Find Us On Social Media :

Mengenal Cloud Kitchen dan Manfaatnya Bagi Para Pelaku Bisnis Kuliner

By Cakrawala,Rafki Fachrizal, Selasa, 7 Januari 2020 | 14:00 WIB

Ilustrasi Cloud Kitchen

Cloud kitchen atau ghost kitchen adalah dapur yang ditujukan untuk membuat makanan yang akan dijual seperti halnya dapur di restoran/merchant pada umumnya, tetapi tidak memiliki area untuk makan di tempat maupun untuk dibawa pergi dan hanya ditujukan untuk pengantaran saja.

Cloud kitchen belakangan mulai menjadi tren seperti yang dilaporkan oleh Reports and Data, sebuah firma konsultasi strategis dan intelijen pasar.

Menurut laporan tersebut, pasar cloud kitchen secara global pada tahun 2026 diperkirakan akan mencapai US$2,63 miliar, meningkat pesat dari tahun 2018 yang hanya sebesar US$0,65 miliar.

Dengan kata lain, CAGR (compound annual growth rate) pasar cloud kitchen secara global dari tahun 2018 sampai tahun 2026 menurut laporan itu adalah sebesar 17,2%.

Salah satu faktor dari sisi konsumen yang membantu maraknya cloud kitchen ini adalah adopsi dari layanan pesan antar makanan yang besar.

Menurut Frost & Sullivan, pasar pengantaran makanan global diperkirakan sebesar US$82 miliar pada tahun 2018 lalu, dan diprediksikan akan menjadi lebih dari dua kalinya pada tahun 2025.

Di Indonesia sendiri, GoFood mengklaim jumlah pemesanan kuliner yang dilakukan pengguna terhadapnya, bertumbuh sebesar 133% pada tahun 2019 dibandingkan tahun 2018 lalu.

Bahkan, pada sebagian restoran, jumlah pembelian kuliner untuk diantar jauh lebih besar dari jumlah pembelian kuliner untuk dikonsumsi di tempat maupun untuk dibawa pergi.

Faasos yang belakang namanya berubah menjadi Rebel Foods contohnya, dikutip dari Sequoia Capital, mengatakan pada tahun 2014 bahwa 70% dari konsumen Faasos tidak pernah datang ke toko fisiknya sama sekali.

Model Cloud Kitchen

Secara garis besar cloud kitchen bisa dibagi menjadi empat model berdasarkan model bisnis yang digunakannya.

Yang pertama adalah cloud kitchen yang dimiliki sendiri dan menawarkan makanan dari satu merek saja.

Kedua adalah cloud kitchen yang dimiliki sendiri, tetapi menawarkan makanan dari beberapa merek.

Ketiga adalah cloud kitchen dengan infrastruktur dasar yang ditujukan untuk disewakan ke orang lain.

Sementara, yang terakhir adalah cloud kitchen yang memiliki peralatan lebih lengkap yang ditujukan untuk disewakan ke orang lain.

Adapun untuk pemesanan dan pengantarannya beragam. Setiap model cloud kitchen yang disebutkan, pemesanannya ada yang melalui aplikasi sendiri dan ada yang melalui aplikasi pihak lain, termasuk aplikasi dari yang menyewakan cloud kitchen.

Begitu pula dengan pengantaran, masing-masing model cloud kitchen yang diutarakan, pengantarannya ada yang dilakukan sendiri dan ada juga yang memanfaatkan jasa pengantaran pihak lain, termasuk dari yang menyewakan cloud kitchen.

Meski cloud kitchen tidak menawarkan area untuk makan di tempat maupun untuk dibawa pergi, sebagian restoran konvensional juga memanfaatkan cloud kitchen untuk melayani pesan antar makanan yang tinggi terhadap produknya di area yang tidak terdapat restoran konvensionalnya.

Manfaat Bergabung Cloud Kitchen

Dari sisi pemilik bisnis kuliner (restoran/merchant), cloud kitchen menawarkan setidaknya dua manfaat. Yang pertama tentu adalah biaya yang lebih ringan.

Berhubung tidak memiliki area untuk makan di tempat, cloud kitchen butuh area yang lebih kecil dari merchant setara yang menyediakan area untuk makan di tempat.

Selain itu, karena ditujukan untuk pengantaran, cloud kitchen bisa mengambil posisi di lokasi yang harga beli maupun sewanya lebih terjangkau.

Cloud kitchen juga tidak perlu berada di dekat jalan besar seperti dapur konvensional yang melekat pada merchant yang mendukung makan di tempat.

Masih sehubungan biaya yang lebih ringan, terdapat pihak yang menyewakan cloud kitchen yang siap digunakan, termasuk aneka peralatan untuk mempersiapkan kuliner yang dijualnya.

Merchant bisa menyewa cloud kitchen tersebut sesuai dengan kebutuhannya, ibaratnya menggunakan public cloud dan bukannya on-premises untuk kebutuhan komputasinya. Salah satu perusahaan yang menawarkan layanan seperti ini adalah CloudKitchens.

Sementara, untuk pengantarannya, merchant juga bisa bekerja sama dengan pihak ketiga seperti halnya Grab dan Gojek di Indonesia.

Yang kedua adalah memudahkan ekspansi. Bila merchant ingin menambahkan merek baru yang menawarkan makanan yang berbeda dari yang ditawarkannya sekarang, ia bisa menggunakan cloud kitchen yang sudah dimiliki atau dimanfaatkannya, apalagi bila utilisasinya belum 100%.

Bila sudah mendekati 100% pun, ia dengan lebih mudah bisa menambah kapasitasnya.

Konsumen yang membeli kuliner dengan merek barunya itu juga tidak akan mengasosiasikan kuliner tersebut dengan merek lamanya.

Pasalnya, mereka tidak mengetahui bahwa kuliner tersebut dibuat di dapur yang sama. Hal yang berbeda untuk merchant konvensional tentunya karena konsumen bisa melihat langsung bahwa kedua merek tersebut berasal dari tempat yang sama.

Selain itu, terdapat juga cloud kitchen yang memungkinkan konsumen untuk melihat proses penyiapan makannya untuk menunjukkan proses tersebut dilakukan dengan baik.