Find Us On Social Media :

Implementasi Social Listening Tools di Tiga Perusahaan Besar Indonesia

By Liana Threestayanti,Rafki Fachrizal, Kamis, 6 Februari 2020 | 19:15 WIB

Ilustrasi Social Listening Tools (SLT)

Di artikel sebelumnya (klik di sini), InfoKomputer telah menjelaskan mengenai apa itu Social Listening Tools (SLT).

Singkatnya, SLT merupakan alat yang memiliki fungsi untuk memantau pembicaraan yang dilakukan baik pelanggan atau bukan pelanggan di berbagai platform digital yang dimiliki oleh sebuah perusahaan.

Alat ini umumnya digunakan oleh tim pemasaran untuk mengidentifikasi feedback pelanggan akan suatu produk yang dimiliki perusahaan, sehingga nantinya perusahaan dapat menghasilkan produk yang memiliki ciri khas atau berbeda dari kompetitor.

Nah di Indonesia sendiri, saat ini sudah banyak perusahaan dari berbagai industri yang memanfaatkan SLT untuk mendukung perkembangan bisnisnya.

Dari banyak perusahaan tersebut, berikut hasil wawancara InfoKomputer dengan tiga perusahaan besar yang memaparkan alasan dan cara mereka memanfaatkan SLT untuk hasil yang optimal.

Telkomsel: Andalkan SLT untuk Menangkap Customer Voice

Menjadi perusahaan telekomunikasi yang memiliki basis pengguna paling besar di Tanah Air, Telkomsel merasa bahwa memanfaatkan SLT di era digital seperti saat ini sangat penting untuk membantu meningkatkan komunikasi perusahaan dengan para pelanggannya.

Nirwana Lesmana selaku VP Branding and Marketing Communications, Telkomsel, mengatakan bahwa perusahaan yang identik dengan warna merahnya itu telah mengimplementasikan SLT sejak setahun terakhir ini. “SLT kami gunakan untuk melakukan monitoring voice of customer and netizen, yang di mana feedback dari mereka di sosial media merupakan sumber informasi yang penting bagi kami” ujar Nirwana.

Selain monitoring, diungkapnya bahwa SLT turut digunakan sebagai alat untuk membuat konten dan campaign plan yang tepat. “Dengan feedback yang didapat dari pelanggan melalui sosial media sebelumnya, maka dapat membantu kami dalam berinovasi dan menentukan arah kebijakan strategis yang sesuai dari customer touch point team dan product owner,” terang Nirwana.

Selain manfaat tersebut, Nirwana mengungkapkan bahwa sejauh ini manfaat yang telah dirasakan Telkomsel lebih ke customer centric dan customer oriented. “Yang berarti, semua produk dan layanan yang kami berikan mampu menjawab kebutuhan pelanggan serta dapat berfokus untuk memberikan solusi-solusi yang sesuai dengan pelanggan inginkan,” kata Nirwana.

Lebih lanjut, ketika ditanyai mengenai tantangan apa saja yang dihadapi ketika awal implementasi SLT, Nirwana menjelaskan bahwa saat proses implementasi tidak ditemukan kendala yang begitu berarti. Hanya saja, saat mencari dan memilih penyedia layanan SLT yang tepat untuk Telkomsel lah yang menjadi tantangan bagi Nirwana dan timnya.

“Alat yang mampu meng-capture dalam bahasa Indonesia sangat sedikit dan belum ada Machine Learning capabilities-nya. Sedangkan mayoritas dari voice of customer dan netizen di sosial media kami berbahasa Indonesia,” kata Nirwana. Berkaca dari itu, Nirwana berharap kedepannya akan semakin banyak alat yang mampu menjawab tantangan seperti tersebut.

Di lain sisi, Nirwana juga menjelaskan bahwa SLT kini menjadi sangat penting untuk diadopsi oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia. Terlebih, perusahaan seperti Telkomsel sudah merasakan sendiri manfaat yang dihasilkan dari alat ini. 

“SLT sangat diperlukan sekarang ini untuk banyak hal antara lain dapat menangkap seluruh digital conversation di luar sana. Selain itu, bermanfaat untuk menangkap customer voice dan juga membantu product development secara komprehensif,” pungkas Nirwana.

JNE: Menjadi Acuan untuk Membuat Strategic Campaign

Tidak sedikit perusahaan di Indonesia yang telah merasakan manfaat dari SLT. Di bidang Logistik misalnya. JNE (Jalur Nugraha Ekakurir), yang merupakan salah satu perusahaan di bidang tersebut mengaku telah menggunakan SLT sejak tahun 2016 lalu.

Eri Palgunadi, VP of Marketing, JNE, mengatakan bahwa SLT digunakan untuk memantau engagement JNE dengan para pelanggannya di media sosial. “SLT juga digunakan untuk memonitoring topik atau isu tentang brand yang sedang dibicarakan khalayak netizen, dan hal yang menjadi tren saat ini,” ujarnya.

Berdasarkan hasil monitoring tersebut, dijelaskan Egi bahwa tim marketing JNE dapat melakukan analisis data untuk rencana pengembangan bisnis secara cepat dan tepat sasaran. “Analisa data SLT dapat menjadi acuan kami untuk membuat strategic campaign,” ucap Egi.

Terkait dengan tantangan, menurut Egi ada sekiranya dua tantangan yang dihadapi JNE dalam memanfaatkan solusi SLT ini. “Tantangannya adalah harus cermat dalam menganalisa secara akurat data-data yang disajikan. Selain itu, tantangan lainnya yaitu menentukan langkah atau strategi yang tepat untuk dilakukan sebagai respon dari berbagai isu atau topik yang sedang terjadi,” ungkap Egi.

Di balik kedua tantangan itu sendiri, Egi mengungkapkan bahwa itu hanyalah resiko kecil dibandingkan dengan manfaat yang bisa diraih perusahaan dengan alat ini. Oleh karena itu, ia pun menilai bahwa alat ini sangat perlu diadopsi oleh perusahaan Indonesia yang kini tengah berada di era tranformasi digital.

“Dengan kemampuan yang dimiliki SLT, kinerja perusahaan berpotensi untuk meningkat dan juga dapat terus mempertahankan pelayanan prima kepada para pelanggannya,” kata Egi.

L’Oreal Indonesia: Operasi dan Komunikasi Bisnis yang Relevan dengan Tren

Sebagai perusahaan kecantikan ternama di dunia, L’Oreal mengandalkan SLT sebagai salah satu perangkat penting yang melandasi pengambilan keputusan bisnis secara holistik.

“Kami percaya bahwa jantung dari L’Oréal adalah konsumen,” ujar Manashi Guha, General Manager, Consumer Product Division, L’Oréal Indonesia. Oleh karena itu, insight dari konsumen tentunya menjadi prioritas L’Oreal, selain memahami audiens yang lebih luas dan tren di bidang kecantikan yang sedang hype.

Manashi memaparkan tiga alasan L’Oreal mengaplikasikan SLT. “Kami percaya pada consumer-centricity sehingga kami ingin mencari tahu arah percakapan konsumen yang dapat memberikan insight penting pada kami sebagai brand kecantikan terdepan di Indonesia, sehingga kami terus beroperasi dan berkomunikasi sesuai tren dan menjadi yang terdepan dalam inovasi,” ia memaparkan. L’Oreal juga ingin memperoleh feedback langsung dan mengukur sentimen tentang produk dan layanannya.

Di antara fitur-fitur Social Listening Tools yang dimanfaatkan L’Oreal adalah Trendspotting untuk memahami perilaku konsumen dan memprediksi tren yang akan datang; Category Specific untuk memahami kebutuhan kategori dan membandingkan brand-brand L’Oreal dan posisinya di pasar; dan sentiment analysis untuk mengukur sambutan pasar terhadap aktivitas brand.

Kehadiran Social Listening Tools tentu jauh lebih memudahkan dan efisien bagi perusahaan. Sebelumnya, untuk memperoleh insight dan feedback dari konsumen, mereka harus melakukan riset lapangan, wawancara, dan bergantung pada laporan-laporan tentang tren.

Namun tetap saja ada tantangannya. “Beauty dan tren terus berubah dengan cepat. Dan kami harus terus mengikutinya. Di saat yang sama, kami harus memastikan kredibilitas dan translasi data yang tepat,” ujar Manashi.

Sebagai perusahaan berskala global, memiliki data konsumen dari seluruh penjuru dunia dan mampu menerjemahkannya menjadi insight yang tepat tentu merupakan satu keunggulan bisnis bagi L’Oreal.

“Mendengarkan konsumen dan memahami kebutuhan mereka, terbuka dan memahami perbedaan adalah prioritas kami demi merespons keberagaman aspirasi kecantikan di seluruh dunia, termasuk di Indonesia,” pungkas Manashi.