Find Us On Social Media :

Mengamankan Masa Depan: Empat Tren Jaringan untuk Diperhatikan

By Administrator, Selasa, 9 Oktober 2018 | 15:31 WIB

Trend Jaringan di Masa Depan

Asia Pasifik kini menjadi rumah bagi populasi pengguna internet terbesar di dunia, yang ditunjang oleh pertumbuhan mobile yang kuat dan generasi milenial yang berkembang pesat. Selain dari adopsi mobile yang kuat, inisiatif pemerintah yang dilakukan baru-baru ini di seluruh wilayah Asia–mulai dari Digital India hingga Hong Kong Smart City Blueprint–tengah mengarah pada perjalanan yang mantap menuju digitalisasi massal. Perkembangan di kawasan Asia Tenggara, seperti masuknya modal dan pinjaman dari Tiongkok, semakin mendukung pertumbuhan teknologi.

Indonesia, khususnya, merupakan salah satu pasar online terbesar di dunia yang dihuni oleh 104 juta pengguna internet.  Penetrasi internet di negara ini diperkirakan akan meningkat dari 39,7% di tahun 2017 menjadi hampir 50% di tahun 2022.

Pemerintah Republik Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo telah memfokuskan upaya mereka meningkatkan ekonomi digital negaranya, di mana usaha kecil dan menengah (UKM) menjadi tulang punggung visi ini. Baru-baru ini, telah diluncurkan sebuah Roadmap e-Niaga yang menargetkan 1.000 technopreneur (wiraswasta di bidang teknologi) baru.

Visi Go Digital 2020 merupakan sebuah rancangan yang menargetkan 8 juta UKM agar mengadopsi teknologi digital pada tahun 2020. Visi ini juga mencakup inisiatif-inisiatif untuk mengembangkan konektivitas broadband di lebih dari seratus kotamadya. Area fokus utama lainnya termasuk meningkatkan keamanan siber dan infrastruktur komunikasi di seluruh wilayah Tanah Air.

Namun, digitalisasi yang lebih besar sering berujung pada lingkungan TI yang kompleks, seiring perusahaan dan pemerintah mengadopsi teknologi seperti cloud hybrid, Internet of Things (IoT) dan kecerdasan buatan (artificial intelligence). Bahkan, lingkungan TI yang lebih kompleks mengakibatkan kerentanan keamanan siber yang lebih besar. Seperti yang terlihat dari kasus ransomware WannaCry dan Petya baru-baru ini, para pelaku kejahatan siber juga berkembang dan kini mereka memiliki kekuatan untuk menyebabkan disrupsi yang besar di seluruh dunia.

Beragam ancaman ini terasa begitu dekat karena perusahaan-perusahaan di Asia Pasifik memiliki kemungkinan dibobol sebanyak 80% lebih besar dibandingkan negara-negara lain di dunia. Meskipun negara-negara seperti Malaysia dan Singapura menduduki peringkat tiga teratas dalam UN Global Cybersecurity Index (GCI) 2017(PDF) yang baru dirilis, mayoritas negara-negara di Asia masih terus berjuang.

Tiongkok, India, dan Vietnam termasuk dalam daftar negara yang paling parah terjangkit WannaCry. Indonesia, secara kebetulan, menempati peringkat ke-70 dalam daftar GCI dalam hal komitmen keamanan siber – sebuah pengukuran yang menilai bagaimana setiap negara berkomitmen terhadap keamanan siber di seluruh pilar utama seperti institusi resmi dan teknis, serta kerangka kerja sama dan lain sebagainya.

Seiring perusahaan-perusahaan berfokus untuk memberikan solusi-solusi terbaik bagi para pelanggan mereka, bagaimana cara perusahaan memastikan bahwa kecepatan, keamanan, dampak, dan ketepatan waktu masih menjadi prioritas mereka? Berikut adalah empat resolusi Tahun Baru yang perusahaan harus terapkan agar dapat memastikan hal-hal tersebut.

1. Perspektif baru

Sebelum kita mengadopsi tren-tren lingkungan makro mana pun, kita perlu terlebih dahulu meninjau dan melihat ke dalam perusahaan kita.

Di dunia yang berkembang pesat ini, otomasi TI dan adopsi layanan berbasis cloud menjadi faktor penting sehubungan dengan kemampuan perusahaan dalam menyesuaikan diri terhadap laju perubahan yang cepat. Mobilitas telah mengubah sifat akses, yang memerlukan dukungan untuk beberapa perangkat per individu dengan lokasi yang tidak dapat diprediksi, pola lalu lintas baru, perangkat yang tidak dikenal pada jaringan dan lanskap ancaman yang lebih canggih tanpa adanya perimeter yang terpercaya.

Menurut Frost & Sullivan, hanya 4,3% perusahaan di Asia yang meyakini bahwa mereka kebal terhadap serangan siber, dan melaporkan kurangnya kepercayaan diri mayoritas perusahaan terkait tingkat kematangan keamanan siber mereka. Arsitektur jaringan lawas yang dikembangkan bagi era client-server tidak dirancang untuk memenuhi kebutuhan perusahaan mobile/IoT/berbasis cloud masa kini dan para pelanggan mereka.