Find Us On Social Media :

Gunawan (CEO ESB) dan Mimpinya untuk Pelaku Industri F&B Indonesia

By Wisnu Nugroho, Jumat, 9 Juni 2023 | 09:36 WIB

Gunawan (CEO ESB), yang telah mengenal dunia kuliner sejak kecil

Jika dirunut ke belakang, ada tiga peristiwa yang membuat seorang Gunawan (CEO ESB) berkecimpung di dunia kuliner. Titik pertama terjadi saat Gunawan masih berusia 11 tahun, ketika ia “ditantang” sang ibu untuk memasak sendiri makanannya. “Soalnya waktu itu saya bilang masakan mama tidak enak,” ujar Gunawan sambil tertawa. 

Tantangan itu membuat Gunawan belajar memasak dan akhirnya jatuh cinta pada dunia kuliner. Ia bahkan sempat merintis program beasiswa untuk belajar menjadi koki di Jepang. Namun krisis moneter 1998 datang, dan semua rencana itu pun buyar. Gunawan akhirnya kuliah akuntansi di Universitas Tarumanegara, dan di kemudian hari bekerja di PwC.

Titik kedua terjadi saat Gunawan keluar dari PwC dan memutuskan membuat perusahaan konsultan sendiri. Tanpa disadari, kebanyakan kliennya adalah pemilik restoran. Interaksi ini membuatnya lebih paham seluk-beluk industri F&B, termasuk bagaimana membuat proses bisnis yang ramping.

Saat menjadi konsultan, Gunawan juga memiliki klien sebuah sebuah software house yang terdiri dari tiga programmer. “Awalnya mereka datang untuk konsultasi pajak,” cerita Gunawan. Software house ini terbilang sukses karena memiliki klien dari industri perbankan dan finansial. Tertarik akan keahlian mereka, Gunawan pun menggandeng tiga programmer ini untuk mendirikan ESB (Esensi Solusi Buana), dengan fokus mengembangkan ERP untuk berbagai industri.

Namun di tahun 2018, Gunawan mengaku bosan membangun software sekadar untuk mendapatkan uang. “Saya ingin meninggalkan cerita untuk ke anak-cucu saya,” ungkap Gunawan. 

Di momen itulah, dunia kuliner kembali memanggil. Gunawan melihat, F&B adalah industri yang tidak pernah dilirik software developer. Jika membutuhkan aplikasi, pemilik restoran biasanya membuat sendiri atau menggunakan yang ada meskipun tidak cocok. Gunawan pun terpikir untuk membuat aplikasi restoran yang ramping dan efisien. 

“Saya ingin mengubah industri F&B Indonesia tanpa perlu membuka restoran,” ungkap Gunawan. 

Digunakan Restoran Global dan UMKM

Aplikasi ESB sendiri menyasar area pelayanan (frontend) maupun pengelolaan (backend). Di sisi frontend, terdapat aplikasi ESB POS, ESB POSLite, dan ESB Order untuk melayani konsumen restoran. Sementara di sisi backend, terdapat solusi ESB Core yang memonitor proses bisnis restoran mulai dari persediaan, produksi, sampai keuangan.

Saat ini, solusi ESB digunakan di berbagai restoran ternama di Indonesia, termasuk restoran dengan jaringan global. Salah satu contohnya adalah Starbucks Indonesia, di mana solusi ESB digunakan sebagai substitusi sistem yang biasa digunakan Starbucks global. Contoh konsumen ESB lainnya adalah Auntie’s Ann, Djournal Coffee, Marugame Udon, dan lain sebagainya.

Solusi ESB sendiri dirancang secara modular, sehingga bisa digunakan sesuai kebutuhan restoran. Dalam beberapa kasus, modul ESB juga dapat diintegrasikan dengan sistem yang telah ada. “Namun 95% pelanggan kami beralih dari sistem lama ke sistem ESB,” ungkap Gunawan. 

Di fase awal, ESB memang menyasar jaringan restoran besar terlebih dahulu. Namun kini, solusi ESB mulai menyasar segmen restoran UMKM. “Saya berharap dalam 3-4 tahun ke depan, market share ESB bisa mendekati 50%,” ungkap Gunawan. 

Selain meningkatkan efisiensi operasional restoran, solusi ESB juga diharap bisa menjawab masalah klasik pelaku industri F&B: pendanaan. “Karena selama ini, pelaku industri F&B ini tidak bankable,” ungkap Gunawan mengungkapkan alasannya.

Ada alasan tersendiri mengapa bank “takut” meminjamkan modal ke pemilik restoran. “Karena asetnya paling meja dan peralatan masak, sementara tempat cuma sewa,” ujar Gunawan. Dengan kondisi seperti itu, risiko bagi bank untuk memberikan pinjaman pun menjadi terlalu tinggi.

Namun ketika pemilik restoran menggunakan solusi ESB, faktor risiko menjadi lebih mudah dihitung. Bank dengan mudah melihat kinerja bisnis restoran melalui data penjualan restoran tersebut. Kemungkinan gagal bayar cicilan pun bisa diminimalisir karena sistem payment dan lending telah diintegrasikan. “Jadi dua kondisi itulah yang menjadi collateral ke bank,” tambah Gunawan.

Inisiatif lain pun sedang disiapkan ESB, seperti memperluas kanal penjualan melalui live streaming di media sosial yang sedang populer itu. Atau bagaimana pemilik restoran bisa merancang strategi pemasaran berbasis data. 

Semua itu berujung pada satu tujuan besar, yaitu meningkatkan ekonomi pelaku industri F&B di Indonesia. “Jika bisa memberikan perubahan bagi industri F&B di Indonesia, ESB bisa menjadi barometer dunia,” ungkap Gunawan menggambarkan mimpinya.    

Baca Juga: Mengenal Solusi ESB yang digunakan restoran global