Saat menyeruput kopi di Starbucks Indonesia, Anda mungkin perlu tahu ada aplikasi buatan Indonesia yang berperan di sana. Begitu pula jika Anda melahap sandwich di Subway atau rendang di Restoran Padang Sederhana. Ya, semua restoran tersebut memiliki satu kesamaan: menggunakan aplikasi manajemen restoran buatan ESB (Esensi Solusi Buana).
Pencapaian ini boleh dibilang mengagumkan, namun tidak membuat Gunawan (CEO ESB) bangga berlebihan. “Masih jauh dari mimpi besar kami,” ujar Gunawan dengan nada merendah. Saat merintis ESB, Gunawan memang memiliki mimpi besar: membantu pelaku industri F&B di seluruh Indonesia.
Mengenal Solusi ESB
Secara prinsip, ESB adalah aplikasi yang khusus ditujukan bagi operasional restoran, baik dari sisi frontend (pelayanan) maupun backend (pengelolaan). Di sisi frontend, ESB memiliki aplikasi ESB POS, ESB POSLite, dan ESB Order untuk melayani konsumen restoran. Sementara di sisi backend, terdapat solusi ESB Core yang memonitor proses bisnis restoran mulai dari persediaan, produksi, sampai keuangan.
Selain itu, ESB juga menawarkan ESB Goods yang menjadi marketplace B2B untuk mendapatkan bahan baku yang mereka butuhkan. Semua solusi ini dirancang secara modular, sehingga pemilik restoran bisa menggunakan salah satu solusi ESB sesuai kebutuhan. (Anda dapat melihat implementasi semua aplikasi ESB di sini).
“Sebenarnya benang merah dari seluruh solusi ESB adalah bagaimana menurunkan cost dan meningkatkan sales,” ujar Gunawan. Penurunan biaya dapat muncul dari efisiensi bahan baku makanan (food cost) yang mencakup 40% dari pengeluaran restoran. “Sistem kami bisa menjaga persentase food cost ini stabil atau bahkan lebih rendah,” tambah Gunawan.
Penurunan biaya juga bisa dicapai melalui sistem pemesanan makanan yang efisien. Solusi ESB dapat mengarahkan pelanggan untuk melakukan pemesanan melalui QR Code, yang kemudian langsung masuk ke sistem di dapur. Dengan begitu, kebutuhan akan pelayan untuk menerima pesanan pun dapat diminimalisir. “Kebutuhan karyawan bisa berkurang sampai 70%, sehingga restoran bisa mengalihkan sumber daya tersebut ke cabang lain,” tambah Gunawan.
Ke depan, ESB juga memiliki solusi business intelligence yang membantu pemilik restoran mengambil keputusan berbasis data. “Jadi sistem BI kami akan mengolah data penjualan dari sebuah restoran, lalu memberikan rekomendasi strategi penjualan yang lebih targeted,” ungkap Gunawan. Rekomendasi itu bisa berupa outlet mana yang penjualannya paling bagus, paket penjualan apa yang diminati konsumen, sampai jenis promosi yang cocok buat outlet tertentu.
“Semua itu datang dalam bentuk rekomendasi, sehingga pemilik restoran tidak harus sibuk mengolah data sendiri,” tambah Gunawan.
Fitur BI ini memang baru dalam tahap uji coba, namun sudah menunjukkan hasil menjanjikan. “Kami melakukan pilot project selama satu tahun dengan salah satu restoran, dan AOV (Average Order Value, Red) restoran itu naik sampai 40%,” tambah Gunawan.
Mewujudkan Mimpi
Setelah lima tahun berdiri, ESB kini telah digunakan di lebih dari 10 ribu merchant. “Sekitar 80% adalah merchant besar,” cerita Gunawan, sambil menyebut restoran Remboelan sebagai pelanggan pertama mereka. Hal ini memang bukan tanpa sebab. Strategi go to market ESB menyasar jaringan restoran besar terlebih dahulu, “supaya pasar tahu solusi kami,” ujar Gunawan mengungkapkan alasannya.
Namun kini, restoran kelas kecil dan menengah pun sebenarnya sudah bisa memanfaatkan solusi ESB dengan cara berlangganan (subscription). Mereka cukup mendaftar melalui situs ESB, nanti akan dibantu tim ESB untuk menaikkan menu.
Proses kustomisasi memang dimungkinkan, namun jika memang benar-benar dibutuhkan. “Kami hanya melakukan kustomisasi jika fitur tersebut memang dibutuhkan mayoritas customer kami,” ujar Gunawan. Namun pria asal Rengat, Riau ini meyakini, ESB sudah memiliki fitur yang dibutuhkan mayoritas operasional restoran.
Hal ini tidak lepas dari pengalaman ESB membantu berbagai jenis restoran, mulai dari restoran life style, high-end, sampai fast moving. “Jadi kami sudah memiliki best practice untuk berbagai jenis restoran,” ungkap Gunawan. Dengan begitu, fitur di solusi ESB pun tinggal digunakan oleh pemilik restoran.
Gunawan sendiri menargetkan, ESB dapat mendekati market share 50% dalam 3-4 tahun mendatang. Inovasi pun akan terus dilakukan, seperti menyediakan fitur pendanaan yang memudahkan pemilik restoran mendapatkan pinjaman dari perbankan. Tim ESB juga mencoba menjajaki perluasan kanal penjualan melalui Whatsapp atau Tiktok.
Gunawan meyakini, potensi ESB ke depan akan sangat besar. Data menunjukkan, industri F&B akan mencapai US$273,6 miliar pada tahun 2023 ini. “Komponen software memang sekitar 0,2-0,3% dari total revenue. Namun jika menghitung komponen seperti ordering, supply chain, atau pendanaan, persentasenya bisa mencapai 5%” ungkap Gunawan. Dengan kata lain, solusi ESB memang memiliki potensi pasar yang besar.
Namun Gunawan menyebut, ada yang lebih berharga dari semua angka-angka itu. “Saya ingin meningkatkan ekonomi pelaku industri F&B di Indonesia,” ungkap Gunawan.
Baca juga: Tiga peristiwa penting yang membuat Gunawan mendirikan ESB
Penulis | : | Wisnu Nugroho |
Editor | : | Wisnu Nugroho |
KOMENTAR