Dalam menghadapi revolusi Industri 4.0, manufaktur di Indonesia kini sudah mulai gencar dalam mengadopsi teknologi-teknologi terbaru seperti Artificial Intelligence (AI), Machine Learning (ML), dan Internet of Things (IoT).
Teknologi digital terbaru itu diterapkan untuk menopang inovasi manufaktur sehingga meningkatkan efisiensi sekaligus menggenjot produktivitas, serta mampu mengatur skalabilitas produksi untuk mencapai fleksibilitas dan kegesitan operasional.
Arief Rakhmatsyah selaku VP Product Management Cloud & UC Telkomtelstra, menjelaskan bahwa dalam revolusi Industri 4.0 saat ini, sektor manufaktur telah menggunakan teknologi IoT dan memanfaatkan banyak sensor di seluruh lini produksi mereka.
“Kehadiran sensor yang terhubung dengan IoT memungkinkan perusahaan manufaktur untuk mencapai efisiensi operasional, skalabilitas produksi, kegesitan, sekaligus meningkatkan produktivitas di saat peak season,” kata Arief.
Terkait dengan IoT, berdasarkan riset Gartner yang bertajuk “IoT Forecast Tools 2018” mengungkapkan bahwa akan ada 153 ribu perangkat yang akan terkoneksi dengan IoT di Indonesia hingga 2020.
Di indonesia sendiri, pertumbuhan IoT diperkirakana akan mencapai rata-rata majemuk (compounded annual growth rate/CAGR) sebesar 19% sampai akhir 2022.
“Dengan banyaknya inovasi-inovasi dan dibutuhkan agility ketika harus men-develop banyak hal, itu lebih mudah kita melakukannya di cloud daripada perusahaan harus berinvestasi di data center yang besar, itu jatuhnya mahal,” papar Arief.
Perpaduan IoT dengan Edge Computing
Dilanjutkan oleh Arief, menurutnya dibutuhkan solusi-solusi terdepan untuk menjawab tantangan tersebut. Telkomtelstra sebagai cloud provider menyediakan sistem berbasis azure yang sangat lengkap dengan keunggulan end-to-end dari cloud hingga edge computing.
Baca Juga: CIO Indonesia Harapkan Ini dari Pemerintah untuk Wujudkan Industry 4.0
“Mungkin banyak yang sudah familiar dengan cloud, tapi masih belum dengan edge computing. Edge computing adalah perpanjangan dari cloud yang diletakkan di sisi customer. Sebab, setiap perangkat IoT mengirim data/informasi terus-menerus, kalau langsung ke cloud bisa berat. Terlalu jauh komunikasinya, maka cloud juga perlu perpanjangan tangan. Keunggulannya, edge computing itu sudah ada machine learning di dalamnya,” jelasnya.
Arief menambahkan sektor manufaktur seperti industri pesawat terbang, otomotif, dan lainnya telah menggunakan solusi edge computing pada saat ini.
“Implementasi sudah diaplikasi ke industri manufaktur pesawat, banyak sensor dipasang di setiap pesawat sehingga dapat mendeteksi risiko kerusakan dan perawatan. Demikian juga di otomotif, mobil seri mahal itu penuh sensor, ban kempis sedikit sudah ketahuan. Mobil yang dipasangi berbagai sensor itu, datanya kemudian dikumpulkan di edge computing untuk dianalisis dengan machine learning,” jelasnya.
Masih Adanya Tantangan
Lebih lanjut, Rudi Rusdiah selaku Chaiman Asosiasi Big Data & AI Indonesia, menilai bahwa penggunaan AI, ML, dan IoT yang marak di sektor manufaktur di Indonesia tidak lepas dari berbagai tantangan ke depan. Salah satu tantangan itu adalah sumber daya manusia (SDM) yang membutuhkan keahlian tertentu.
“Adopsi teknologi digital terbaru seperti AI, ML, dan IoT makin tumbuh pesat di sektor manufaktur di Indonesia. Hal ini merupakan kelanjutan dari sistem otomasi di sektor manufaktur yang telah berkembang dari 10 tahun lalu, kemudian beralih ke arah efisiensi dan kegesitan dalam operasi,” ujarnya.
Sementara itu, Franky Christian selaku Chairman Aptiknas DKI Jakarta yang juga Sekjen Asosiasi Cloud Computing Indonesia (ACCI) mengungkapkan jika pemerintah melalui Kementerian Perindustrian telah membuat INDI 4.0 yang menjadi indeks acuan untuk mengukur tingkat kesiapan industri manufaktur menuju Revolusi Industri 4.0. Hasil sementara dari INDI 4.0, sebanyak 326 perusahaan manufaktur telah melakukan assessment dan bersiap untuk bertransformasi menuju Revolusi Industri 4.0.
“Hal ini menunjukkan manufaktur mulai sadar dengan Revolusi Industri 4.0 sesuai dengan visi Presiden Jokowi yang dicanangkan pada April 2019 saat peluncuran making Indonesia 4.0. Kondisi ini juga mendorong adopsi yang lebih cepat untuk cloud computing, AI, ML, dan IoT,” ucap Franky.
Baca Juga: Tips bagi perusahaan Indonesia menjawab tantangan Industry 4.0
Penulis | : | Rafki Fachrizal |
Editor | : | Rafki Fachrizal |
KOMENTAR