Pengguna jasa pelabuhan pun dapat menikmati transparansi proses bisnis, termasuk transparansi biaya. “Pengguna nanti bisa cek berapa biaya gudang, biaya kapal, truk dan sebagainya sehingga mereka dengan mudah mengetahui berapa biaya yang timbul dalam satu proses bisnis,” imbuh Prasetyadi.
Terobosan Disruptif
Terobosan lain yang akan segera dinikmati para pengguna layanan pelabuhan Tanjung Priok adalah terminal petikemas yang terotomatisasi penuh. Teknologi Artificial Intelligence, robotika, dan Internet of Things (IoT) dipastikan oleh Prasetyadi akan hadir di terminal New Priok Container Terminal One / NPCT1 yang direncanakan siap beroperasi pada tahun 2020 atau 2021.
Terminal berkapasitas sekitar 1,5 juta TEUs (Twenty-foot Equivalent Units) ini diperkirakan akan mendisrupsi kegiatan pelayanan di pelabuhan. Untuk terminal dengan kapasitas sebesar itu, umumnya dibutuhkan sekitar seribu sampai tiga ribu orang untuk mengoperasikannya. “Nanti itu mungkin butuh separuh saja. Di lapangan sudah tidak banyak orang,” tutur Prasetyadi.
Berkat sistem internal yang sudah terintegrasi dan tertata dengan baik, IPC juga akan meluncurkan platform marketplace khusus pelayanan pelabuhan. “Kami akan menyediakan semacam product marketplace. Di tahap awal ini, untuk truck booking system. Pelayanan marketplace itu nantinya akan mendisrupsi business process yang ada di logistik,” jelas Prasetyadi.
Marketplace ini hadir berupa aplikasi mobile, di mana pengguna bisa langsung memilih dan memesan jasa/layanan, misalnya trucking. Dulu, untuk memesan truk, orang harus menelpon perusahaan trucking. Ke depannya, pemesanan bisa dilakukan langsung di aplikasi yang mencantumkan perusahaan trucking berikut tawaran harganya.
Pengalaman Panjang di Pelabuhan
Tak salah jika tugas mengawal disrupsi demi disrupsi berbasis teknologi di IPC diberikan kepada pria kelahiran Surabaya ini. Terutama mengingat tour of duty maupun tour of area di sektor pelabuhan telah ia jalani selama hampir 20 tahun, mulai dari PT Pelindo IV di Makassar, PT Pelindo III di Surabaya, sebelum akhirnya “berlabuh” di IPC Jakarta.
Di Pelindo III, Prasetyadi diminta membangun sebuah pelabuhan baru yang ramah lingkungan dan modern. Pelabuhan berteknologi semi otomatis dan dinamai Terminal Teluk Lamong itu dituntaskan pembangunannya dalam waktu dua tahun.
Di IPC, pemegang gelar Sarjana Teknik Konstruksi dari ITS, Surabaya, dan Master di bidang Port Engineering dari University of Le Havre, Perancis merasakan tantangannya lebih besar lagi. “Tujuh puluh persen dari seluruh (muatan) kargo di Indonesia kumpulnya di Tanjung Priok. Di Surabaya hanya 15 persen, sisanya dibagi ke (pelabuhan) seluruh Indonesia,” ujarnya.
Setidaknya sampai tahun 2020, masih akan ada tantangan-tantangan baru harus dihadapi penggemar makanan khas Indonesia ini dalam mewujudkan impian Indonesia untuk menjadi port operator kelas dunia.