Ada kabar gembira! Para ilmuwan sedang mengembangkan contoh artificial intelligence untuk mengatasi masalah rambut rontok dan kebotakan.
Jurnal Nano Letters baru-baru ini mempublikasikan temuan para ilmuwan dari Universitas Sians dan Teknologii Qingdao di Tiongkok, yaitu contoh artificial intelligence untuk cara perawatan dan pengobatan baru kebotakan.
Para peneliti memanfaatkan artificial intelligence (AI) untuk memprediksi kemungkinan senyawa kimia yang efektif untuk mengatasi kerontokan rambut.
Baca juga: Apa Itu Teknologi Artificial Intelligence?
Kondisi kerontokan rambut pada kebanyakan orang adalah alopesia androgenik, atau dikenal juga sebagai kebotakan berpola yang bisa dialami pria maupun wanita. Menurut penelitian, 60% pria mengalami kebotakan ini setelah usia 50 tahun. Dan sekitar 40% dari perempuan mengalaminya pasca menopause.
Kondisi alopesia androgenik terjadi karena kerentanan folikel rambut terhadap hormon androgen, peradangan, atau kelebihan spesies oksigen reaktif, seperti radikal bebas oksigen. Kadar oksigen radikal bebas terlalu tinggi dapat “mengalahkan” enzim antioksidan yang seharusnya bertugas mengendalikan radikal bebas.
Ketika terjadi ketidakseimbangan ini, folikel rambut mengalami kerentanan sehingga akar rambut mengalami miniaturisasi atau mengecil.
Salah satu enzim antioksidan ini adalah superoxide dismutase (SOD). Para peneliti baru-baru ini berhasil membuat tiruan SOD yang disebut nanozyme. Namun sejauh ini upaya ini belum cukup efektif untuk mengusir radikal bebas oksigen.
Baca juga: Contoh Artificial Intelligence di Bidang Pertahanan
Sebelum ini, para ilmuwan juga telah melakukan upaya berupa pengembangan senyawa yang dapat mengganggu radikal bebas dan memungkinkan pertumbuhan rambut terus berlanjut, tetapi upaya ini belum membuahkan hasil. Dan AI dipandang dapat membantu merancang nanozyme yang lebih baik untuk merawat kerontokan rambut.
Untuk menemukan kandidat nanozyme, para peneliti memilih senyawa logam transisi thiophosphate. Kemudian para peneliti menguji model machine learning dengan 91 kombinasi logam transisi, fosfat, dan sulfat. Model AI ini memberikan prediksi bahwa MnPS3 merupakan senyawa yang paling mirip dengan SOD.
Selanjutnya MnPS3 dalam bentuk nanosheet disintesakan melalui transportasi uap kimia serbuk mangan, fosfor merah, dan belerang. Tes awal dilakukan di laboratorium menggunakan sel fibroblas kulit manusia. Langkah pertama ini merupakan proof of concept yang bertujuan memastikan keamanan dan efektivitas senyawa MnPS3. Tes terhadap sel manusia tersebut mengkonfirmasi bahwa MnPS3 dapat mengurangi spesies oksigen reaktif tanpa efek samping yang negatif.
Setelah itu, para peneliti melakukan pengujian MnPS3 pada tikus untuk melihat keamanan dan efektivitasnya pada organisma hidup. Para peneliti memilih tikus sebagai hewan percobaan karena hewan pengerat ini pun ternyata mengalami alopesia androgenik. Senyawa MnPS3 dimasukkan ke kulit tikus melalui patch microneedle berukuran kecil.
Baca juga: Contoh Artificial Intelligence Ini Bantu Damkar Lakukan Operasi SAR
Tiga belas hari setelah perawatan, menurut hasil penelitian yang dipublikasikan oleh Nano Letters, rambut pada tikus tumbuh lebih tebal dan lebat sehingga dapat menutupi bagian-bagian yang semula mengalami kebotakan.
Meski begitu, masih dibutuhkan waktu yang lama untuk menguji coba senyawa ini pada manusia, apalagi ketersediaannya secara komersial. Suatu hari ini, artificial intelligence akan dapat membuat penampilan kita menjadi menarik, misalnya melalui rambut yang lebat dan sehat.