Lebih lanjut, Pratama mengatakan tidak menutup kemungkinan bagi AS untuk menjalankan hybridwarfare. Diawali dengan serangan lewat wilayah siber, bila berhasil akan menggerakkan kekuatan militer sendiri atau meminjam kekuatan militer sekutunya di Timur Tengah, seperti Saudi, dan sisa paramiliter pro AS.
"Yang saat ini diwaspadai oleh kedua negara adalah para pejabat menjadi sasaran peretas kedua pihak," ujar Pratama.
Waspada Pakai Teknologi AS
Pratama mengingatkan untuk selalu mengecek dan waspada pada pemakaian teknologi asal AS di instansi pemerintah.
"Ditakutkan serangan kepada raksasa teknologi AS bisa berimbas juga ke para pemakai di tanah air. Dalam hal ini seharusnya BIN dan BSSN sudah mengantisipasi lebih jauh," ujar Pratama.
Serangan kepada Jendral Qassam Solemani, menurut Pratama, bisa terjadi salah satunya karena pengintaian lewat jalur komunikasi, internet dan juga informasi lapangan yang akurat.
"Peristiwa ini juga menjadi pelajaran bahwa dalam situasi keamanan apapun, para pejabat tinggi dan pengawalnya harus melaksanakan protap keamanan. Seperti misalnya tidak menyalakan GPS di smartphone dan juga wajib berkomunikasi lewat jalur yang aman," tambah dia.
Meski begitu, dampak yang mungkin akan terasa di Tanah Air, menurut Pratama, lebih kepada perang opini di media sosial.
"Namun mengingat syiah bukan mayoritas muslim di Tanah Air, isu oleh buzzer belum massif sejauh ini. Isu di media sosial banyak bersumber dari media massa mainstream," lanjut dia.
Indonesia dan VPN
Indonesia meraih gelar sebagai negara dengan jumlah download aplikasi VPN terbanyak sepanjang tahun 2018 hingga 2019.
Menurut laporan dari situs Top10VPN.com, Indonesia menduduki peringkat pertama dari 73 negara, mengalahkan Amerika Serikat, India, dan Uni Emirat Arab (UEA).