Penggunaan ponsel pintar alias smartphone semakin meluas, termasuk di Indonesia. Sebuah laporan yang dipublikasikan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia tahun lalu, misalnya, menyebutkan bahwa kepemilikan smartphone di area urban di Indonesia mencapai 70,96 persen.
Perkembangan tersebut berpotensi diiringi oleh pertumbuhan kejahatan siber yang diprediksi bakal makin membidik pengguna ponsel pada tahun 2019 ini.
Paling tidak begitulah menurut Dony Koesmandarin, Territory Channel Manager Kaspersky Lab Indonesia, saat ditemui sejumlah wartawan dalam sebuah acara yang digelar Kaspersky.
Dony menjelaskan bahwa ada tiga faktor di balik tren pertumbuhan kejahatan siber yang mengincar smartphone.
1. Smartphone semakin mudah dimiliki dan semua serba online.
Menurut Dony, kehadiran ponsel yang semakin terjangkau tak bisa dipungkiri menjadi faktor utama yang berkontribusi pada jumlah kejahatan siber.
Ketersediaan jaringan internet yang semakin meluas serta harga paket data yang cenderung terus menurun pun dapat memicu tingginya kejahatan siber.
Selain itu, pergerakan ekonomi digital dengan tren cashless pun bisa menjadi sasaran empuk para pelaku kejahatan siber. Transaksi online, seperti bayar parkir, sistem pembayaran transportasi, dan lain-lain, rentan menjadi sasaran serangan siber.
2. Aplikasi di smartphone sudah berjubel
Serangan siber juga didukung oleh berbagai aplikasi mobile yang jumlahnya sudah sangat banyak. Maraknya perusahaan teknologi finansial (fintech) pun juga mengundang kejahatan siber lantaran pengguna melakukan aktivitas finansialnya melalui jaringan Internet. "Hampir semua perusahaan punya aplikasi Android," ujar Dony.
3. Pengguna masih belum menyadari pentingnya sistem keamanan
Terkait maraknya aplikasi ponsel, kebijakan pengguna dalam memakai perangkat juga dijadikan sorotan.
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Adam Rizal |
Editor | : | Adam Rizal |
KOMENTAR