Di fase awal, ESB memang menyasar jaringan restoran besar terlebih dahulu. Namun kini, solusi ESB mulai menyasar segmen restoran UMKM. “Saya berharap dalam 3-4 tahun ke depan, market share ESB bisa mendekati 50%,” ungkap Gunawan.
Selain meningkatkan efisiensi operasional restoran, solusi ESB juga diharap bisa menjawab masalah klasik pelaku industri F&B: pendanaan. “Karena selama ini, pelaku industri F&B ini tidak bankable,” ungkap Gunawan mengungkapkan alasannya.
Ada alasan tersendiri mengapa bank “takut” meminjamkan modal ke pemilik restoran. “Karena asetnya paling meja dan peralatan masak, sementara tempat cuma sewa,” ujar Gunawan. Dengan kondisi seperti itu, risiko bagi bank untuk memberikan pinjaman pun menjadi terlalu tinggi.
Namun ketika pemilik restoran menggunakan solusi ESB, faktor risiko menjadi lebih mudah dihitung. Bank dengan mudah melihat kinerja bisnis restoran melalui data penjualan restoran tersebut. Kemungkinan gagal bayar cicilan pun bisa diminimalisir karena sistem payment dan lending telah diintegrasikan. “Jadi dua kondisi itulah yang menjadi collateral ke bank,” tambah Gunawan.
Inisiatif lain pun sedang disiapkan ESB, seperti memperluas kanal penjualan melalui live streaming di media sosial yang sedang populer itu. Atau bagaimana pemilik restoran bisa merancang strategi pemasaran berbasis data.
Semua itu berujung pada satu tujuan besar, yaitu meningkatkan ekonomi pelaku industri F&B di Indonesia. “Jika bisa memberikan perubahan bagi industri F&B di Indonesia, ESB bisa menjadi barometer dunia,” ungkap Gunawan menggambarkan mimpinya.
Baca Juga: Mengenal Solusi ESB yang digunakan restoran global