai Crysis), GandCrab, dan Ryuk.

Keluarga ransomware terkenal lainnya dalam kuartal ini adalah Anatova, yang telah diekspos oleh McAfee Advanced Threat Research sebelum mempunyai kesempatan untuk menyebar secara luas.

Selain itu, ada pula Scarab, keluarga ransomware gigih dan sering ditemukan yang memiliki banyak varian baru. Secara keseluruhan, sampel ransomware baru meningkat sebesar 118%.

“Setelah penurunan berkala dalam keluarga dan perkembangan baru pada akhir 2018, kuartal pertama 2019 merupakan jenjang bermain baru untuk ransomware, dengan berbagai inovasi pemrograman dan pendekatan yang jauh lebih ditargetkan,” ujar Christian Beek, Kepala Ilmuwan dan Insinyur Senior, McAfee.

“Membayar uang tebusan hanya akan mendukung bisnis kejahatan siber dan melanggengkan serangan lain di kemudian hari. Ada pilihan lain untuk korban ransomware, seperti alat dekripsi dan informasi kampanye yang tersedia melalui inisiatif seperti proyek No More Ransom,” tambah Christian.

Baca Juga: Masih Banyak Perusahaan yang Bingung Mengelola Keamanan Data di Cloud