Find Us On Social Media :

Tingkatkan Digital Resilience untuk Hadapi Disrupsi Bisnis, Load Balancing Jadi Aspek Penting

By Yussy Maulia, Senin, 22 November 2021 | 14:41 WIB

Webinar TechGathering InfoKomputer bertema “How well is your organization prepared for future business disruptions?” yang digelar Kamis (18/11/2021).

Situasi pandemi Covid-19 telah menimbulkan berbagai macam tantangan dan disrupsi bagi banyak perusahaan. Di sisi lain, disrupsi tersebut telah mendorong hampir semua perusahaan untuk melakukan transformasi digital secara masif.

Melalui bantuan teknologi, perusahaan dapat meningkatkan efektivitas kegiatan operasional, menentukan model bisnis yang lebih relevan dan presisi, serta membangun customer experience yang lebih baik dengan konsumen.

Namun, dalam bertransformasi digital, perusahaan juga perlu memastikan bahwa teknologi yang diadopsi benar-benar dapat menjawab disrupsi yang dialami. Selain itu, teknologi juga perlu terus relevan dengan perkembangan kondisi yang dialami perusahaan atau digital resilience.

Hal itu disampaikan oleh pakar IT Richard Kartawijaya dalam webinar TechGathering InfoKomputer dengan tema “How well is your organization prepared for future business disruptions?”, Kamis (18/11/2021).

Baca Juga: Gandeng Bumilangit, PUBG Mobile Bakal Hadirkan Karakter Gundala

Digital resilience adalah bagaimana teknologi digital yang diterapkan perusahaan mampu me-restore operasional saat terjadi gangguan, serta dapat terus memberikan benefit dan sustainability bagi perusahaan ke depan,” jelasnya.

Dalam membangun digital resilience, kata Richard, perusahaan pun harus berani untuk terus beradaptasi dan berinovasi agar seluruh teknologi yang diterapkan tetap relevan dengan kondisi eksternal.

Leaders harus punya open-mind untuk mencoba berinovasi dan memanfaatkan teknologi dengan baik. Kemudian, (leaders) harus punya keterbukaan untuk membentuk tim yang trustworthy dan melek teknologi, serta menggandeng supporting stakeholders,” papar Richard.

Senada dengan Richard, Department Head Super Apps Platform Development Bank Rakyat Indonesia (BRI) Fajar Ujian Sudrajat juga mengungkapkan pentingnya inovasi dalam memanfaatkan teknologi.

Baca Juga: Ini Tiga Tips Menggunakan Instagram Reels untuk Kebutuhan Bisnis

Menurut Fajar, BRI memiliki beberapa strategi dalam berinovasi dan bertransformasi digital. Salah satunya, embed in customer.

“Strategi ini berkaitan dengan bagaimana BRI bisa memberikan layanan aplikasi always-on yang bisa menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat,” ungkapnya.

Untuk itu, kata Fajar, saat ini BRI telah melakukan shifting terhadap metode pengembangan aplikasi perbankan dari model monolithic architecture ke microservices architecture.

“Dengan pengguna (aplikasi) yang semakin banyak, kami mencoba bagaimana agar proses development sampai operation bisa jadi satu kesatuan, tetapi tidak memakan proses changes yang terlalu lama,” kata Fajar.

Baca Juga: Alasan Adopsi Fintech di Indonesia Masih Terkonsentrasi di Kota Besar

Dengan menerapkan model microservices architecture, layanan aplikasi terbagi menjadi fitur-fitur kecil yang saling terhubung. Fitur-fitur tersebut mampu tersinkronisasi dengan cepat ketika aplikasi menerima permintaan atau demand.

Terkait demand, semakin tinggi trafik data yang terjadi dalam aplikasi dapat juga menimbulkan tantangan tersendiri. Selain menyebabkan respons server lambat, tingginya demand yang masuk ke sistem dapat membuat server mengalami overload dan downtime.

Oleh sebab itu, server butuh penyeimbang beban traffic di dalam jaringan atau load balancer, terutama pada aplikasi yang harus menyediakan layanan always-on.

Asia Solutions Architect for Kemp Henry Kay menjelaskan, load balancer bekerja dengan cara membagi beban traffic secara merata kepada beberapa sumber daya atau resources. Dengan begitu, performa server tetap tinggi dalam kondisi apapun.

Baca Juga: Dorong Smart Governance, Kemendagri Gunakan Platform Cloud Nutanix

Sayangnya, menurut Henry, banyak perusahaan membiarkan server mereka dibebani traffic tinggi. Alasannya, mereka merasa server yang dimiliki cukup mampu menampung kapasitas traffic yang ada.

“Akibatnya, seiring berjalannya waktu, perangkat yang digunakan tiba-tiba rusak dan justru butuh waktu maintenance yang lebih lama dan mahal,” kata Henry.

Solusi load balancer dari BPT dan Kemp Technologies

Untuk membantu mengoptimalkan kinerja aplikasi perusahaan, PT Blue Power Technology (BPT) bekerja sama dengan Kemp Technologies menyediakan solusi load balancer yang dapat melakukan beragam optimalisasi.

BPT Product Manager for Kemp Randy Gosal menjelaskan, solusi load balancer yang ditawarkan oleh pihaknya tidak hanya membantu mengelola pembagian beban trafik data, tetapi juga memonitor kinerja jaringan dan mengidentifikasi serta merespon gangguan pada jaringan.

Baca Juga: AMD dan MediaTek Kembangkan Modul Wi-Fi 6E Generasi Terbaru

Load balancer kami memiliki fitur yang dapat mengantisipasi serangan Distributed Denial of Service (DDoS). Kemudian, misal, saat firewall mengalami crash, kita sebagai load balancer dapat membantu menangkal serangan tersebut,” papar Randy.

Tidak hanya itu, load balancer dari BPT dan Kemp juga memungkinkan perusahaan meningkatkan kinerja aplikasi yang dimiliki, serta meminimalisasi risiko downtime dengan lebih efisien dan aman.

“Kami punya terminologi baru, yaitu Apps Experiences. Kami percaya bahwa pengalaman terbaik bagi customer saat menggunakan aplikasi menjadi salah satu tolak ukur keberhasilan transformasi digital,” ungkap Randy.

Selain layanan load balancing, BPT dan Kemp juga menawarkan berbagai solusi IT yang andal, mudah diimplementasikan, dan memiliki lisensi yang fleksibel, seperti Application Delivery Controller (ADC), Network Performance Monitoring and Diagnostic (NPMD), dan Network Detection and Response (NDR).

“Dengan solusi IT dari Kemp yang digabungkan dengan keunggulan BPT yang punya jaringan yang tersebar di seluruh Indonesia, diharapkan kami dapat membantu mendorong transformasi digital pada perusahaan dan organisasi di Indonesia,” ujar Randy.