Penulis: Amir Syafrudin (Praktisi Agile)
Email: amir.syafrudin@gmail.com
Seperti kita ketahui, informasi merupakan aset yang sangat berharga. Dengan informasi yang tepat, seseorang dapat memiliki peran yang strategis dalam sebuah organisasi. Bila kepemilikan itu dipadukan dengan “kebutuhan” untuk meningkatkan kondisi ekonomi pribadi atau kelompok, korupsi menjadi alternatif yang menarik.
Setiap organisasi perlu menerapkan langkah-langkah pencegahan yang tepat agar tidak ada individu tertentu yang memanfaatkan informasi di dalam organisasi untuk kepentingannya atau kepentingan kelompoknya sendiri. Contohnya tidak sulit untuk kita bayangkan. Seorang anggota tim riset di sebuah lembaga pemerintah dapat menjual informasi terkait riset itu kepada pihak ketiga untuk mendulang keuntungan bagi dirinya. Seorang anggota tim audit di sebuah lembaga audit dapat memanfaatkan informasi yang ia miliki untuk membuat celah dan meraih keuntungan dari celah tersebut. Seorang anggota tim yang bertanggung jawab menyusun kerangka acuan kerja (KAK) dapat menggunakan informasi terkait ruang lingkup di dalam KAK itu untuk “mengarahkan” pengadaan agar menguntungkan dirinya.
Tidak dapat dibantah bahwa kepemilikan informasi memberi kesempatan bagi para pemiliknya untuk melakukan korupsi.
Terapakan Knowledge Management untuk Transparansi
Salah satu hal yang dapat dilakukan untuk meminimalkan risiko itu adalah dengan memaksimalkan transparansi. Tujuannya adalah agar informasi tertentu dapat diakses oleh semua pihak yang berkepentingan, bukan hanya orang-orang tertentu. Dengan akses yang lebih luas, risiko penyalahgunaan informasi dapat ditekan.
Transparansi dalam informasi dapat diperoleh dengan penerapan knowledge management yang solid di dalam organisasi. Walaupun knowledge management terkesan terlalu megah, salah satu esensinya memang transparansi informasi. Knowledge management memungkinkan setiap informasi, atau lebih tepatnya pengetahuan, yang dimiliki setiap individu di dalam sebuah organisasi menjadi informasi yang dimiliki organisasi. Harapannya adalah dengan meminimalkan informasi yang hanya dimiliki individu tertentu, peluang untuk menyalahgunakan informasi secara sejuga dapat diminimalkan.
Tantangan Penerapan Knowledge Management
Tantangannya adalah, seperti tantangan knowledge management pada umumnya, adalah bagaimana membuat proses akuisisi informasi tersebut berjalan lancar. Stimulus adalah strategi paling optimal sehingga akuisisi informasi dapat dilakukan secara sukarela oleh pemiliknya. Dalam kondisi seperti itu, informasi yang diberikan kemungkinan besar akan lebih utuh.
Alternatifnya adalah lewat paksaan atau ancaman seperti membuat pengungkapan informasi menjadi target kerja atau membuat keengganan berbagi informasi berisiko terkena hukuman disiplin bagi pemilik informasi. Kondisi yang terbentuk lewat paksaan atau ancaman tentu saja tidak akan seoptimal lewat stimulus karena rasa enggan untuk berbagi informasi akan terus ada tanpa adanya keinginan yang bersifat sukarela.
Oleh karena itu, setiap organisasi perlu memikirkan strategi yang tepat agar para individu pemilik informasi itu mau berbagi. Organisasi itu harus menentukan kombinasi yang seimbang antara strategi yang lunak dan keras. Apa pun kombinasinya, kunci keberhasilannya adalah meyakinkan para individu pemilik informasi bahwa membuka informasi yang dimilikinya akan lebih menguntungkan daripada menyimpannya untuk diri sendiri.
Tantangan berikutnya adalah media. Kemudahan untuk berbagi informasi juga penting. Jangan sampai kemauan untuk berbagi justru terhambat media berbagi yang tidak mumpuni.
Media berbagi saat ini tidak lagi terbatas pada bentuk tulisan, tapi telah berkembang begitu pesat ke media berbentuk audio dan video. Saat ini, setiap orang dapat dengan mudah merekam “materi” ke dalam video, melakukan modifikasi secukupnya, lalu mengunggahnya ke situs berbagi video seperti YouTube. Tren seperti itu harus menjadi perhatian setiap organisasi karena para pemilik informasi di dalam organisasi sangat mungkin mengharapkan kemudahan yang sama pada media internal organisasi.
Setelah akuisisi informasi, tantangan berikutnya adalah proses temu kembali informasi. Setinggi apa pun nilai sebuah informasi, kalau informasi itu sulit atau tidak dapat ditemukan, nilainya tidak akan pernah terwujud. Hal itu menegaskan bahwa media internal yang digunakan untuk berbagi juga perlu didukung fitur pencarian yang mumpuni. Contohnya adalah indexing. Indexing memiliki peran penting karena pencarian informasi menjadi lebih andal bila berbasis indeks. Hal itu berarti organisasi perlu berupaya lebih untuk menyediakan sistem yang dapat membuat indeks dari setiap informasi yang ada tersedia di dalam media internalnya, baik untuk informasi berbentuk tulisan, gambar, audio, maupun video.
Pemutakhiran informasi juga tidak boleh dilupakan. Untuk proses ini, strategi dan tantangannya tidak jauh berbeda dengan proses akuisisi informasi. Bagian yang sangat penting untuk diwujudkan adalah mekanisme untuk melakukan identifikasi informasi yang dibutuhkan dan mengumpulkan tambahan informasi yang relevan. Dengan mekanisme yang tepat, validitas informasi yang tersedia dalam media internal organisasi akan lebih terjamin. Teknologi lagi-lagi memiliki peran penting untuk membentuk proses pemutakhiran data yang andal dan mudah digunakan.
Tentukan Prioritas
Di balik itu semua, inti pemanfaatan knowledge management dalam konteks menekan korupsi adalah untuk memaksimalkan transparansi informasi. Informasi yang dimiliki setiap individu dalam organisasi perlu dialihkan ke pemilik sebenarnya, yaitu organisasi itu sendiri, sehingga dapat diakses oleh individu lain yang relevan di dalam organisasi terkait. Paparan di atas hanyalah gambaran singkat hal-hal yang perlu dilakukan untuk mengoptimalkan transparansi informasi itu.
Hal lain yang tidak kalah penting untuk diperhatikan adalah prioritas. Korupsi yang dilakukan lewat penyalahgunaan informasi tentu saja dilakukan dengan informasi-informasi yang bernilai tinggi. Nilai informasi itu harus menjadi salah satu metrik prioritas knowledge management. Semakin tinggi nilai sebuah informasi, semakin didahulukan pengelolaannya. Prioritas ini mungkin sulit ditentukan di awal, khususnya bila knowledge management belum hidup dalam sebuah organisasi. Untuk meminimalkan kesulitan tersebut, organisasi dapat menerapkan proses yang iterative dan incremental agar prioritas informasi yang ditentukan menjadi lebih tepat sasaran.
Knowledge management yang terarah seperti yang dijelaskan di atas akan mewujudkan transparansi informasi yang optimal dalam sebuah organisasi. Akan tetapi, transparansi yang optimal itu saja tidak akan cukup untuk menekan korupsi. Upaya yang komprehensif tetap dibutuhkan untuk memberantas korupsi. Knowledge management yang tepat guna merupakan bagian penting dari upaya itu.