Find Us On Social Media :

Penerapan Teknologi Open API Pada BI-FAST Perkuat Akselerasi Digitalisasi di Industri Perbankan

By Nana Triana, Kamis, 31 Maret 2022 | 18:38 WIB

Ilustrasi penggunaan internet banking.

Pandemi Covid-19 telah mendorong akselerasi digital di berbagai lini bisnis, termasuk di industri di industri perbankan. Hal tersebut dapat dilihat dari meningkatnya aktivitas penggunaan transaksi digital dalam dua tahun terakhir.

Laporan e-Conomy SEA yang disusun Google, Temasek, dan Bain & Company mencatat 37 persen konsumen digital menggunakan layanan baru sebagai dampak sosial-ekonomi dari pandemi Covid-19. Laporan ini memprediksi nilai pasar ekonomi digital Indonesia mencapai 75 miliar dollar Amerika Serikat (AS) pada 2022.

Mempertimbangkan perkembangan potensi ekonomi digital tersebut, berbagai inovasi pun disiapkan Bank Indonesia (BI) untuk mendorong akselerasi digitalisasi ekonomi dan keuangan nasional. Salah satunya dengan meluncurkan Bank Indonesia Fast Payment (BI-FAST).

BI-FAST merupakan infrastruktur sistem pembayaran ritel nasional yang dapat memfasilitasi pembayaran ritel secara real-time, aman, efisien, dan dapat diakses 24 jam. Tujuan utama dihadirkannya BI-FAST adalah untuk mendukung konsolidasi industri sistem pembayaran nasional dan integrasi keuangan digital secara end-to-end. Dengan demikian, nasabah bank dapat bertransaksi dengan cepat, mudah, murah, aman, dan andal. 

Sementara, bagi pelaku industri perbankan, BI-FAST juga memiliki manfaat tersendiri. Selain meningkatkan pelayanan bagi nasabah, BI-FAST juga dapat mendorong semakin banyak nasabah untuk bertransaksi antarbank sehingga dapat meningkatkan sumber pendapatan bagi bank peserta.

Baca Juga: Belajar Implementasi BI-FAST dari BRI

Sebagai informasi, saat ini sudah ada 42 bank yang memanfaatkan platform BI-FAST dalam layanan perbankannya. Salah satunya, yakni Bank Rakyat Indonesia (BRI).

Department Head of Omni Channel Application Development BRI, Muhammad Randy Desmond Ibrahim, mengatakan BRI sudah memulai proses implementasi fitur BI-FAST sejak Maret 2021.

“Dari April 2021 sampai September, kami mempersiapkan softwarehardware, hingga modul. Sampai akhirnya, di November, kami melakukan integration testing dan di Desember meluncurkannya untuk pertama kali,” kata Desmond dalam webinar Infokomputer Tech Gathering dengan tema "Peran BI-FAST dalam Mendorong Transformasi Sistem Pembayaran Digital" pada Kamis (24/3/2022).

Implementasi BI-FAST dibagi dalam dua premis utama, yaitu BI premise dan BRI premise. Pada BRI premise, terdapat front end yang berhubungan dengan customer, seperti BRIMO, BRI API, atau Agen BRILink, serta terdapat back-end yang berupa enterprise service bus atau middleware.

Middleware ini bertugas sebagai orkestrator antara core banking dan BI-FAST,” jelas Desmond.

Baca Juga: IBM Security Ungkap Kerentanan Di Balik Serangan Ransomware di 2021

Middleware tersebut terhubung dengan aplikasi yang disebut CI-Connector. CI-Conector ini adalah aplikasi milik Bank Indonesia yang di-install pada on-premise BRI, dan dapat digunakan secara gratis oleh semua bank yang mengadopsi BI-FAST.

Namun, seluruh kebutuhan perangkat pendukung CI-Connector menjadi tanggung jawab bank, antara lain serverdatabase, dan hardware security module.

Untuk kebutuhan server CI-Connector sendiri, BI telah menentukan spesifikasi yang dibutuhkan. Ada beberapa level atau tier yang bisa dipilih, mulai dari 100 sampai 500 transaction per seconds (TPS). BI juga telah memilih empat bank termasuk BRI untuk menggunakan SD-WAN sebagai koneksi jaringan antara infrastruktur bank dan BI.

“Tujuan penggunaan SD-WAN agar BI-FAST lebih mudah dikelola,” ungkap Desmond.

Pilihan lain implementasi BI-FAST

Desmond menjelaskan sebenarnya ada opsi lain untuk mengimplementasi BI-FAST, yaitu yang disebut open banking melalui fitur Open Application Programming Interface (API).

Sebagai informasi, teknologi Open API memungkinkan bank dan financial technology (fintech) untuk membuka data dan informasi keuangan yang terkait dengan transaksi pembayaran dari nasabahnya secara resiprokal (prinsip kesetaraan).

Baca Juga: Konsumen Pilih Cara Belanja Hybrid, Industri Ritel Andalkan Hybrid Cloud & AI

Artinya, ada tiga pihak yang akan terlibat dalam implementasi Open API ini, yakni nasabah sebagai pemilik data, bank, dan juga fintech.

“Dengan menggunakan konsep Open API, aplikasi BI-FAST tidak lagi ada di on-premise bankMelainkan, hanya terinstal di on-premise BI saja,” jelas Desmond.

Menurut dia, terdapat empat keuntungan yang diperoleh bank peserta BI-FAST dengan mengadopsi konsep Open API. Pertama, bank peserta dapat mudah untuk melakukan setup environment.

”Bank tidak perlu menginstal BI-FAST sehingga tinggal koneksi Open API saja. Jadi, BI bisa menghemat waktu karena tidak perlu effort untuk menginstal di on-premise bank,” ungkap Desmond.

Keuntungan kedua berupa low investment cost karena bank peserta BI-FAST tidak perlu mengeluarkan biaya untuk server, database, dan hardware.

Jadi bank cukup menyediakan koneksi ke pihak BI. Dengan begitu, bank bisa mengefisiensi biaya untuk pemasangan BI-FAST,” tambah Desmond.

Baca Juga: Inilah Saran IBM Indonesia dalam Mengoptimalkan Adopsi Cloud

Kemudian, yang ketiga, adalah keuntungan faster development dan system integration time. Bank tidak perlu lagi melakukan instalasi dan hanya perlu mengetahui spesifikasi Open API untuk dapat terkoneksi ke BI. Dengan begitu, bank bisa menghemat waktu untuk melakukan pengembangan dan intergrasi dengan aplikasi di on-premis BI.  

“Keempat, operasional yang mudah sehingga BI bisa mengelola secara mudah. Jika nantinya ada maintenance atau troubleshooting jadi lebih mudah,” terang Desmond.

Sementara itu, Automation Technical Sales IBM Indonesia, Winton, mengatakan open banking menjadi kunci keberhasilan perbankan dalam menghasilkan profit seiring penetrasi digitalisasi di berbagai sektor industri. 

Open banking bisa menghasilkan 7.2 miliar pounds pada tahun 2022. Selain itu, 84 persen perusahaan financial services berinvestasi di open banking,” kata Winton.

Lebih lanjut, Winton memaparkan, BI-FAST sendiri adalah satu standar retail payment dari BI berbasiskan connector dan Open API.

“Secara teknis, API memiliki standarisasi message format ISO 20022 XML/JSON. Artinya, standar ini akan sama dengan standar yang digunakan negara lain dalam hal payment. Dengan demikian, memungkinkan bank untuk melakukan transaksi ke negara lain,” jelas Winton.

Baca Juga: IBM: Dua Teknologi Ini Jadi Pendorong Optimalisasi Bisnis di Indonesia

Ada beberapa hal yang harus dipersiapkan industri perbankan untuk menggunakan platform API Management dan menjadi API Gateway dalam menjamin keamanan transaksi digital dan memiliki performa yang mumpuni untuk berintegrasi dengan BI.

“Di industri perbankan, keamanan merupakan hal utama yang harus dijaga, sebab jika terjadi security breach akan meruntuhkan image bank. Kemudian, harus memiliki performa yang andal karena pengguna menginginkan transaksi secara real time,” jelas Winton.

Tidak hanya itu, lanjut dia, perbankan juga harus memiliki Enterprise Service Bus untuk melakukan integrasi dengan berbagai sistem di internal bank dan menghasilkan message format ISO 20022. Tidak hanya cepat, integrasi antaraplikasi juga harus reliable, scalable, dan secure.

“Bank di Indonesia memiliki beragam sistem yang bisa menghasilkan ISO 20022, apalagi banking memiliki beragam aplikasi yang running di platform legacy. Untuk mengakselerasinya perbankan diperlukan Enterprise Service Bus,” kata Winton.

Winton juga menjelaskan integrasi merupakan hal esensial karena saat ini bank memiliki puluhan hingga ratusan aplikasi pendukung yang sedang berjalan. Ini menjadi tantangan utama yang dihadapi bank dalam melakukan transformasi digital. Dikatakan bahwa 70 persen perusahaan gagal melakukan transformasi digital karena kualitas integrasi yang buruk.

Baca Juga: IBM Luncurkan Software Berbasis AI untuk Environmental Intelligence

“Jika salah satu komponen tidak terintegrasi dengan baik dapat berdampak buruk pada yang lainnya,” ujar Winton.

Integrasi secara mudah

Untuk mengatasi masalah pengintegrasian tersebut, industri perbankan bisa mengandalkan software dari IBM yakni IBM App Connect dan IBM API Connect Software IBM API Connect memudahkan bank untuk mengelola API secara aman dengan performa tinggi.

Sementara, IBM App Connect dapat digunakan industri perbankan untuk mengaplikasikan Enterprise Service Bus. Software ini dapat mengintegrasikan berbagai aplikasi back end dan melakukan massage transformation, protocol translation, lengkap dengan fungsi logging dan monitoring.

“IBM mampu menyediakan single any to any integration middleware. Kemudian, mampu melindungi API dari hacker dan OWASP security threats,” kata Technical Leader IBM Software, Sinergi Wahana Gemilang Andrew Widjaja.

Tidak hanya itu, Andrew mengatakan, IBM memiliki tools untuk mempercepat API Development.

Selain itu, ada komponen pada software IBM API Connect yang dapat digunakan untuk menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapi pengguna. Nah, untuk mengetahui lebih lanjut tentang IBM App Connect dan IBM API Connect bisa mengunjungi laman berikut ini.