Find Us On Social Media :

Meningkatkan Efisiensi di Infrastruktur Digital dengan Otomatisasi

By Rafki Fachrizal, Senin, 25 September 2023 | 18:15 WIB

InfoKomputer Deep Dive: Memanfaatkan Otomatisasi untuk Pengelolaan Infrastruktur Digital.

Di era transformasi digital, perusahaan dari berbagai sektor industri semakin memanfaatkan digitalisasi untuk mendukung bisnisnya.

Contoh digitalisasi tersebut seperti perusahaan yang berlomba-lomba mengembangkan super app untuk menawarkan produk atau layanannya ke konsumen.

Untuk itu, infrastruktur digital untuk mendukung digitalisasi seperti itu tentunya harus menjadi perhatian utama perusahaan karena akan mempengaruhi proses bisnis jika mengalami kendala.

Mengelola infrastruktur digital pun bukan sebuah perkara mudah. Apalagi jika masih menggunakan teknik manual, tentunya ini akan membutuhkan biaya, waktu, dan tenaga kerja yang tidak sedikit.

Oleh karenanya, pengelolaan infrastruktur digital dengan teknik otomatisasi merupakan solusi yang tepat diadopsi perusahaan saat ini.

Berdasarkan sebuah riset, dalam dua atau tiga tahun terakhir, otomatisasi menjadi teknologi yang banyak diadopsi perusahaan global.

Selain itu menurut survei McKinsey & Company, 73% perusahaan global saat ini telah menggunakan otomatisasi.

Efisiensi sendiri dinilai sebagai kentungan utama yang bisa didapatkan perusahaan ketika mengadopsi otomatisasi.

“Manfaat utama otomatisasi adalah meningkatkan efisiensi. Menurut sebuah survei, 31% efisiensi didapatkan dengan menggunakan otomatisasi dan angka itu akan menjadi semakin besar ketika kompleksitas dari proses bisnis itu semakin tinggi,” kata Wisnu Nugroho, Managing Editor InfoKomputer, dalam acara “InfoKomputer Deep Dive: Memanfaatkan Otomatisasi untuk Pengelolaan Infrastruktur Digital”, yang baru-baru ini digelar di Hotel Fairmont, Jakarta.

“Karena bagaimanapun, ketika (proses bisnis) semakin kompleks maka semakin sulit untuk memulai (pengelolaan infrastruktur digital) secara manual dan otomatisasi akan menjadi jawaban,” lanjutnya.

Otomatisasi untuk Mempermudah Pemantauan Aplikasi

Teknologi otomatisasi dapat membantu perusahaan dalam mengelola terkait infrastruktur digital seperti mempermudah pemantauan aplikasi secara real-time dan mengidentifikasi masalah yang muncul, mempercepat pengelolaan API (application programming interface), dan meningkatkan visibilitas penggunaan resources baik di on-premise maupun on-cloud.

Dalam hal pemantauan aplikasi misalnya. Seperti diketahui, saat ini banyak perusahaan yang mengembangkan aplikasi sebagai wadah untuk menawarkan produk atau layanan ke konsumen.

Bahkan, tak sedikit pula perusahaan yang mengembangkan aplikasi lebih dari satu atau dalam jumlah banyak.

“Kalau bicara soal aplikasi, sekarang ini kita banyak mendengar istilah super app. Faktanya, super app jadi tren dan aplikasi seperti itu menjadi suatu cara atau media bagaimana bisnis atau penyedia layanan berinteraksi dengan konsumen,” jelas Hansen Panjaitan, Senior Software Engineer and Consultant, Multipolar Technology.

Ia pun mengibaratkan super app seperti toko swalayan, di mana di dalam super app konsumen bisa melihat produk, memilih produk, dan membeli berapa banyak produk yang diinginkan.

Di sisi lain, perusahaan pun dituntut harus bisa menjamin kelancaran operasional super app yang dimilikinya.

“Kalau misal toko swalayannya tutup, maka tidak ada transaksi. Kalau misal pelayan toko swalayannya lambat melayani atau antrenya panjang itu juga ‘kan merusak pengalaman pelanggannya. Apalagi kalau konsumennya lagi buru-buru,” tutur Hansen.

“Nah, aplikasi juga sama seperti itu, kita jaga supaya minimal tidak down atau juga jangan sampai lemot. Kalau misalnya down atau lemot, bisa jadi macam-macam kejadian. Misalnya konsumen pindah ke aplikasi lain, otomatis ke bisnis lain, atau mungkin memasukkan bintang satu ke review aplikasi. Ini ‘kan kurang baik juga buat reputasi perusahaan kita,” tambah Hansen.

Kondisi seperti di atas tentunya harus bisa di antisipasi oleh tim operasional TI di perusahaan. “Di zaman aplikasi yang sudah mulai model seperti ini (super app), tim operasional TI itu tidak bisa lagi secara reaktif, soalnya mereka berhadapan dengan tantangan misalnya seperti selain aplikasi harus high available, scalable, responsif, dan tidak lemot, aplikasi juga harus bisa mengikuti gerakan bisnis dari perusahaan. Selain itu, kita juga harus bisa mengoperasikan (aplikasi) dengan biaya tidak terlalu besar. Secara biaya juga harus efektif dan tidak lupa memperhatikan faktor sustainability,” papar Hansen.

Untuk membantu perusahaan dalam mengelola infrastruktur digital seperti aplikasi bisnis, IBM memiliki solusi yang bernama ‘Instana Enterprise Observability’.

Salah satu kemampuan yang dimiliki solusi ini yaitu mambantu semua tim operasional TI untuk melakukan full stack visibility.

“Jadi tidak lagi sebuah aplikasi hanya bisa dilihat berdasarkan komponen saja. tetapi semua itu kita bisa lihat mulai dari front end, middleware, sampai ke back end. Semua bisa dilihat secara keseluruhan,” tutur Hansen.

Instana Enterprise Observability yang sepenuhnya dapat berjalan otomatis menempatkan data kinerja aplikasi dalam konteks untuk memberikan identifikasi cepat guna membantu mencegah dan memulihkan masalah jika suatu saat terjadi.

Hansen mengungkapkan, “Solusi ini bisa meng-collect semua data aplikasi dan kemudian membangun konteks. Tujuannya apa? Untuk membantu tim operasional TI mengerti dan memahami aplikasi itu behaviour-nya bagaimana. Seperti apa yang dikatakan masalah, seperti apa yang dikatakan tanda-tanda menuju terjadi insiden, bahkan ketika insiden terjadi apa yang dapat Instana bantu supaya tim terkait kemudian bisa lebih cepat menemukannya.”

“Saat intelligent action-nya juga bekerja, yang dilakukan berdasarkan data yang sudah di-collect dan analisa. Jadi action yang dilakukan diharapkan tentunya lebih akurat karena didasarkan pada data yang sudah ada sebelumnya,” pungkas Hansen.

Pada akhirnya, solusi seperti Instana Enterprise Observability menggambarkan pentingnya teknologi otomatisasi untuk mendukung infrastruktur digital di era transformasi digital seperti saat ini.

Baca Juga: Studi: 40% Tenaga Kerja Perlu Pelatihan Ulang Akibat dari Penerapan AI

Baca Juga: IBM, Multipolar Technology Beberkan Cara Tingkatkan Data Resilience