Find Us On Social Media :

Contoh Pemanfaatan AI di Bank, Mampu Mencegah Kasus Pencucian Uang

By Rafki Fachrizal, Kamis, 17 Juni 2021 | 22:34 WIB

Ilustrasi Money Laundering (Pencucian Uang)

Money laundering atau pencucian uang masih menjadi kejahatan yang sering ditemui di berbagai negara, termasuk Indonesia.

Seringkali melibatkan bank, tujuan paling umum dari praktik kotor ini adalah memperkaya diri si pelakunya dengan cara menyamarkan atau mengaburkan asal usul uang/aset yang dimiliki agar seolah-olah berasal dari aktivitas yang legal.

Padahal, asal usul uang/aset yang didapatkan tersebut dari cara yang tidak wajar atau ilegal seperti korupsi, terorisme, perampokan, perdagangan manusia, narkoba, illegal fishing, dan sebagainya.

Berdasarkan data UNODC (United Nations Office on Drugs and Crime atau Kantor PBB untuk Narkoba dan Kejahatan, perkiraan jumlah total uang yang dicuci setiap tahun di seluruh dunia adalah 2-5% dari PDB global ($800 miliar – $2 triliun).

Melihat hal tersebut, tentunya praktik kejahatan ini menjadi perhatian bagi berbagai pihak, termasuk bank.

Untuk menghindari money laundering, bank pun saat ini sudah menerapkan berbagai upaya yang salah satunya dengan menerapkan solusi teknologi AML (Anti-Money Laundering) dengan dukungan Artificial Intelligence/AI (kecerdasan buatan).

Salah satu bank yang saat ini telah menerapkan teknologi tersebut adalah Danske Bank, sebuah bank yang berkantor pusat di Denmark.

Berkat teknologi AML berbasis AI, Danske Bank mampu memantau dan menyelidiki potensi pencucian uang dengan cepat, sebagaimana dikutip dari ComputerWeekly.com.

Dalam mengadopsi teknologi AML ini, Danske Bank bekerja sama dengan perusahaan software (perangkat lunak) dan analitik, Quantexa. Teknologi tersebut bernama CDI (Contextual Decision Intelligence).

Danske Bank sendiri sangat fokus terhadap hal terkait pencucian uang dan meningkatkan kemampuannya di bidang itu sejak kasus yang menimpa perusahaan beberapa tahun lalu.

Saat itu, Danske Bank tersandung masalah akibat adanya transaksi mencurigakan di kantor cabangnya di Estonia.

Berdasarkan penyelidikan, ribuan nasabah di kantor cabang tersebut dicurigai melakukan tindak pidana pencucian uang.

Kantor cabang Danske Bank tersebut, yang mengelola dana sekitar US$235 miliar milik 15 ribu nasabah asing pada periode 2007-2015, menyebut bahwa ada 6.200 nasabah di antaranya yang melakukan transaksi mencurigakan itu.

Tim Danske Bank di bidang AML terbukti lamban dalam mengidentifikasi anomali divergensi rekening dan transfer uang nasabah yang terjadi di cabang banknya di Estonia. Sehingga, transaksi mencurigakan itu pun terjadi.

Kini dengan mengadopsi teknologi AML berbasis AI, Danske Bank mampu meningkatkan kemampuannya untuk mendeteksi aktivitas mencurigakan yang terjadi di bank, seperti dalam bisnis perdagangan pasar di bidang valuta asing, sekuritas, dan ekuitas.

“Dengan memanfaatkan teknologi, kami dapat mengidentifikasi perilaku kejahatan keuangan yang kompleks secara lebih efektif. Menjalankan analitik canggih pada berbagai data yang terkumpul dapat membantu kami mendeteksi, menyelidiki, dan mencegah kejahatan keuangan dengan lebih baik,” kata Satnam Lehal, Kepala Deteksi Kejahatan Keuangan di Danske Bank.

Diungkapkan Lehal, Bank Danske saat ini tengah mengembangkan proyek percontohan teknologi AML berbasis AI ke tahap berikutnya dan mengintegrasikannya dengan infrastruktur IT lain yang ada.

Intinya, berkaca dari kasus yang pernah di alaminya, Danske Bank terus meningkatkan kemampuan deteksi dan pemantauan kejahatan keuangan di beberapa area di banknya.

“Keberhasilan signifikan dari pendekatan kontekstual kami untuk pemantauan dalam bisnis pasar Danske Bank dan mendukung investigasi kejahatan keuangan adalah contoh dari kemampuan kami untuk memunculkan aktivitas mencurigakan, bahkan dalam produk dan kumpulan data yang paling kompleks,” kata Vishal Marria, CEO Quantexa.

“Kami berharap dapat melanjutkan pekerjaan kami dengan Danske Bank dan melanjutkan misi kami untuk membantu mengungkap jaringan kejahatan terorganisir dengan membuat data bermakna untuk pengambilan keputusan yang lebih efektif dan menyediakan perangkat lunak fleksibel yang terintegrasi ke dalam lingkungan yang ada, di berbagai ukuran organisasi,” tambah Marria.

Baca Juga: Contoh Pemanfaatan Artificial Intelligence di Lingkungan Data Center

Baca Juga: Contoh Penerapan Artificial Intelligence di Bidang Logistik

Baca Juga: Contoh Penerapan Artificial Intelligence di Lingkungan Bisnis