Mimpi China memiliki layanan navigasi global selangkah lagi menjadi kenyataan. Juni 2020 mendatang, China akan memasuki fase terakhir dengan meluncurkan dua satelit navigasi tambahan. Satelit ini akan melengkapi 33 satelit yang telah diluncurkan China sejak tahun 2000.
China memang sangat serius mewujudkan mimpi memiliki sistem navigasi sendiri. Dinamakan Beidou, sistem navigasi ini diharapkan dapat mengurangi ketergantungan China terhadap sistem navigasi GPS (Global Positioning System) yang dimiliki Pemerintah AS.
“Beidou kini telah memasuki era baru layanan global,” ungkap Ran Chengqi, juru bicara Beidou. “Langkah ini akan memberi keuntungan bagi penduduk ASEAN, Asia Selatan, Eropa Timur, Asia Barat, sampai Afrika dalam mewujudkan precision farming, konstruksi digital, atau pelabuhan cerdas,” tambah Ran.
BACA JUGA: Biaya operasional GPS mencapai Rp.54 miliar/hari, siapa yang membayar?
Layanan navigasi Beidou sendiri sebenarnya sudah bisa diakses sejak tahun 2011, namun terbatas untuk perusahaan yang memiliki kerjasama. Mulai tahun depan, Beidou akan tersedia bagi umum, termasuk masyarakat Indonesia.
Salah satu tantangan layanan navigasi adalah di sisi penetrasi. Karena untuk “berbicara” dengan satelit navigasi, smartphone atau perangkat pendukung harus dilengkapi chip yang kompatibel.
Namun masalah penetrasi ini praktis bukan halangan bagi proyek Beidou. Pemerintah China dengan cerdik memanfaatkan dominasi perusahaan China di industri telekomunikasi.
Contohnya saat ini, 70% smartphone di China sudah dilengkapi chip untuk mengakses navigasi Beidou ini. Beidou juga akan diintegrasikan dengan layanan 5G, yang teknologi jaringannya kini praktis dikuasai perusahaan raksasa China, Huawei Technologies.
Agar manfaatnya bisa langsung terasa, layanan Beidou akan dikembangkan secara signifikan akhir tahun depan. Contohnya tingkat akurasi yang sebelumnya berada di kisaran lima meter, akan ditingkatkan ke level sentimeter. Setelah itu, Pemerintah China berencana menjajal integrasi Beidou dan 5G dengan mengoperasikan self-driving bus sepanjang 28 km di Kota Wuhan.
Menantang Dominasi AS
Keseriusan Pemerintah China dengan Beidou tentu saja menjadi ancaman tersendiri bagi dominasi AS.
Seperti pernah kami ulas di sini, GPS adalah teknologi milik Pemerintah AS yang bisa digunakan semua pihak secara gratis sejak tahun 1983. Namun sebagai pemilik GPS, Pemerintah AS memiliki kewenangan untuk memanfaatkan GPS sesuai kepentingan mereka.
Termasuk, membatasi akses GPS bagi pihak yang berlawanan dengan kepentingan mereka. Contohnya saat terjadi perang antara India dan Pakistan di tahun 1999. Kala itu, AS yang memihak Pakistan, membatasi akses GPS untuk pasukan India.
Terlalu besarnya dominasi AS di teknologi GPS inilah yang mendorong pemerintah negara lainnya untuk mengembangkan teknologi pesaing GPS. Contohnya Rusia yang mengembangkan GLONASS (Global Navigation Satellite System), Uni Eropa (Galileo Positioning System), atau Jepang (Quasi-Zenith Satellite System).
Namun semua usaha tersebut bisa dibilang mentok karena alasan biaya. Praktis hanya China yang “berani” mengeluarkan modal besar untuk proyek Beidou ini. Hal ini tidak lepas dari mimpi China menjadi negara adidaya di luar angkasa, menandingi AS dan Rusia.
Penulis | : | Wisnu Nugroho |
Editor | : | Wisnu Nugroho |
KOMENTAR