Seperti yang dialami kebanyakan organisasi masa kini, Bhimo melihat tantangan terbesar yang dihadapinya saat ini adalah kompetisi untuk menjaring talenta. Ia menceritakan bahwa sejak transformasi digital dimulai tahun 2018, Pegadaian sudah berusaha menjaring talenta-talenta baru dengan metode external hire namun terkendala oleh persaingan dengan startup dan perusahaan asing.
“Kami mulai dengan lima orang dan saat ini sudah berkembang. Tetapi memang perkembangannya tidak secepat yang kami inginkan,” jelas Bhimo.
Di antara kendala yang ia hadapi dalam merekrut talenta-talenta baru adalah stigma bahwa bekerja di BUMN kurang bebas. Sementara kendala lain adalah sudut pandang finansial. Tak dapat dipungkiri bahwa banyak talenta muda masa kini bermimpi menjadi bagian dari perusahaan startup, di antaranya karena alasan tawaran finansial yang lebih menarik.
“Tentu saja di sini kami sudah berusaha menyetarakan tapi tentu kami belum bisa melawan ‘muscle-nya’ teman-teman di venture capital,” imbuh Bhimo.
Untuk mengatasi tantangan ini, Pegadaian mencoba berinvestasi pada talenta fresh graduate dengan membuka program pengembangan untuk manajemen maupun teknologi informasi. “Kami (datang) ke kampus-kampus, seperti ITB, ITS, UI, UGM, dan lain-lain untuk hiring fresh graduate. Di sini kami mencoba ‘bermain’ long term,” Bhimo menjelaskan.
Tantangan lain datang dari budaya pelanggan Pegadaian sendiri. Pelanggan Pegadaian rupanya sudah terbiasa dengan model bisnis konvensional yang sudah mereka jalani selama hampir 120 tahun. Tak sedikit pelanggan yang masih enggan beralih ke cara-cara gadai baru maupun produk-produk baru Pegadaian.
Namun Bhimo yakin hal itu karena pelanggan belum benar-benar merasakan value-nya. “Itulah mengapa kita coba misalnya mengubah cara komunikasi dengan nasabah, misalnya dengan menggunakan media sosial dan kami juga memanfaatkan customer demografi yang baru,” ujar pria yang gemar bermain musik ini.
Keterlibatan dan Leadership
Sebagai mesin pengerak transformasi, Divisi Innovation tentu tak bisa berhenti berinovasi. Bagaimana Bhimo dan timnya dapat terus mendorong inovasi demi mewujudkan cita-cita PT Pegadaian untuk menjadi the most valuable financial company di Indonesia, menjadi agen inklusi keuangan utama pilihan masyarakat, dan menjadi perusahaan finansial berbasis digital?
“Ketika ada satu divisi yang bernama Inovasi atau New Business development, bukan berarti inovasi itu akan terpusat di divisi itu saja. Justru yang paling bagus adalah ketika inovasi itu terjadi secara terdesentralisasi. Salah satu cara kita mengakselerasi itu adalah dengan mengadakan ajang Innovation Award bagi seluruh karyawan yang di-drive oleh divisi Budaya Kerja,” cerita Bhimo.
Bhimo juga melihat pentingnya keterlibatan (involvement) sejak awal ketika melakukan inovasi maupun dalam transformasi secara keseluruhan. “Sehingga ownership dari inovasi tersebut adalah seluruh bagian perusahaan, bukan hanya Divisi Inovasi, Produk, atau IT,” imbuhnya.
Hal penting lainnya yang dapat mendorong kesuksesan inovasi dan transformasi adalah leadership. Bhimo Wikan Hantoro berulangkali menekankan pentingnya leadership yang kuat dan berkomitmen untuk menggerakan inovasi oleh seluruh bagian dalam perusahaan untuk bertransformasi. Menurut Bhimo, leadership dan kolaborasi yang selama ini didapatkan baik dari jajaran direksi, seluruh divisi kantor pusat, maupun wilayah yang ada di Pegadaian telah menjadi faktor kunci kesuksesan transformasi serta inisiatif-inisiatif digital PT Pegadaian (Persero) baik yang telah dilaksanakan maupun yang akan datang.