Bertekad menjadi maskapai penerbangan paling dicintai di dunia, Korean Air memutuskan untuk sepenuhnya beranjak ke awan (cloud).
Menjadi yang terdepan dalam implementasi teknologi bukan hal baru bagi maskapai penerbangan asal Korea Selatan ini. Korean Air adalah konglomerasi pertama di Korea yang menerapkan komputerisasi dengan mengadopsi sistem punch card di awal 70an. Perusahaan milik Hanjin Group ini juga menjadi perusahaan pertama di negaranya yang mengalihdayakan data center-nya ke penyedia layanan profesional melalui kemitraan dengan IBM di tahun 1997.
Infrastruktur Legacy Tidak Mendukung
Namun lambat laun private data center memicu berbagai isu, seperti keamanan, latensi, dan ekspansi.
Sementara di sisi lain, perkembangan teknologi mengubah perilaku konsumen, termasuk pengguna transportasi penerbangan. Dikutip dari Simple Flying, Kenneth Chang, CMO dan CIO Korean Air mengatakan bahwa CEO Korean Air memiliki visi yang sangat customer centric dan bertekad menjadikan perusahaannya sebagai maskapai penerbangan yang paling dicintai di dunia.
“Dan ketika saya melihat infrastrukturnya, kami tidak memiliki mekanisme yang dibutuhkan untuk secara cepat me-roll out layanan baru atau mencoba memahami perilaku pelanggan akibat arsitektur monolitik kami yang sudah terlalu usang. Arsitektur semacam ini memang bagus untuk memelihara aplikasi, tapi tidak lebih dari itu,” cerita Kenneth Chang kepada Simple Flying tentang situasi di perusahaan saat ia bergabung lima tahun silam.
Ingin Manfaatkan Data
Dan empat tahun lalu, dimulailah perjalanan Korean Air keluar dari zona nyaman dan mulai mengaplikasikan teknologi terbaru. Menurut Kenneth, perusahaan sebenarnya sudah memiliki pengalaman dengan cloud ketika Korean Air mengimplementasikan sistem ticketing di cloud. Sistem kargo Korean Air juga sudah berbasis cloud.
“Jadi kami paham manfaat cloud. Oleh karena itu kami memutuskan untuk membawa semuanya, menonaktifkan data center kami, dan memindahkan semuanya ke AWS,” cerita Kenneth.
Dengan visi yang fokus pada pelanggan, Korean Air juga ingin memanfaatkan data-data miliknya tidak hanya untuk menentukan harga. Perusahaan ingin menggunakan data untuk memahami layanan khusus apa yang diinginkan pelanggan saat perjalanan bisnis maupun perjalanan liburan. Dan infrastruktur legacy tidak memungkinkan perusahaan memperoleh informasi seperti itu untuk dianalisis para pengambil keputusan.
Tidak Sekadar Lift & Shift
Beralih ke cloud AWS, Korean Air memanfaatkan software as a service, platform as a service, dan infrastructure as a service. Namun perjalanan ke cloud tidak dilakukan Korean Air secara lift and sift.
“Kita tidak hanya mengubah infrastruktur ketika Anda bermigrasi ke AWS atau layanan cloud lainnya. Anda harus benar-benar membangun ulang aplikasi,” jelas Kenneth Chang seperti dikutip dari Simple Flying.
“Kami tidak hanya melakukan lift and shift. Kami harus melakukan replatform, rebuild, dan redevelop,” ia menambahkan.
Korean Air juga meluncurkan website baru dan aplikasi mobile tahun lalu. Informasi yang dikumpulkan keduanya memungkinkan perusahaan memperoleh data yang dapat digunakan untuk layanan yang lebih terpersonalisasi bagi pelanggan loyalnya.