Find Us On Social Media :

Mengatasi Ransomware yang Semakin Marak, Strategi Apa yang Harus Dipunyai Perusahaan?

By Fathia Yasmine, Jumat, 9 Juli 2021 | 10:53 WIB

Ilustrasi serangan ransomware

Pelaku serangan siber dalam bentuk ransomware kini semakin berani menunjukkan giginya. Anda tentu ingat dengan serangan ransomware yang baru-baru ini terjadi di Amerika Serikat (AS).

Pada Selasa (6/7/2021), grup pelaku ransomware bernama REvil menyerang vendor perangkat lunak yang berbasis di Miami, Florida, AS, yakni Kaseya. REvil menuntut pembayaran sebesar 70 juta dollar AS dalam bentuk bitcoin untuk mengembalikan data-data penting Kaseya yang dikuasainya.

Dilansir dari laman The Guardian, data yang dikuasai termasuk ribuan data klien Kaseya, termasuk dari Indonesia. Sebagai informasi, perangkat lunak Kaseya VSA digunakan oleh sejumlah perusahaan perbankan hingga manufaktur di Indonesia.

Beruntung, klien-klien Kaseya di Indonesia dan Singapura masih dapat beroperasi. Berbeda cerita dengan di AS, sejumlah minimarket yang menggunakan perangkat lunak Kaseya untuk sistem kasir harus menutup sementara gerai mereka.

Baca Juga: Deretan Negara ini Punya Jaringan Internet 5G Terkencang di Dunia

Kaseya memiliki fitur keamanan yang cukup kuat apabila dibandingkan dengan vendor sejenis. Meski demikian, REvil bisa menumbangkannya. Oleh sebab itu, serangan terhadap Kaseya disebut sebagai ransomware terbesar yang pernah ada di dunia.

Sebenarnya, sebelum kasus ransomware Kaseya merebak, tepatnya Jumat (7/5/2021), ransomware yang mencengangkan juga sempat terjadi di AS.

Kala itu, operator pipa bensin terbesar di AS berhenti beroperasi setelah mengalami serangan ransomware. Serangan itu bahkan disebut mengancam dan mengguncang pasar energi serta pasokan gas dan solar di Pantai Timur AS.

Tingginya angka serangan yang terjadi di AS, terutama pada sektor-sektor yang strategis, membuat Presiden AS Joe Biden turun tangan. Ia mendorong berbagai pihak yang terkait untuk mempersiapkan strategi yang diperlukan guna mencegah kasus serupa terjadi kembali.

Baca Juga: Samsung Resmi Luncurkan Galaxy F22, Ini Spesifikasi dan Harganya

Pasalnya, ransomware diprediksi akan lebih sering terjadi dan menyerang sektor-sektor yang penting bagi keberlangsungan hidup masyarakat.

Mengutip dari Cybercrime Magazine, serangan ransomware sendiri pada 2016 terjadi setiap 40 detik. Namun, pada 2021 serangan diprediksi akan terjadi setiap 11 detik. Adapun kerugian akibat serangan ini diperkirakan mencapai angka 20 miliar dollar AS.