Tahun 2030 nanti, Indonesia akan memasuki era bonus demografi, ketika penduduk usia produktif akan lebih besar dibanding penduduk usia non-produktif. Secara teori, struktur demografi seperti ini dapat mempercepat peningkatan kemakmuran masyarakat Indonesia.
Namun peluang itu baru bisa terwujud jika dibarengi peningkatan sumber daya manusianya. Hanya dengan SDM berkualitas, bangsa ini dapat menjawab kebutuhan lapangan pekerjaan di masa depan.
Hal itulah yang coba dijawab Pintaria, sebuah platform kuliah dan kursus online. Pintaria sendiri adalah bagian dari Harukaedu, sebuah startup yang fokus pada area pendidikan sejak didirikan pada tahun 2013. “Jadi Pintaria adalah bentuk nyata dari visi Harukaedu sebagai lifelong learning and career platform,” ungkap Novistiar Rustandi (pendiri dan CEO Pintaria).
Menurut Gerald Ariff (pendiri dan Chief Partnership Officer Pintaria), Pintaria lahir dari keinginan para pendirinya menghasilkan talenta berkualitas untuk masa depan Indonesia. Apalagi saat ini,
dunia pendidikan di Indonesia belum sepenuhnya menjawab kebutuhan tersebut. “Di Indonesia saat ini ada sekitar 4800 perguruan tinggi, namun yang telah terakreditasi kurang dari seperempatnya,” ungkap Gerald. Belum lagi materi pembelajaran yang seringkali tidak sesuai dengan kebutuhan pasar.
Melalui Pintaria, diharapkan terbuka kanal baru bagi talenta Indonesia dalam menimba ilmu.
Seperti Kuliah Biasa
Sebagai platform belajar online, segmen utama Pintaria adalah orang dewasa, seperti siswa yang baru lulus SMA atau mereka yang sudah bekerja. Ada dua tipe pendidikan yang ditawarkan, yaitu kuliah (S1 maupun S2) serta kursus.
Untuk kuliah, pendekatan yang dilakukan Pintaria adalah blended learning alias gabungan belajar online dan tatap muka. “Jadi 51% tatap muka di kampus, 49% belajar secara online,” cerita Gerald. Biasanya mahasiswa belajar sendiri secara online selama Senin-Jumat, untuk kemudian kuliah tatap muka di hari Sabtu. “Seluruh kurikulum, silabus, sampai ujiannya sama seperti kuliah biasa,” tambah Novis. Jika berhasil menjalani seluruh proses kuliah, mahasiswa akan mendapatkan ijazah setara dengan kuliah biasa.
Saat ini Pintaria sudah bekerjasama dengan 25 perguruan tinggi dengan akreditasi A atau B, seperti Universitas Al-Azhar Indonesia, Institut Teknologi Harapan Bangsa, atau Universitas Pembangunan Jaya. Untuk kuliah S1, ada 30 program studi yang tersedia, yang terfokus pada enam jurusan (Akuntansi, Hukum, Komunikasi, Manajemen, Sistem Informasi, dan Teknik Informatika).
Dibanding kuliah biasa, pendekatan blended learning ini menawarkan beberapa kelebihan. Yang pertama adalah fleksibilitas, karena mahasiswa bisa mengkonsumsi materi kuliah kapan dan di mana saja, asalkan sesuai dengan periode pembelajaran.
Secara biaya, kuliah online juga lebih hemat. “Penghematannya bisa mencapai sepertiganya,” ungkap Novis. Contohnya program studi S1 Manajemen PPM School of Management yang hanya membutuhkan Rp.55 juta jika menggunakan Pintaria. Padahal jika kuliah biasa, biayanya bisa mencapai Rp.165 juta sampai lulus.
Selain kuliah, Pintaria juga menyediakan pembelajaran berbasis kursus. Saat ini ada lebih dari 50 program kursus yang bisa diambil, seperti Digital Marketing, Data Science, Customer Service, sampai Language and Tourism. Berbeda dengan kuliah, kursus sifatnya self-paced, alias siswa bisa mengkonsumsi konten sesuai kemampuannya. Nantinya peserta kursus akan mendapatkan Certificate of Completion sebagai tanda telah menyelesaikan kursus di Pintaria.
Untuk seluruh kelas online ini, Pintaria menyediakan seluruh infrastruktur yang dibutuhkan. Contohnya studio untuk merekam video pengajaran atau infrastruktur TI untuk mengalirkan materi pembelajaran. Pihak kampus maupun lembaga kursus tidak perlu investasi untuk bergabung ke platform Pintaria ini.
Demi menjaga kualitas pengajaran, Pintaria juga berkomitmen untuk terus memperbarui materi kuliah dan kursus. “Standar kami dua tahun [untuk memperbarui konten], namun untuk materi seputar teknologi bisa diperbarui tiap tahun karena perubahannya yang cepat,” tambah Novis. Pintaria juga terus menangkap dinamika kebutuhan skills di dunia kerja, yang kemudian disesuaikan dengan materi pembelajaran.
Mimpi Besar
Para pendiri Pintaria sendiri memiliki pengalaman panjang di dunia pendidikan internasional. Novis, misalnya, pernah mendirikan SwapSwop, sebuah situs virtual campus saat masih merantau di Washington, AS. Sementara Gerald memiliki pengalaman panjang di area bisnis dan pendidikan saat melalang buana ke Inggris, Korea Selatan, dan Rusia.
Pendiri Pintaria lainnya, Tovan Krisdianto (CFO Pintaria), adalah profesional yang pernah bekerja di perusahaan multinasional di UAE, Libya, dan AS. “Kami semua kembali ke sini untuk meningkatkan taraf pendidikan di Indonesia,” ungkap Gerald mengungkapkan mimpinya.
Saat ini, ada sekitar 7000 mahasiswa yang telah telah berkuliah online melalui Pintaria. Mayoritas adalah lulusan SMA dengan usia antara 18-35 tahun. Sementara untuk kursus, jumlah siswanya sudah lebih dari 50 ribu orang. “Bahkan ada satu keluargaーayah, ibu, dan anakーyang mengambil kursus di Pintaria,” ungkap Novis sambil tergelak.
Saat ini, Pintaria juga menjadi dipercaya menjadi mitra pemerintah dalam program Kartu Prakerja. Ada banyak pelatihan online yang disediakan Pintaria, mulai dari pelatihan menjadi barista dan membuka warung kopi di rumah sampai pengantar untuk mempelajari Artificial Intelligence (AI).
Melalui program Kartu Prakerja, Novis berharap munculnya budaya lifelong learning di masyarakat Indonesia. “Mudah-mudahan semakin banyak orang yang berinvestasi ke diri sendiri melalui pendidikan,” tambah Novis.
Penulis | : | Wisnu Nugroho |
Editor | : | Wisnu Nugroho |
KOMENTAR