Jika dibandingkan dengan negara-negara lain di wilayah Asia Tenggara, angka penetrasi asuransi di Indonesia masihlah sangat rendah. Berdasarkan data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), penetrasi asuransi di Indonesia pada tahun 2018 baru menyentuh angka 3,01%. Padahal, asuransi seharusnya menjadi andalan bagi masyarakat untuk melindungi dari berbagai risiko di masa depan yang dapat mengancam perencanaan keuangan.
Nah, sebagai upaya untuk meningkatkan angka penetrasi asuransi di Tanah Air, kini satu persatu startup yang fokus mengembangkan teknologi di bidang asuransi mulai bermunculan. Disebut dengan startup insurtech (insurance technology), salah satu nama startup tersebut yakni Qoala.
Didirikan oleh Harshet Lunani dan Tommy Martin, Qoala yang sudah aktif beroperasi sejak awal tahun lalu ini hadir dengan menawarkan layanan berbeda dari startup insurtech lainnya, yang di mana kebanyakan hanya berbentuk aggregator produk asuransi saja.
“Qoala melihat bahwa masalah utama masyarakat saat ini bukan dalam hal mencari produk asuransi secara online. Tapi, masalah utamanya itu edukasi masyarakat terhadap produk asuransi yang masih sangat minim sekali,” ujar Tommy Martin selaku Co-founder dan COO, Qoala.
Menurut Tommy melanjutkan, dengan generasi milenial yang menjadi dominasi di era digital saat ini, Qoala memiliki pandangan bahwa edukasi terhadap asuransi dapat ditingkatkan dengan cara menghadirkan inovasi yang mampu mendukung perkembangan perusahaan asuransi. “Inovasi di sini tentunya dalam hal produk asuransi yang ditawarkan dan juga proses klaimnya yang mudah dan cepat,” cetus Tommy.
Mengacu pada kedua indikator tersebut, Qoala menyediakan inovasi berupa platform end-to-end yang mendigitalkan proses kerja perusahaan asuransi, mulai dari distribusi produk asuransi hingga proses klaim dari para pelanggannya.
Ambil contoh dari sisi proses klaim asuransi. Qoala yang saat ini fokus pada produk asuransi gadget dan perjalanan (pesawat dan kereta api) mengaku dapat membuat proses klaim menjadi lebih mudah dan cepat dibandingkan cara tradisional yang diterapkan perusahaan asuransi.
“Misalnya ada pengguna yang klaim keterlambatan penerbangan. Cara klaimnya hari ini itu kita harus datang ke perusahaan asuransi dan di sana harus mengikuti prosedur yang banyak. Mulai dari isi formulir informasi penerbangan, keterlambatan penerbangan, dan lainnya. Habis itu, kita juga perlu minta surat keterangan dari maskapai terkait untuk klaim ini dan ada proses-proses lain selanjutnya. Jika dihitung, kadang-kadang total waktu yang dihabiskan sampai klaim terbayarkan itu bisa memakan waktu 1 atau 2 minggu,” terang Tommy.
Lalu, bagaimana Qoala bisa membuat proses klaim penerbangan ini menjadi simpel? Dengan memanfaatkan teknologi dan kerja sama dengan berbagai pihak terkait penerbangan, Qoala mampu secara otomatis memberikan klaim asuransi ketika pelanggan mengalami keterlambatan penerbangan.
“Jadi kalau membeli produk asuransi penerbangan Qoala, begitu ada keterlambatan yang terjadi, pelanggan akan menerima pesan secara otomatis melalui Whatsapp dengan akun resmi Qoala,” kata Tommy.
Di dalam pesan tersebut, akan memberitahukan bahwa pelanggan berhak mendapatkan kompensasi atas keterlambatan penerbangan yang dialami. Untuk mencairkan dana kompensasi tersebut, pelanggan akan diminta untuk menggunggah foto KTP guna memverifikasi kebenaran identitas.
“Setelah proses itu, pengguna bisa langsung memilih opsi pencairan kompensasi tersebut. Saat ini opsinya ada OVO, GoPay, LinkAja, atau transfer bank via virtual account. Karena instan, kurang lebih pengiriman kompensasi ini kami hanya butuh 10 sampai 15 detik saja,” ungkap Tommy.
Penulis | : | Rafki Fachrizal |
Editor | : | Rafki Fachrizal |
KOMENTAR