Microsoft menggandeng firma riset IDC melakukan studi tentang adopsi kecerdasan buatan ( artificial intelligence/AI) di kawasan Asia Pasifik. Hasilnya, Indonesia ternyata masih minim mengadopsi teknologi AI tersebut.
Survei bertajuk "Future Ready Business: Assessing Asia Pasific's Growth Potential Through AI" ini menunjukkan bahwa hanya 14 persen perusahaan di Indonesia yang telah benar-benar telah mengadopsi AI secara total.
Rendahnya adopsi AI di perusahaan Indonesia, ditengarai karena pandangan antara pemimpin dan karyawan mengenai implementasi AI. Terutama masih banyaknya pekerja yang skeptis dengan adopsi AI di perusahaannya.
"Pegawai lebih skeptikal dibanding pemimpin bisnis tentang pengadopsian AI di organisasi mereka," ungkap Haris Izmee, Presiden Direktur Microsoft Indonesia.
Haris menjabarkan ada tiga hal yang menjadi tantangan adopsi AI di Indonesia. Tantangan pertama adalah kepemimpinan (leadership), di mana menurutnya masih banyak pemimpin bisnis yang masih belum berkomitmen untuk investasi AI.
"Masih ada pemimpin bisnis yang belum berani mengambil pendekatan untuk implementasi (untuk adopsi) AI," katanya.
Kemudian, tantangan kedua adalah soal keterampilan, terutama pegawai yang menurutnya butuh lebih banyak ditingkatkan. Terakhir, Haris menyebut kebudayaan menjadi tantangan lain dalam adopsi AI di Indonesia.
Kebudayaan di sini lebih ditujukan pada kebudayaan yang berlaku di masing-masing perusahaan.
"Kebudayaan ada hubungannya dari segi skill dan leadership. Pemimpin harus mengatur kondisi untuk mengadopsi AI dan berinvestasi dengan melakukan pelatihan di perusahaan mereka," ujarnya.
Saat ditanya apakah infrastruktur turut ambil andil dalam lambannya adopsi AI, menurut Haris, justru saat ini pemerintah sudah mulai tertarik untuk mulai mengeksekusinya.
Ia mencontohkan saat penyelenggaraan Asian Games 2018 di Jakarta-Palembang. "Asian Games juga menggunakan AI untuk mengawasi kondisi stadion dan memastikannya aman untuk semua orang," contohnya.
Skill untuk AI
Soal skill, Haris mengungkap ada tiga softskill utama yang banyak dibutuhkan di Indonesia. Pertama adalah kepemimpinan dan manajemen, kewirausahaan, dan keterampilan mengambil inisiatif, serta keterampilan berpikir analitis.
Sementara untuk ketrampilan teknologi yang paling banyak dibutuhkan saat ini adalah keterampilan teknologi, seperti TI dan programing.
Studi ini juga menemukan fakta bahwa mulai banyak perusahaan yang menyadari pentingnya re-skliling dan re-training bagi karyawannya untuk menghadapi perubahan lansekap bisnis.
Untuk membantu memberdayakan karyawan, 81 persen pelaku bisnis memprioritaskan pemberdayaan keterampilan karyawan di masa depan melalui alokasi investasi. Sebagian besar perusahaan mengalokasikan investasi pada sistem AI dan keterampilan pegawai.
Namun, dari data yang diperoleh, 48 persen pemimpin bisnis belum menerapkan rencana untuk membantu karyawannya memperoleh keterampilan yang tepat.
Sebanyak 20 persen merasa bahwa karyawannya tidak tertarik mengembangkan keterampilan baru.
Padahal data menunjukkan, hanya 2 persen karyawan saja yang tidak tertarik memperoleh keterampilan baru.
Penulis | : | Adam Rizal |
Editor | : | Adam Rizal |
KOMENTAR