Penulis: Rifa Haryadi (Country Manager Infobip Indonesia)
Kita melihat adanya pertumbuhan yang signifikan pada industri e-commerce dalam beberapa tahun ke belakang. Didukung dengan transformasi digital yang berlangsung makin cepat selama 18 bulan terakhir, masyarakat global makin terbiasa melakukan transaksi daring, bahkan lebih sering daripada transaksi luring. Dapat dikatakan bahwa masa depan e-commerce akan lebih menjanjikan. Dalam laporan terbaru dari Google, Bain, dan Temasek, diperkirakan bahwa e-commerce Indonesia dapat tumbuh sampai US$83 miliar pada tahun 2025. Hal ini akan menjadikan Indonesia pasar e-commerce terbesar di Asia Tenggara.
Dengan proyeksi tersebut, tidak heran jika makin banyak bisnis ingin memaksimalkan pendapatan dari penjualan daring, terutama di saat adanya kampanye mega sale. Sebagai contoh, pada kampanye “12.12 Birthday Sale”, Shopee Indonesia mencatat jumlah barang yang terjual dalam 2 jam pertama meningkat 13 kali lipat dibandingkan rata-rata transaksi harian. Hal ini tentu menjadi kemenangan besar bagi merek dan bisnis yang berhasil memaksimalkan penjualan mereka selama periode kampanye tersebut.
Namun, masih ada beberapa tantangan yang perlu diperhatikan, khususnya yang berfokus kepada menjaga kepuasan dan kepercayaan pelanggan. Saat ini, pelanggan mencari merek atau bisnis yang dapat diandalkan terutama saat mereka menghadapi masalah, seperti pengalaman pengiriman yang buruk, proses pengembalian yang sulit, dan kurangnya informasi dari penjual. Menurut laporan lain dari Facebook dan Bain, keberhasilan dalam mengatasi tantangan-tantangan ini, yang mencakup juga keluhan terkait produk, dapat menghasilkan Net Promoter Score yang lebih tinggi.
Selain itu, melihat bahwa pembeli kini makin cepat dalam berganti merek dan platform, pengalaman pelanggan yang mulus pada setiap proses (end-to-end), mulai dari proses pembayaran yang lancar, metode pengiriman yang fleksibel, sampai layanan purna jual, adalah kunci untuk mempertahankan pelanggan. Begitu merek dan bisnis menempatkan pelanggan sebagai prioritas mereka, mereka bersedia mengeluarkan lebih banyak untuk mendapatkan pengalaman pengguna yang lebih premium.
Kondisi ini menempatkan omnichannel sebagai masa depan komunikasi karena dapat menciptakan pengalaman berbelanja yang sederhana, tetapi tetap mulus. Dengan memanfaatkan kekuatan omnichannel, bisnis dapat menciptakan pengalaman yang unik, konsisten, dan menarik, baik di toko fisik mereka maupun di saluran media sosial, situs web, dan aplikasi. Dengan cepat, hal ini akan membangun loyalitas merek dan memperkuat nilai-nilai merek. Sehingga, ketika costumer engagement dipersiapkan dan dieksekusi dengan baik, bisnis tentu akan mendapatkan kepuasan pelanggan yang akan mendatangkan retensi pelanggan dan pertumbuhan bisnis.
Apa yang Dapat Kita Pelajari dari Online Mega Sale Baru-baru Ini?
Mega sale 2021 mungkin telah berakhir, tetapi bisnis perlu tetap mengevaluasi dan bersiap untuk periode penjualan mendatang lainnya — mengingat bahwa kampanye penjualan “tanggal kembar” sekarang terjadi secara berurutan hampir setiap bulan, seperti 2.2, 3.3, 4.4, sampai 12.12. Merek dan pelaku bisnis perlu mengidentifikasi apa yang diinginkan konsumen, mengapa mereka kembali melakukan transaksi di sebuah toko, dan bagaimana membuat mereka menjadi pembeli yang kembali. Pelaku bisnis juga perlu sejak dini membuat rencana yang kuat yang mencakup komunikasi dan penyelenggaraan kampanye sehingga mereka dapat mencapai target pendapatan mereka. Berikut adalah beberapa pelajaran dari online mega sale yang baru saja berlangsung:
1. Tidak semua orang berbelanja daring, sebagian dari mereka masih dalam proses menuju ke sana.
Untuk meningkatkan penjualan, bisnis perlu mengembangkan taktik untuk mengubah pembeli luring menjadi daring dan menawarkan interaksi yang layak. Sebagai contoh, dengan melonjaknya e-commerce seperti Lazada dan Shopee, perusahaan ritel Primer melihat adanya nilai lebih jika berinvestasi dalam berjualan daring. Namun, Primer dihadapkan pada tantangan untuk memindahkan pelanggan dan pembeli potensial mereka ke platform belanja daring. Tantangannya adalah bagaimana mengomunikasikan kepada pelanggan yang sudah ada bahwa pilihan belanja secara daring sudah tersedia.
Kemudian, ketika pandemi memaksa Bratpack untuk menutup toko fisiknya, Primer membutuhkan cara untuk mempertahankan bisnisnya. Primer kemudian memperhatikan bahwa target konsumen mereka menggunakan aplikasi perpesanan, sehingga kemudian Primer memutuskan untuk menggunakan Viber Business Messaging dari Infobip untuk membantu dalam melibatkan segmen konsumen ini dan mengarahkan mereka ke platform e-commerce. Selain itu, menggunakan aplikasi perpesanan membantu Primer dalam membangun citra merek yang lebih humanis karena menciptakan keterlibatan yang dinamis dengan pelanggan.
2. Saluran yang paling sering digunakan dan saluran komunikasi yang tepat.