Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) akan mendata nomor telepon dan media sosial dosen, pegawai, dan mahasiswa pada awal tahun kalender akademik 2019/2020.
Hal itu dilakukan untuk menjaga perguruan tinggi dari radikalisme dan intoleransi.
Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir mengatakan Kemenristekdikti tidak akan memantau media sosial satu persatu setiap hari.
Namun, proses pendataan itu dilakukan sehingga apabila nantinya terjadi masalah bisa dilacak melalui media sosial atau nomor teleponnya.
Ia menjelaskan, apabila di kampus tidak terjadi masalah apapun terkait radikalisme atau intoleransi maka tidak akan dilakukan pelacakan. Sebaliknya, apabila dosen atau mahasiswa tersangkut kasus radikalisme atau intoleransi di kampus, maka data medsos dan nomor telepon tadi akan dilakukan pelacakan.
"Itu baru kita lacak. Oh, ternyata mereka punya jaringan ke organisasi ini," kata Nasir dalam konferensi pers penerimaan mahasiswa baru, di Kantor Kemenristekdikti.
Nasir menegaskan, hal yang diawasi oleh Kemenristekdikti hanyalah terkait radikalisme dan intoleransi. Terkait aktivitas mahasiswa dalam mengekespresikan diri di media sosial, tidak akan diatur lebih jauh oleh pihaknya.
"Yang kami atur adalah jangan sampai dia menyebarkan radikalisme dalam kampus, intoleransi yang dikembangkan itu enggak boleh. Kalau terjadi hate speech begitu, itu bukan urusan saya," katanya.
Kemenristekdikti berencana bekerjasama dengan BNPT dan juga BIN terkait menjaga kampus dari radikalisme dan intoleransi. Apabila nantinya ada mahasiswa yang terdeteksi melakukan radikalisme atau intoleransi maka akan diberi edukasi.
"Itu kalau terdeteksi radikalisme atau intoleransi akan dipanggil rektor lalu diedukasi. Tidak serta merta dikeluarkan. Diedukasi bahwa kamu enggak boleh ini. NKRI Pancasila sebagai ideologi negara," pungkasnya.
Penulis | : | Adam Rizal |
Editor | : | Adam Rizal |
KOMENTAR