Desa merupakan bagian terkecil dari struktur pemerintahan Indonesia. Sayangnya, desa seringkali dianggap lambat dalam upaya mengadopsi inovasi terbaru, khususnya terkait TIK (Teknologi Informasi dan Teknologi).
Padahal, saat ini Indonesia sudah memasuki era transformasi digital di mana TIK menjadi salah satu kunci utama untuk bisa lebih maju. Oleh karena itu, transformasi digital di desa menjadi agenda penting bagi pemerintah, khususnya untuk meningkatkan layanan publik.
Sebagai upaya untuk mendorong transformasi digital di tingkat desa, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) bersama Kementerian Komunikasi Informatika (Kemkominfo) telah menandatangani nota kesepahaman dengan Nomor 127/MoU/M.Kominfo/HK.04.02/2021 dan Nomor 119/1439/SJ.
Tindak lanjut dari nota kesepahaman itu yaitu perjanjian kerja sama antara Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika Kemkominfo dengan Direktorat Jenderal Bina Pemerintahan Desa Kemendagri.
“Kerja sama tersebut dalam rangka memperkuat data antar pemerintah sebagai upaya percepatan penyelenggaraan urusan pemerintahan di bidang TIK dan penguatan tata kelola pemerintahan desa yang serba mudah, cepat dan terjangkau dengan berbasis digital,” kata Wawan Munawar Kholid, Kasubdit Evaluasi Perkembangan Desa Wilayah III, Direktorat Jenderal Bina Pemerintahan Desa, dalam acara bertema ‘Percepatan Transformasi Digital Desa’.
Lebih lanjut, Wawan mengungkapkan bahwa disrupsi kini telah terjadi di berbagai bidang kehidupan, termasuk administrasi pemerintahan dan pelayanan publik.
Hal ini pun menuntut dan memacu pemerintah untuk melakukan adaptasi, adopsi, transformasi dan kolaborasi pengelolaan pemerintah.
Pemerintah dituntut untuk beradaptasi dan mengadopsi nilai-nilai baru dan melakukan transformasi budaya kerja melalui digitalisasi pelayanan, reformasi struktur yang lebih efisien dan regulasi yang kontektual dan berkualitas.
Menurut Wawan, nilai-nilai lama di budaya birokrasi seperti lambat dalam bertindak, prosedur yang berbelit, mental ingin dilayani, mental korupsi dan lainnya harus diubah menjadi birokrasi yang adaptif, cepat, responsif, efisien dan berintegritas dengan didukung keberadaan layanan digital.
“Dengan jumlah desa sebanyak 74.962, maka digitalisasi dan kolaborasi menjadi sesuatu yang mutlak dilakukan dalam melakukan pembinaan dan pengawasan,” ucap Wawan.
Wawan Munawar Kholid, Kasubdit Evaluasi Perkembangan Desa Wilayah III, Direktorat Jenderal Bina Pemerintahan Desa, saat presentasi di acara ‘Percepatan Transformasi Digital Desa’.
Sistem Informasi yang Telah Dihadirkan untuk Desa
Dalam paparannya, Wawan pun menjabarkan bahwa hingga saat ini Direktorat Jenderal Bina Pemerintahan Desa pun telah menghadirkan berbagai sistem informasi untuk desa.
Misalnya, Prodeskel (Profil Desa dan Kelurahan), Siskeudes (Sistem Keuangan Desa), Sipades (Sistem Pendataaan Aset Desa), dan lainnya.
Dalam mengadopsi sistem informasi yang disediakan tersebut, ada beberapa permasalahan yang umumnya dihadapi oleh pemerintah daerah, termasuk desa. Permasalahan tersebut di antaranya:
- Keterbatasan jaringan internet yang ada di tiap daerah.
- Ketersediaan infrastruktur digital.
- Keterbatasan jaringan internet yang ada di tiap daerah dan desa.
- Kurangnya sosialisasi dan bimbingan teknis.
- Mutasi terhadap pegawai yang menangani berkaitan dengan sistim informasi.
- Kualitas dan kuantitas data yang terkumpul masih belum sesuai dengan yang diharapkan.
Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut, upaya dari pemerintah terus dilakukan. Pemerintah melalui Kemkominfo pun tengah membangun BTS (Base Transceiver Station) untuk telekomunikasi dan memastikan akses jaringan 4G bagi seluruh desa.
Kemkominfo menargetkan di akhir 2023, 100% desa di tanah air sudah terdapat akses jaringan 4G.
Pelayanan Publik yang Terintegrasi
Terobosan dan inovasi sistem berbasis TIK yang dihadirkan pemerintah daerah dan desa haruslah terintegrasi dengan sistem informasi di pemerintah pusat (Kementerian Dalam Negeri), yaitu Sistem Informasi Pemerintah Daerah (SIPD). Misalnya RPJMDes, RKPDes, Keuangan Daerah dan lainnya.
Dengan adanya integrasi sistem informasi tersebut, ia menilai bahwa nantinya akan semakin banyak informasi yang relevan, sesuai kebutuhan analisasi evaluasi dan pengambilan kebijakan.
“Saya mendorong seluruh unit penyelenggara pelayanan publik, baik di provinsi maupun kabupaten/kota serta tingkat pemerintah desa, untuk secara bertahap mengembangkan pelayanan publik yang terintegrasi secara sistem. Pemanfaatan teknologi informasi memungkinkan berbagai layanan dapat diakses dengan mudah dan efisien, khususnya pelayanan daftar seperti pelayanan perizinan, pelayanan kependudukan, layanan kesehatan dan lainnya,” jelas Wawan.
Di sisi lain, Wawan menuturkankan bahwa sebagai upaya pemerintah dalam percepatan transformasi digital desa, diharapkan ada lima target yang bisa tercapai.
Pertama, tersusunnya pusat data desa dan kelurahan di Indonesia yang terintegrasi dan berkelanjutan.
Kedua, memperoleh data yang akurat, valid dan terbaru serta dapat dipertanggung jawabkan.
Ketiga, menghasilkan berbagai analisis yang dibutuhkan bagi K/L, pemerintah daerah, pemerintah desa, swasta dan masyarakat.
Keempat, penguatan struktur organisasi terkait dengan pendayagunaan data.
Kelima, terpublikasikannya data desa dan kelurahan dan dapat diakses oleh seluruh lapisan masarakat.
“Untuk mewujudkan hal tersebut, saya berharap agenda awal interoperabilitas data Sideka-NG (Sistem Informasi Desa dan Kawasan New Generation) dengan data Prodeskel, Siskeudes, Sipades, berjalan dengan baik sebagaimana bentuk konsolidasi awal percepatan transformasi digital desa yang dapat menstimulasi percepatan penyusunan satu data desa, publikasi data desa, maupun sistem pelayanan publik di desa,” pungkas Wawan.
Baca Juga: Inilah Empat Aspek Penting untuk Menuju Desa Modern dan Desa Digital
Baca Juga: Tiga Cara Download Video TikTok Tanpa Watermark Secara Mudah & Gratis