Facebook tampak serius ingin membersihkan namanya sebagai platform sarang hoaks. Jejaring sosial raksasa tersebut berencana membuat sebuah dewan eksternal independen.
Dewan tersebut memiliki wewenang untuk mengawasi keputusan moderasi konten. Melalui badan tersebut, pengguna yang unggahannya telah ditarik oleh Facebook bisa mengajukan banding untuk meminta penjelasan dari Facebook tentang alasan unggahan miliknya dicabut atau aturan mana yang telah dilanggar dalam unggahan tersebut.
Rencana itu diungkap CEO Facebook, Mark Zuckerberg dalam sebuah postingan berjudul "“A Blueprint for Content Governance and Enforcement".
Saat ini, Facebook masih membujuk beberapa pihak seperti think tank, para peneliti dan pihak lain untuk memberikan umpan balik bagaimana seharusnya badan ini terstruktur.
Dewan ini kemungkinan akan diisi oleh 40 orang yang akan bekerja selama tiga tahun. Namun bisa saja kebijakan tersebut berubah jika sudah berjalan.
Facebook telah menjelaskan skema bagaimana dewan ini akan bekerja untuk menangkal misinformasi, terutama menjelang pemilihan umum parlemen Eropa tanggal 23-26 Mei mendatang.
Beberapa cara yang akan dikerahkan Facebook di antaranya adalah meluncurkan alat (tools) yang akan melacak iklan berbau politik secara global dan mendirikan pusat operasi Facebook di Dublin, Irlandia dan Singapura untuk merintangi sebaran berita bohong, ujaran kebencian, dan tekanan terhadap pemilih sebelum pemilu berlangsung.
Mengembalikan Kepercayaan
Facebook berusaha mati-matian demi megembalikan kepercayaan investor dan 2 miliar penggunanya setelah beragam skandal yang datang bertubi-tubi.
Paling besar, masih dipegang skandal Cambridge Analytica yang mempengaruhi 87 juta pengguna Facebook.
Data mereka disinyalir digunakan untuk kepetingan politik tanpa izin dari sang pemilik akun.
Selain keamanan data pengguna yang masih rentan, Facebook juga didera masalah hoaks yang merajalela di platformnya.
Tak hanya di Facebook, hoaks juga lancar tersebar melalui anak perusahaanya, WhatsApp sehingga beberapa negara berkembang meminta WhatsApp untuk membantu penangkalan pesan berantai berisi hoaks.
"Untuk pemilu, saya tanpa ragu mengatakan bahwa kami telah bekerja keras untuk menunjukan bahwa alat Facebook bisa memberikan kontribusi positif untuk demokrasi kita yang berkualitas," jelas Nick Clegg, Head of Global Affairs and Communications Facebook, yang juga pernah menjabat sebagai Wakil perdana Menteri Inggris.
"Namun ada banyak skeptimisme yang dihadapi Facebook sebagai perusahaan dan sebagai sebuah industri mengenai sesuatu yang sangat fundamental, yakni peran data pribadi di ekonomi internet," imbuh Clegg seperti dilansir CNET.
Sebagai jejaring sosial yang masih sangat mendominasi dunia, Facebook memiliki pengaruh yang cukup kuat terhadap isu politik.
Facebook telah menyadari hal tersebut dan merilis database iklan politik di Eropa, India, Ukraina, dan Israel jelang pemilu yang akan diselenggarakan negara-negara tersebut.
Rencananya, Facebook akan meluncurkan database iklan politik di seluruh dunia pada akhir Juni mendatang. Tahun lalu, Facebook mulai memberlakukan kebijakan khusus untuk iklan bernuansa politik di Amerika Serikat.
Bagi para pengiklan politik atau isu nasional penting lainnya di Negeri Paman Sam, diharuskan untuk memverifikasi identitas dan lokasi mereka. Mereka juga harus mencantumkan siapa yang membayar iklan tersebut dan menyimpan data tersebut di database publik selama tujuh tahun.
Facebook kemudian memperluas kebijakan ini ke negarai lain di luar AS. Kebijakan ini bukan tanpa celah. Sebagian pengiklan mengeluh jika iklan mereka disalah kategorikan sebagai iklan politik.
Ada pula yang menemukan bahwa sistem ini lemah dan mudah bobol. Seperti yang pernah dicoba oleh media daring Vice dan Business Insider, di mana sistem iklan Facebook meloloskan mereka meski mencantumkan ISIS dan 100 senator di AS sebagai donatur iklan palsu.
Tantangan
Pembentukan Dewan Eksternal Facebook juga masih diprotes soal unggahan mana yang layak dihapus dan mana yang bukan.
Seperti kasus di saat orang-orang mulai membandingkan ditariknya foto perang Vietnam yang ikonik, tapi foto bermuatan pornografi masih beredar di platform tersebut.
Mengatasi kasus-kasus tersebut, Facebook mulai bekerja sama dengan pakar eksternal dalam urusan privasi, jurnalisme, hak-hak sipil, dan topik lain untuk mempertimbangkan keputusan-keputusan kontroversial tersebut.
Kembali ke dewan eksternal baru yang sedang disiapkan Facebook, memang masih menyisakan pertanyaan seperti bagaimana keputusan dewan tersebut terhadap konten akan bekerja dan seperti apa kasus yang akan di atasi.
Beberapa tantangan terkait pembentukan dewan ini pun mulai bermunculan. Misalnya bagaimana dewan bisa menyesuaikan dengan sensivitas budaya karena akan memengaruhi pengguna Facebook di seluruh dunia serta bagaimana dewan yang ditunjuk bisa dipilih secara adil dan transparan.
Dikatakan, jika ada pengguna atau internal perusahaan Facebook tidak menyetujui keputusan Facebook, mereka bisa menyerahkannya ke dewan baru tersebut.
Facebook disebut sedang menggelar lokakarya di beberapa negara untuk menjawab beberapa pertanyaan tentang rencana berdirinya dewan baru.
Beberapa negara tempat lokakarya tersebut di antaranya digelar di Singapura, Delhi, Nairobi, Berlin, New York, Mexico City, dan beberapa tempat lain dalam enam bulan mendatang.
"Karena kami membangun dewan eksternal, kami ingin memastikan bahwa mereka bisa memberikan penilaian independen, transparan, dan menghormati privasi," jelas Clegg.
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Adam Rizal |
Editor | : | Adam Rizal |
KOMENTAR