Hak yang Sama
Semua warga, termasuk warga kolok, berhak mendapatkan pendidikan yang layak. Begitulah semangat yang dicita-citakan oleh Kepala Desa Bengkala, I Made Arpana. Semenjak KEM Kolok Bengkala berdiri, banyak sisi kehidupan masyarakat Kolok yang berubah.
Rasa percaya diri mulai tumbuh. Keterbukaan antar warga kolok, serta kolok dengan normal atau bahkan bersama pendatang dari luar desa pun mulai terlihat. Mereka tidak pernah merasa rendah diri lagi. Sensitivitas yang selalu melekat pada citra mereka pun perlahan memudar.
Kehidupan warga kolok di Desa Bengkala ini memang sangat sederhana. Mayoritas pekerjaan mereka adalah petani dan pekebun. Beberapa ada yang memelihara ternak bantuan dari KEM secara kolektif. Uniknya, hampir seluruh laki-laki kolok juga berprofesi sebagai penggali kubur.
Sejak SD Inklusi diberlakukan tahun 2007, anak-anak penyandang disabilitas kolok mulai mendapatkan pendidikan. Kesadaran akan pentingnya belajar mengenal aksara perlahan tumbuh hingga memicu para orang tua untuk menyekolahkan anaknya. Di SD Inklusi, anak-anak belajar bersaing satu sama lain.
Tidak ada perbedaan antara bisu-tuli dan normal, hanya cara pembelajarannya yang berbeda. Ada dua pengajar yang membantu di setiap mata pelajaran. Satu yang menerangkan dengan normal, satu lagi menerangkan dengan bahasa isyarat.
Ketut Kanta, satu dari dua pengajar di SD Inklusi, mengajar seluruh mata pelajaran untuk anak-anak yang berkebutuhan khusus. Menurutnya, tidak ada kesulitan berarti untuk bisa
mengajar dalam kelas yang berisi anak-anak normal dan anak bisu-tuli. Cuma dibutuhkan kesabaran ekstra. Mereka bukan anak yang mudah menangkap pelajaran. Ketekunan dan kesabaran sang pengajarlah yang membuat mereka merasa diterima dan ingin terus belajar.
Desa Bengkala memiliki bahasa isyarat lokal tersendiri. Bahasa isyarat lokal tersebut bernama Kata Kolok. Bahasa ini menjadi bahasa ibu bagi mereka. Uniknya, 80 persen warga Bengkala mampu berbahasa isyarat ini, sehingga komunikasi yang terjalin antara kolok dan normal bisa dilakukan dengan sangat lancar.
Kepedulian masyarakat Bengkala dengan ikut mempelajari bahasa isyarat memberikan energi positif bagi warga kolok. Mereka menjadi percaya diri untuk melakukan berbagai aktivitas. Tahun 2018, ada 78 siswa yang bersekolah di SD Inklusi. Sebanyak 74 siswa-siswi normal, sementara empat siswa-siswi kolok diberikan GPK atau Guru Pendamping Khusus.
Di sini pula, anak-anak kolok belajar Sistem Isyarat Bahasa Indonesia (SIBI) dan Isyarat Bahasa Internasional. Keahlian ini nantinya akan membuat mereka mampu berkomunikasi dengan tamu-tamu mancanegara yang datang berkunjung ke Desa Bengkala.
Sebelum tahun 2007, anak-anak kolok tidak mendapatkan pendidikan yang layak. Sekalipun ingin bersekolah, mereka harus berjalan jauh menuju kota untuk ikut Sekolah Luar Biasa (SLB) di kota. Namun, di SLB mereka tidak akan memiliki kelebihan lain karena kurikulumnya menyamaratakan kemampuan semua anak. Pertarungan ilmu yang mereka jalani justru akan membuat mereka stres dan malas untuk belajar.
Oleh karenanya, PT. Pertamina, pemerintah desa, dan FlipMAS menginisiasi adanya pra-SMP Inklusi. Sekolah ini bersifat nonformal, yang menjadi jembatan persiapan bagi siapa pun yang telah memiliki sertifikat lulus Paket A atau punya ijazah SD agar mampu beradaptasi dengan pelajaran SMP Inklusi yang rencananya juga akan dibangun nanti. Setelah dinyatakan siap, siswa-siswi pra-SMP akan diikutkan ujian sebagai tolok ukur apakah mereka siap untuk melanjutkan sekolah ke tingkat berikutnya.
Source | : | National Geographic Indonesia |
Penulis | : | Administrator |
Editor | : | Wisnu Nugroho |
KOMENTAR