Dalam sebuah eksperimen, peneliti dari Florida State University, Sebastian J. Goerg, mencoba mengungkap korelasi antara target dan produktivitas. Eksperimen tersebut melibatkan pustakawan yang ditugaskan menyusun kembali buku ke lokasi seharusnya. Dari eksperimen tersebut terungkap, pustakawan yang diberi target berhasil menyusun 15% buku lebih banyak dibanding pustakawan yang tidak dibebani target.
Penelitian Goerg tersebut adalah satu dari sekian banyak riset yang menunjukkan manfaat pemberian target atau goal setting terhadap kinerja seseorang. Hal ini yang kemudian diadopsi di lingkungan perusahaan dengan menerapkan KPI (Key Perfomance Indicator). Dengan KPI, perusahaan menetapkan target besar yang ingin dicapai, untuk kemudian diturunkan ke tiap individu di lingkungan perusahaan.
Memudahkan Pengelolaan
Saat bekerja di beberapa perusahaan di AS, Domenico Tukiman merasakan langsung manfaat sistem KPI yang sudah matang di sana. “Ketika saya masuk perusahaan, sudah jelas targetnya apa, apa yang harus dilakukan, serta pembelajaran apa yang harus diambil untuk mengembangkan karir” jelas pria yang akrab dipanggil Dom tersebut. Dengan sistem yang tertata itu, Dom merasa memiliki arah yang jelas dalam pengembangan diri.
Namun ketika kembali ke Indonesia, Dom melihat sistem manajemen ketenagakerjaan seperti itu masih jarang di Indonesia. Karena itulah bersama Rhapsody Budiono, software engineer yang juga pernah bekerja di AS, Dom membangun Synergo. Solusi ini pada dasarnya adalah workforce management berbasis cloud yang memberi kemudahan bagi manajemen dalam menyusun target dan KPI dari tiap individu di dalam perusahaan.
Saat wawancara dengan InfoKomputer, Dom pun menunjukkan cara kerja Synergo. Contohnya sebagai CEO, ia bisa melihat target yang dibebankan kepadanya, dan kepada siapa target itu diturunkan. Contohnya di target sales, Dom bisa melihat turunan target yang dibebankan kepada dua sales manager-nya, berikut dengan task spesifik yang harus mereka lakukan. “Pencapaian dari dua sales manager ini kemudian dikonsolidasi menjadi pencapaian saya” ungkap Dom.
Sedangkan di sisi karyawan, mereka akan mendapatkan dashboard sendiri berisi deretan task yang harus dilakukan. Setiap selesai melakukan sebuah tasks, karyawan bisa mencentang tanda selesai yang langsung tercatat di sistem. Contohnya ketika task seorang sales adalah bertemu seorang klien, dia bisa langsung melaporkan kunjungannya via aplikasi smartphone. “Laporannya bisa berupa check-in di kantor klien atau berfoto bersama klien tersebut” tambah Dom untuk menggambarkan kemudahan yang diberikan solusi Synergo.
Tiga Lapis
Memonitor pencapaian sebenarnya bukan bagian tersulit dari sebuah sistem KPI. Tantangan terbesar adalah bagaimana menentukan target dari tiap individu yang bisa berkorelasi langsung dengan target besar yang ingin dicapai perusahaan. Karena itulah di sistem Synergo, sebuah target diturunkan ke dalam tiga level, yaitu goals, sub-goals, dan tasks. “Jadi tasks yang menjadi target tiap individu harus berkorelasi dengan sub-goals dan goals perusahaan” tambah Dom.
“Target yang ditetapkan benar-benar merefleksikan kondisi yang terjadi di lapangan” Domenico Tukiman
Solusi Synergo juga dirancang agar bisa merepresentasikan dinamika pekerjaan yang terjadi sehari-hari. “Jadi bukan semata-mata karena hubungan struktur, namun harus menggambarkan situasi kerja di lapangan” ungkap Dom. Sistem penilaian pun bersifat 360o, sehingga kinerja seorang karyawan dinilai dari atasan, bawahan, maupun rekan kerja di level yang sama.
Untuk membantu perusahaan membuat sistem penilaian, tim Synergo akan melakukan pendampingan di awal proses. “Nanti akan tim onboarding dari Synergo yang membantu proses implementasi” tanya Dom. Biasanya, proses onboarding ini memakan waktu sekitar dua bulan. Kalaupun ada kendala setelah proses onboarding, Synergo menyediakan fasilitas customer service yang siap membantu.
Saat ini, Synergo telah digunakan di 26 perusahaan dari berbagai industri, dengan total pengguna lebih dari 3000 user. “Kebanyakan manufaktur, namun ada juga dari airline, financial services, dan dealer mobil” tambah pria yang pernah bekerja di PwC dan BCG ini.
Kebanyakan adalah perusahaan level enterprise, dan itu ada sebabnya. “Awalnya kita menargetkan small dan medium enterprise, namun ternyata kurang tepat” cerita Dom. Alasannya adalah perusahaan di level tersebut belum memiliki sistem TI yang lebih mendasar, seperti HR dan ERP. Karena itu, agak sulit bagi perusahaan level ini mengadopsi sistem seperti Synergo.
Karena itulah Synergo kemudian mengalihkan sasaran ke perusahaan enterprise. “Perusahaan enterprise biasanya sudah memiliki sistem KPI, namun banyak yang masih manual atau menggunakan software spreadsheet sederhana” ungkap Dom. Ketika ditawari solusi Synergo, perusahaan level enterprise ini pun lebih mudah mengadopsi.
Saat ini tim Synergo terdiri dari 19 orang, yang sebagian besar adalah software engineer. “Karena fokus kami adalah mengintegrasikan Synergo dengan sistem yang digunakan klien” ungkap Dom menjelaskan. Harapannya, sistem menjadi lebih simpel karena data dari Synergo bisa langsung diintegrasikan ke aplikasi ketika perusahaan telah menggunakan sistem ERP atau CRM yang digunakan perusahaan selama ini.
Ke depan, berbagai rencana pengembangan sedang dirancang. “Kita saat ini sedang mengembangkan sistem compensation” tambah Dom. Kompensasi ini bukan cuma soal gaji, namun juga training yang dibutuhkan karyawan untuk naik jabatan. Untuk itu, Synergo mengaku sedang berkomunikasi secara intensif dengan penyedia konten untuk mewujudkan tujuan tersebut.
Dengan begitu, pengembangan potensi karyawan pun bisa lebih mudah dicapai. “Dan karyawan akan lebih bersemangat memberikan kontribusi kepada perusahaan” imbuh Dom.