Dalam perjalanan mewujudkan mimpi besarnya untuk menjadi The Most Valuable Banking in South East Asia, PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) Tbk. harus terlebih dulu menjadi pemimpin di sektor keuangan dalam hal digital dan kematangan teknologi informasi (TI).
Dan salah satu pilar penopang yang akan mengantarkan BRI sebagai yang terdepan dalam layanan digital adalah organisasi yang data-driven. Oleh karena itu, data pun menjadi fokus utama BRI guna memungkinkan perusahaan bekerja, menganalisis, mengambil kesimpulan, dan menetapkan suatu kebijakan dengan menggunakan analisis data secara tepat dan memadai.
Untuk menjawab tantangan menjadi Data Driven Organization, BRI secara khusus membangun unit kerja atau divisi tersendiri untuk mengelola data
“Salah satu tugas Divisi Enterprise Data Management (EDM) ini adalah mengelola infrastruktur data dengan benar dan tidak terpisah-pisah. Pengelolaan Data harus dilakukan dengan benar sehingga proses akuisisi, penyimpanan, pengolahan, sampai penyajiannya bisa dikelola di satu tempat,” tutur I Gede Kukuh Adi Perdana, Head of Data Analytics, BRI.
Dan ketika berbicara tentang data di lingkungan perusahaan, bukan hanya proses dan penyajiannya saja yang harus dipikirkan. “Yang paling penting adalah Tata Kelola (Governance) dan Keamanannya (Security) karena di era digital ini yang paling krusial sehubungan dengan Data adalah masalah privasi dan sekuriti data. Oleh karena itulah Divisi EDM dibentuk dengan tujuan agar fokus ke arah pengelolaan, pengamanan dan pemanfaatan data,” Kukuh menambahkan.
Dari sisi infrastruktur, sejak tahun 2017 BRI telah melakukan transformasi digital untuk menyiapkan layanan perbankan BRI sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Salah satu strategi transfromasi digital tersebut adalah mengimplementasikan teknologi berbasiskan data seperti Big Data Platform, Streaming Data Platform, Virtualize Data Platform dan Visualize Data Platform untuk mendukung transformasi digital tersebut.
Bangun Budaya Literasi Data
Di dalam transformasi digital, proses transformasi tidak hanya dilakukan di sisi teknologi saja. Transformasi juga dilakukan di sisi proses dan sumber daya manusia di dalam organisasi. Salah satu strategi BRI di dalam menjalankan transformasi digital adalah dengan membangun kapabilitas sumber daya manusianya juga untuk itu BRI juga membangun budaya literasi data. “Mengapa literasi data ini penting? Karena belum semua pihak menyadari bahwa data akan selalu digunakan oleh seluruh pihak di dalam proses pengambilan keputusan. Anggapan bahwa data adalah urusan dari orang TI saja, sehingga apapun sehubungan dengan data baik dari proses pencarian data, pengumpulan data, pengolahan data hingga penyajian data adalah urusan teman-teman TI dalam kata lain adalah urusan Divisi EDM saja," jelas professional yang telah lebih dari 10 tahun berkarier di bidang Teknologi Informasi ini. Padahal insight akan lebih kaya dan bermanfaat jika dalam proses penggalian dan analisis data melibatkan tim bisnis.
Menurut Kukuh, membangun awareness sehubungan dengan data harus dilakukan oleh semua pihak termasuk teman-teman di tim bisnis harus terlebih dulu ditingkatkan keingintahuannya. Anggapan bahwa kami bukan orang TI menjadi tantangan tersendiri dalam membangun awareness ini. “Oleh karena itu kami mengajak teman-teman untuk belajar tentang data. bagaimana data tersebut memperoleh, mengolah, menyajikan, dan yang paling penting adalah bagaimana mereka dapat menyampaikan (insight) dalam bentuk story telling. Karena dengan story telling, mereka bisa menyampaikan apa yang ada dalam pikiran mereka (business knowledge), apa yang ada di data sehingga manajemen dapat langsung memahami apa saja action item-nya dan rekomendasinya,” jelasnya.
Terapkan Analitik Swalayan
Salah satu outcome dari membangun budaya data literasi adalah inisiatif Demokratisasi Data. Menerapkan pendekatan demokratisasi data itu, di mana setiap orang dalam organisasi dapat mengakses, mengolah dan menyajikan data untuk membantu proses pengambilan keputusan, untuk itu BRI pun menyediakan layanan self-service analytics. “Jadi Divisi EDM menyediakan satu area untuk melakukan pengolahan data, di mana di dalamnya terdapat dataset-dataset yang dapat diakses dan digunakan oleh user, sehingga user dapat langsung mengolah data secara mandiri. Proses pengolahan data secara mandiri harus dapat digunakan dengan mudah atau less code," ujar Kukuh. Tableau adalah Data Visualize Platform yang diimplementasikan di BRI untuk membantu terselenggaranya Demokratisasi Data
Solusi Tableau sendiri sebenarnya telah digunakan di lingkungan TI dan keuangan di BRI sejak tahun 2016. Awalnya Tableau diimplementasikan untuk menjawab tantangan penyajian data dengan cepat dan menarik. “Sebelum menggunakan Tableau, kami harus melakukan coding, memakai CSS atau HTML, untuk membuat tampilan grafik yang menarik. Sampai akhirnya manajemen bilang, kok ribet sekali ya menampilkan data,” cerita Kukuh.
Kini, hampir semua divisi di BRI dapat memanfaatkan self-service analytics yang diletakkan di platform Tableau. Menurut Kukuh, user tidak perlu memahami konteks query lebih dalam. “User dengan mudah tinggal melakukan drag and drop saja untuk menyajikan data” jelasnya lagi.
Beberapa hal yang dapat dilakukan pengguna dengan self-service analytics ini, di antaranya, membuat simple dashboard, membuat presentasi dengan live data, dan, salah satu fitur yang sering digunakan oleh bisnis adalah fitur projection, dengan memanfaatkan forecasting modul yang ada di Tableau.
Implementasi Tableau di BRI terintegrasi dengan Data Platform di mana salah satunya adalah Cluster Big Data. Dengan integrasi ini, user dapat melakukan analisa dengan dataset yang besar sehingga peluang user berkrease dengan melihat pergerakan dan perubahan trend dapat dengan mudah dilakukan.
Integrasi dengan Cluster Big Data merupakan perubahan yang sangat signifikan. Sebelumnya, data disajikan kepada user bisnis dalam bentuk spreadsheet atau text file dan harus melalui proses penyediaan data yang membutuhkan waktu tidak sebentar.
Data yang disediakan juga terbatas pada besarnya data yang dapat dibuka oleh spreadsheet, sehingga apabila dibutuhkan data-data rincian maka data tersebut hanya dalam bentuk periode satu atau dua bulan data saja. Namun saat ini, semua user bisnis dapat dengan mudah mengakses sesuai data yang dibutuhkan oleh mereka hingga hampir 10 tahun data rincian ke belakang.
Ketersediaan layanan self-service analytics berbasis Tableau ini telah memungkinkan user non TI memperoleh insight secara langsung dari “tumpukan” data yang tersedia tanpa bantuan orang TI sekalipun. Hal ini akan memberikan kecepatan, kemudahan, simplifikasi, dan standardisasi dalam proses pemanfaatan data yang pada akhirnya akan memungkingkan terwujudnya data-driven organization.