Ada potensi PDB senilai US$145 miliar dalam satu dekade mendatang di Asia Pasifik, bila risiko siber bisa dikelola secara efektif.
Pertumbuhan ekonomi digital dan jumlah mobile worker di Indonesia memang mengesankan. Namun mungkin tak banyak yang menyadari bahwa ada peningkatan bahaya siber yang mengikutinya.
Fakta tersebut terungkap dalam laporan riset “Deloitte Cyber Smart: Enabling APAC Businesses”. Akan ada potensi Produk Domestik Bruto (PDB) atau GDP sebesar US$145 miliar dalam waktu satu dekade mendatang, menurut hasil riset yang diselenggarakan atas permintaan Vmware tersebut.
Potensi sebesar itu bisa ditangkap jika risiko siber dapat dikelola secara efektif sehingga mampu mendukung keberlangsungan bisnis, dan jika ada adopsi tinggi terhadap teknologi-teknlogi mutakhir yang tengah menjadi tren di masa kini.
Laporan itu juga menyebutkan bahwa biaya keamanan siber yang akan dikeluarkan oleh perusahaan-perusahaan di Asia Tenggara diperkirakan akan mencapai US$5,5 miliar di tahun 2025. Sebagai informasi, pada tahun 2017 estimasi biaya tersebut mencapai US$1,9 miliar.
Serangan siber sendiri masih menjadi ancaman terbesar bagi perusahaan. Hampir separuh perusahaan di APAC tercatat mengalami serangan dalam kurun waktu 12 bulan ke belakang (Telstra Security Report 2019). Laporan Telstra juga menyebutkan bahwa 63 persen perusahaan mengalami kerugian akibat bisnis mereka sempat terganggu oleh upaya serangan siber.
Bagaimana imbas serangan siber terhadap perusahaan? Laporan VMware-Deloitte Cyber Smart menyatakan bahwa efek dari serangan siber makin luas. Bagi perusahaan berskala besar (memiliki lebih dari 500 karyawan) di APAC, serangan siber dapat menyebabkan kerugian finansial hingga US$30 juta dalam satu serangan saja. Sedangkan kerugian yang harus ditanggung perusahaan skala menengah (memiliki 250-500 karyawan) ditaksir bisa mencapai US$96.000.
“Meningkatnya pertumbuhan ekonomi digital dibarengi pula dengan makin rentannya suatu kawasan dengan risiko untuk terpapar serangan siber. Kesiapan perusahaan menjadi senjata ampuh untuk memitigasi risiko dan memangkas potensi kerugian biaya akibat serangan. Tumbuh kepercayaan diri pada perusahaan-perusahaan yang sudah menerapkan strategi keamanan siber untuk berinvestasi pada teknologi-teknologi baru. Makin mantap dalam berinvestasi. Produktivitas melambung,” ungkap Duncan Hewett, Senior Vice President & General Manager Asia Pacific & Japan, VMware.
John O’Mahony, Partner & Lead Author Riset dari Deloitte Access Economics, Australia, mengingatkan bahwa hal ini menghadirkan tantangan tersendiri bagi pemangku kebijakan dalam menyusun kerangka kerja dan membangun lingkungan yang mampu melindungi bisnis dari risiko-risiko keamanan siber agar inovasi makin tumbuh dan pemanfaatan teknologi digital makin optimal.
“Penting bagi pemerintah, kalangan bisnis, dan ahli terkait untuk bersama-sama membangun kawasan APAC yang cerdas secara siber, agar mampu membuka potensi sebesar US$145 miliar untuk PDB di kawasan APAC atau setara 0,7 persen dari total PDB di kawasan tersebut dalam kurung waktu sepuluh tahun ke depan,” imbuh John O’Mahony.
Tingkat Paparan Siber Di Indonesia Akan Meningkat
VMware-Deloitte Cyber Smart Index 2020 merangkum tingkat cyber risk exposure yang dialami oleh masing-masing negara di kawasan APAC, serta kesiapan siber (cyber preparedness) yang sudah mereka bangun.
Penulis | : | Liana Threestayanti |
Editor | : | Liana Threestayanti |
KOMENTAR